Presiden Joko Widodo mendesak agar RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual bisa segera disahkan.
“Saya berharap, RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini segera disahkan sehingga dapat memberikan perlindungan secara maksimal, bagi korban kekerasa seksual di tanah air,” ungkap Jokowi dalam telekonferensi pers di Jakarta, Selasa (4/1).
Presiden juga meminta Menteri Hukum dan HAM beserta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak untuk bisa segera berkoordinasi dengan pihak DPR terkait hal ini. Ia menekankan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual perlu menjadi perhatian semua pihak.
Jokowi mengaku selalu mengikuti perkembangan pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang terkatung-katung di DPR sejak 2016 sampai detik ini. Menurutnya, semua pihak terkait perlu membahas pokok permasalahan daripada RUU tersebut, agar kelak bisa segera dibahas dan disahkan.
“Saya juga telah meminta kepada gugus tugas pemerintah yang menangani RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual untuk segera menyiapkan daftar inventarisasi masalah terhadap draft RUU yang sedang disiapkan oleh DPR RI sehingga proses pembahasan bersama nanti lebih cepat. Masuk ke pokok-pokok substansi, untuk memberikan kepastian hukum serta menjamin perlindungan bagi korban perlindungan kekerasan seksual,” jelasnya.
Aktivis Perempuan Berharap RUU TPKS Disahkan Tahun ini
Aktivis Perempuan Mahardika Vivi Widyawati mengapresiasi Jokowi yang menaruh perhatian lebih terhadap isu kekerasan seksual. Dengan jumlah korban kekerasan seksual yang semakin bertambah,menurutnya, tidak ada alasan lagi bagi DPR untuk menunda pembahasan RUU ini.Ia berharap, DPR menepati janjinya untuk menjadikan RUU tersebut menjadi RUU Inisiatif pada Sidang Paripurna 13 Januari mendatang, sehingga bisa segera dibahas, dan disahkan menjadi UU tahun ini.
“Semoga suara pemerintah, keinginan Pak Jokowi itu bisa membantu mempercepat , karena tidak ada alasan lagi untuk memperlambat, menunda. Fakta di lapangan jelas, dimana semakin hari korban semakin banyak. Banyak juga kekerasan seksual yang terjadi dimana-mana, jadi tidak ada alasan bagi DPR untuk tidak menunda,” ungkap Vivi kepada VOA.
Perlu Terus Dikawal
Lebih jauh, Vivi mengatakan ketika nantinya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual disahkan menjadi Undang-Undang memang tidak serta merta akan menurunkan angka kekerasan seksual. Menurutnya, dibutuhkan implementasi beserta pengawasan yang ketat agar hadirnya UU tersebut dapat semaksimal mungkin melindungi korban kekerasan seksual.
Ia mencontohkan, UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PDKRT) tidak berjalan mulus seperti yang tertera dalam UU tersebut, dikarenakan pemerintah sendiri tidak melakukan pengawasan yang baik, dan berbagai instansi seperti kepolisian misalnya seringkali tidak memiliki perspektif untuk memihak kepada para korban.
“Sebagai payung hukum bagus, karena dia akan memberikan perlindungan, kita jadi tahu, kalau aku mengalami kekerasan verbal, ada hukumnya. Jadi polisi punya payung hukumnya, kalau sekarang polisi bisa berkelit, di colek-colek tidak ada payung hukumnya, kita susah. Kalau sekarang ada payung hukumnya yakni UU TPKS,” jelasnya.
“Asalkan dijalankan dengan simultan dan terus menerus, saya rasa perubahannya akan kelihatan cepat, sebagai UU saja sudah memberikan perubahan, setidaknya orang berani bicara, walaupun tidak serta merta karena menjadi korban (kekerasan seksual) itu sulit, apalagi di tengah masyarakat,” pungkasnya. [gi/ab]