Masih minimnya jumlah produk lokal dalam pengadaan barang dan jasa di Indonesia membuat berang Presiden Joko Widodo. Ia mengutarakan kekecewaannya lantaran menurutnya sejumlah pihak termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah serta BUMN masih belum menunjukkan komitmen dalam mendorong produk lokal.
Bahkan di lapangan, menurut pengakuan sang presiden, ia pernah menemukan berbagai produk impor berkedok lokal. Maka dari itu, ia mewanti-wanti semua pihak untuk menekan pembelian produk impor.
“Inilah yang namanya aplikasi platform yang ingin kita bangun. Agar sekali lagi jangan sampai uang rakyat itu dibelikan produk-produk impor. Salah besar kita dalam kondisi sekarang ini mencari income untuk negara sangat sulit, mencari devisa negara sangat sulit, uang di APBN, APBD, BUMN malah diberikan produk impor, produk luar. Bagaimana nggak salah? Salah besar sekali,” ungkap Jokowi pada Selasa (24/5).
Dari 514 kabupaten/kota, ujar Jokowi, sampai saat ini baru sekitar 46 pemerintah daerah yang memiliki katalog elektronik (e-katalog) mengenai keberadaan produk lokal. Ia pun menyayangkan hal tersebut, pasalnya ia merasa pemerintah daerah tidak perlu bersusah payah untuk menciptakan e-katalog.
“Sehingga sekali lagi saya minta kepala daerah dan Sekda, ini segera dilakukan. Produk-produk lokal, produk-produk unggulan daerah, segera masuk ke e-katalog lokal,” tuturnya.
Ia juga meminta kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) mempermudah produk lokal untuk bisa masuk ke dalam e-katalog lokal pemerintah. Menurutnya, tidak semua produk harus berlabel Standar nasional Indonesia (SNI). Label SNI, katanya cukup diwajibkan untuk barang yang berkaitan dengan kesehatan atau keselamatan.
“Hal-hal yang berbahaya misalnya, kabel SNI iya. Tapi kalau batu bata masa minta SNI. Kapan mereka bisa masuk e-katalog? Nggak mungkin. Logika kita ini kadang-kadang nabrak-nabrak, nggak mungkin,” tuturnya.
Dengan berbagai kemudahan tersebut, setidaknya saat ini sudah ada sekitar 340.000 produk lokal yang masuk ke dalam e-katalog. Angka tersebut melonjak cukup tajam dari sebelumnya di mana produk yang dimuat hanya berjumlah 52.000. Jokowi pun menargetkan sampai akhir tahun ini, harus sudah ada satu juta produk lokal yang masuk ke dalam e-katalog.
“Dan itu tugas kepala daerah, sekali lagi Sekda, KADIN, Hipmi, dan asosiasi pengusaha harus bersama-sama. Kalau ini bisa kita lakukan, sekali lagi akan terbuka lapangan kerja yang sangat besar sekali. Karena ratusan triliun belanja barang dan jasa itu, ratusan triliun dan bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi kita, pasti itu,” jelasnya.
Jokowi menyebut sampai saat ini setidaknya komitmen Kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan BUMN untuk membeli produk lokal dalam e-katalog sudah mencapai Rp802 triliun. Meski begitu, Jokowi tidak puas, karena ia ingin angka-angka tersebut direalisasikan.
“Yang kita perlukan adalah realisasi. Bagaimana merealisasikan. Karena realisasi masih dibawah 10 persen, masih Rp110,2 triliun,” tuturnya.
Percepatan Belanja Barang Produk Dalam Negeri
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan pihaknya terus mempercepat realisasi belanja produk dalam negeri (PDN) dan terus mendorong pemanfaatan e-katalog produk lokal.
Ia menjabarkan dari total komitmen sebesar Rp802 triliun, terdapat komitmen Kementerian/Lembaga yang berjumlah Rp506 triliun dan dari pihak BUMN sebesar Rp296 triiliun
“Namun menjadi catatan kami bahwa realisasi berbentuk kontrak masih rendah yaitu Rp161 triliun, yakni Rp110 triliun dari KL/ Pemda dan Rp51 triliun dari BUMN sesuai data LKPP per 22 Mei 2022,” ungkap Luhut.
Maka dari itu, katanya, diperlukan upaya bersama dari seluruh Kementerian/Lembaga, Pemda dan BUMN untuk segera memastikan kontrak belanja PDN minimal sebesar Rp400 triliun segera ditandatangani. Menurutnya, ini penting untuk memberikan kepastian kepada para pelaku UMKM yang produknya masuk ke dalam e-katalog lokal tersebut.
“Satu hal yang menjadi catatan kami, semua bilateral loan agreement perlu diperhatikan kembali agar mengutamakan PDN, karena apa yang kami catat semua bilateral loan agreement memakai barangnya dia, dan itu saya pikir merugikan kita. Untuk itu perlu negosiasi ulang terhadap kontrak yang tidak berpihak pada PDN dan banyak sekali kita temukan hal seperti ini,” pungkasnya. [gi/rs]