Presiden Joko Widodo resmi membubarkan sepuluh lembaga non struktural lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2020 yang telah ditandatangani pada 26 November 2020.
“Bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan urusan pemerintah serta untuk mencapai rencana strategis pembangunan nasional, perlu membubarkan 10 (sepuluh) lembaga nonstruktural," demikian bunyi poin pertimbangan Perpres.
Adapun 10 lembaga tersebut adalah Dewan Riset Nasional, Dewan Ketahanan Pangan, Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura, Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan, Komisi Pengawas Haji Indonesia, Komite Ekonomi dan Industri Nasional, Badan Pertimbangan Telekomunikasi, Komisi Nasional Lanjut Usia, Badan Olahraga Profesional Indonesia, dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia.
Tenaga Ahli Utama Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Donny Gahral kepada VOA mengatakan, ada beberapa alasan utama mengapa Presiden membubarkan lembaga-lembaga tersebut. Pertama, katanya karena birokrasi pemerintahan yang dipandang terlalu gemuk, kedua fungsi daripada lembaga-lembaga ini bisa ditangani oleh kementerian teknis yang ada saat ini.
“Dan yang ketiga memang sekarang mengingat situasi pandemi, pemerintah perlu efisiensi terutama anggaran, dimana anggaran itu diperuntukkan untuk badan-badan itu bisa kemudian disalurkan untuk program pemulihan ekonomi nasional,” ujar Donny.
Ditambahkannya, sebelum melakukan pembubaran, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Birokrasi (Kemenpan RB) sudah melakukan evaluasi dan kajian-kajian terhadap kinerja dan efektivitas dari ke sepuluh lembaga tersebut.
“Bukan tidak, namun kurang, efektif. Artinya kurang efektif itu keberadaan lembaga itu bisa digantikan oleh kementerian teknis. Jadi daripada redundant, dobel-dobel lebih baik kementerian saja yang meng-handle. Tidak tumpang tindih,” jelasnya.
Ia pun menegaskan bahwa nasib Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sudah bekerja sebelumnya akan disalurkan ke kementerian teknis terkait. Hal yang sama juga berlaku, untuk para pekerja dengan status kontrak, maupun honorer.
“Tapi kalau yang kontrak, yang PKWT akan ada kebijakan tersendiri. Ya pasti akan dipikirkanlah oleh Kemenpan RB, yang mengurusi SDM, nasib mereka seperti apa kan, pemerintah juga tidak mau kan dalam kondisi pandemi ini kemudian ada penambahan jumlah pengangguran, gara-gara ada pembubaran lembaga-lembaga ini,” katanya.
Menurutnya, dalam beberapa waktu ke depan, Presiden akan melakukan pembubaran lembaga negara lagi. Pemerintah, kata Donny, terus melakukan evaluasi terhadap beberapa lembaga yang dinilai tidak efektif dan menghambat birokrasi.
“Jadi tahap demi tahap saya kira akan ada perampingan birokrasi sehingga anggaran negara bisa di hemat, kemudian birokrasi bisa lebih lincah terutama dalam mengatasi pendemi ini,” paparnya.
Pembubaran Lembaga Negara Dinilai Hanya Sebagai Alibi untuk Dirikan Lembaga Baru
Sementara itu, pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah menilai pembubaran lembaga negara yang dilakukan oleh Jokowi tidak cukup efektif untuk mempermudah birokrasi maupun menghemat anggaran untuk penanganan pandemi. Pasalnya, ia melihat bahwa setelah pembubaran, Jokowi kerap mendirikan sebuah lembaga negara baru.
“Menurut saya alasan untuk efisiensi, apalagi untuk anggaran diperuntukkan untuk penanganan COVID-19 dan sebagainya itu saya rasa itu hanyalah alibi. Artinya saya meragukan alasannya. Karena buktinya di satu sisi pemerintah juga membuat lembaga baru seperti komite penanganan COVID-19, ada juga komite Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN),” ujarnya kepada VOA.
Lebih lanjut, Trubus menilai bahwa justru birokasi yang gemuk berada di sekitar lingkungan Istana Kepresidenan, seperti Sekretaris Kabinet (Seskab), Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Badan Pembina Idelogi Pancasila (BPIP),dan Wantimpres. Ia menilai lembaga-lembaga itu tidak ada manfaatnya untuk masyarakat, sehingga perlu juga dibubarkan.
“Staf khusus (stafsus) milenial Presiden, misalnya. Itu kan gak banyak manfaatnya juga, artinya kita bicara dari sisi publik. Publik sendiri gak melihat apa manfaatnya. Kalau kebijakan publik itu kan melihatnya itu bermanfaat untuk publik atau tidak, ada urgensinya tidak,” paparnya.
Ia juga menyoroti lembaga Seskab yang menurutnya keberadaanya tidak memiliki kinerja yang baik. Pasalnya, tugas Seskab seharusnya adalah mengevaluasi kinerja para menteri dan memberi masukan kepada Presiden. Namun, hal tersebut tidak dilakukan apalagi dengan adanya penangkapan Menteri KKP Edhy Prabowo oleh KPK beberapa waktu lalu.
“Misalnya Seskab yang kerjanya mengevaluasi kinerja menteri seperti apa, sehingga penangkapan Menteri KKP oleh KPK harusnya sudah terdeteksi lebih awal oleh Seskab, kalau kita aspeknya pencegahan yang lebih diutamakan, artinya gak perlu nunggu ada OTT,” kata Trubus.
Dengan adanya pembubaran 10 lembaga ini, selanjutnya pelaksanaan tugas dan fungsi dari lembaga-lembaga tersebut akan dilaksanakan oleh kementerian terkait. Begitu pula dengan pendanaan, pegawai, aset, dan arsip.
Adapun rincian pengalihannya terkait pendanaan, pegawai, aset, dan arsip yang dikelola adalah sebagai berikut:
- Dewan Riset Nasional dialihkan ke Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional.
- Dewan Ketahanan Pangan dialihkan ke Kementerian Pertanian
- Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura dialihkan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Kementerian Perhubungan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
- Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan dialihkan ke Kementerian Pemuda dan Olahraga.
- Komisi Pengawas Haji Indonesia dialihkan ke Kementerian Agama.
- Komite Ekonomi dan Industri Nasional dialihkan ke Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
- Badan Pertimbangan Telekomunikasi dialihkan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika.
- Komisi Nasional Lanjut Usia dialihkan ke Kementerian Sosial.
- Badan Olahraga Profesional Indonesia dialihkan ke Kementerian Pemuda dan Olahraga dan
- Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia dialihkan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika. [gi/ab]