Presiden Joko Widodo dan Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier membahas peluang peningkatan kerja sama ekonomi, khususnya ekonomi hijau, antar kedua negara.
Dalam pertemuan bilateral yang diselenggarakan di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (16/6), Jokowi mengajak Presiden Steinmeier menanamkan modalnya di tanah air dalam industri kendaraan listrik.
“Peningkatan investasi Jerman dalam industri berteknologi tinggi antara lain investasi dalam sektor kendaraan listrik dari hulu sampai ke hilir. Saya mengajak industri Jerman untuk mengembangkan pabrik semi konduktor di Indonesia dan menjadikan industri ini bagian dari rantai pasok chip global. Dan untuk berinvestasi di kawasan-kawasan industri hijau di Indonesia,” ungkap Jokowi.
Jokowi menyampaikan kembali tawaran Indonesia kepada Jerman untuk membangun Jerman Quarter di salah satu kawasan industri di Indonesia.
Dalam pertemuan ini, Jokowi dan Steinmeier juga membicarakan penguatan kerja sama terkait perubahan iklim. Pemerintah Indonesia, ujar Jokowi, menghargai dukungan Jerman dalam pembangunan Green Infrastructure Initiative (GII) 2,5 miliar euro berupa pembangunan pusat mangrove dunia serta integrasi transmisi hijau di Sulawesi Utara yang mencapai 150 juta euro.
“Serta pilot project pengembangan energi geotermal senilai 300 juta Euro. Saya mengajak Jerman menjadi mitra Indonesia dalam mengolah potensi-potensi sumber-sumber energi baru terbarukan di Indonesia," tuturnya.
Pada sisi lain, Indonesia juga mengajak Jerman memperkuat kerja sama agar bisa mengatasi dampak perang Rusia-Ukraina, khususnya dalam bidang pangan dan energi.
“Terkait dengan kerja sama di kawasan Indo-Pasifik saya kembali menekankan pentingnya arsitektur kawasan secara inklusif yang mengedepankan semangat kolaborasi, bukan pembendungan atau containment di Indo-Pasifik dalam spirit kerja sama multilateralisme dan perdamaian,” tegasnya.
Selain kerja sama penguatan ekonomi dan inevstasi, Jokowi menekankan pentingnya kerja sama dalam industri 4.0, khususnya menyangkut percepatan perkembangan sumber daya manusia (SDM). Terkait hal tersebut, Jokowi mengungkapkan, telah terdapat MoU atau kerja sama antara Kementerian Perindustrian dan Deutsche Messe Ag dan dengan Infineon Ag.
Indonesia, kata Jokowi, juga akan menjadi partner country Hannover Messe pada tahun 2023 mendatang, setelah sebelumnya berpartisipasi dalam pameran industri 4.0 di Hannover Messe tahun ini.
Konsistensi Regulasi dalam Pengembangan Ekonomi Hijau
Pengamat Ekonomi CORE Indonesia Moh Faisal menilai keinginan pemerintah Indonesia untuk mengembangkan perekonomian hijau sudah mulai terlihat dari berbagai regulasi atau kebijakan yang dibuat akhir-akhir ini.
Meski begitu, keinginan tersebut terkendala keterbatasan anggaran negara. Maka dari itu, pemerintah sangat gencar mengajak pihak swasta maupun negara lain untuk ikut menanamkan modalnya di tanah air, khususnya dalam upaya memperkuat perekonomian hijau dan berkelanjutan.
“Paling tidak ada dalam tahap leaders pembicaraan secara diplomatik, paling tidak kepastian dan juga meyakinkan kepada kepala-kepala negara yang lain bahwa dari sisi policy pemerintah serius untuk mendorong itu, tapi karena keterbatasan dalam pembiayaan, kita membutuhkan investasi yang besar dan mengajak kepada negara-negara yang punya concern yang sama yakni masalah ekonomi hijau, pembangunan yang berkelanjutan, untuk menanamkan investasinya di Indonesia karena dari sisi profitabilitas dan juga kepastian kebijakannya itu sangat memungkinkan,” ungkap Faisal kepada VOA.
Menurutnya langkah pemerintah Indonesia mengajak Jerman untuk berinvestasi di dalam sektor industri kendaraan listrik sangat tepat, mengingat Jerman merupakan salah satu pemain penting dunia dalam industri kendaraan listrik setelah Tesla; perusahaan mobil listrik dari Amerika Serikat.
“Jadi berbicara kepada Jerman untuk membangun industri kendaraan listrik di Indonesia, saya pikir memang satu langkah yang tepat dan bagus sekali, karena memang selain untuk mendorong pembangunan yang hijau, bagi perekonomian sendiri ini bisa menjadi semacam quick win bagi Indonesia untuk dia bisa upgrade dalam global value chain di kendaraan listrik atau at least adalah baterai listrik,” tuturnya.
Ke depan, jika Jerman berkomitmen untuk berinvestasi dalam industri kendaraan listrik di Indonesia, ini akan semakin menarik minat investor lain untuk berinvestasi dalam bidang ini, apalagi Indonesia merupakan negara penghasil nikel terbesar di dunia.
“Jadi ini adalah satu rangkaian kebijakan atau linkage dari hulu ke hilir untuk pembangunan kendaraan listrik yang sebetulnya mengarahnya kepada transisi dalam hal penggunaan energi, transisi kepada energi yang lebih ramah lingkungan,” jelasnya.
Meskipun masih banyak yang mengkritik Indonesia karena menggunakan pembangkit listrik batu bara, setidaknya ujar Faisal, langkah penguatan ekosistem industri kendaraan listrik bisa menjadi langkah awal untuk menuju transisi penggunaan energi baru dan terbarukan pada masa depan.
“Jadi, walaupun masih banyak yang menyoroti, ok kendaraannya listrik, tapi pembangkit listriknya dari mana? Kalau dari batu bara juga ya tidak green ya. Tapi kan kita tidak bisa lantas ingin langsung dibangun sama-sama. Jadi step by step, yang mungkin dari hilir dulu, baru kemudian ke sumber energinya,” pungkasnya. [gi/ka]