NEW YORK CITY —
Dalam dua dekade terakhir, tingkat operasi Caesar di Amerika Serikat meningkat secara dramatis, menjadi lebih dari satu dari tiga kelahiran saat ini. Faktor ini, selain faktor-faktor lain, telah meningkatkan gerakan melahirkan di rumah yang populer pada 1960an.
Mahasiswi sekolah kedokteran di New York, Emilie Jacobs, dan suaminya Rowan Finnegan, orangtua dari Elias yang berusia 22 bulan, berencana melahirkan di rumah untuk anak kedua mereka.
“Jika kehamilannya sehat dan tidak ada alasan untuk perawatan medis serta prosedur yang lebih lanjut, mengapa tidak?" ujar Jacobs.
Seorang perawat bidan akan mendampinginya, membawa peralatan darurat paramedis, kalau-kalau diperlukan. Meski sebagian besar masalah dalam kelahiran dapat dideteksi secara awal, beberapa rumah sakit ternama hanya berjarak beberapa menit dari rumahnya jika diperlukan, ujar Jacobs.
Sepuluh persen dari kelahiran di rumah yang direncanakan memang berakhir di rumah sakit, biasanya karena tidak ada kemajuan dalam proses melahirkan. Namun jika semuanya lancar, Jacobs akan melahirkan secara damai dan tanpa pengobatan, pemantauan teknologi tinggi, operasi atau obat.
Sebagai calon dokter, Jacobs telah menghadiri kelahiran di rumah sakit. Ia mengatakan rumah-rumah sakit lebih fokus pada protokol, baik medis dan keuangan, daripada memenuhi kebutuhan perempuan dalam kelahiran normal.
“Kehamilan itu bukan penyakit. Rumah sakit adalah tempat saat orang-orang pergi ketika sakit," ujarnya.
"Ada infeksi di sana, ada peluang lebih besar untuk persyaratan ekstra yang dibebankan kepada Anda, terkait kecepatan kelahiran dan pengobatan yang ditawarkan atau dianjurkan, dan tingkat operasi Caesar yang lebih tinggi. Dan juga tingkat prosedur yang lebih tinggi, seperti episiotomi."
Jacobs adalah salah satu dari sekitar 30.000 perempuan yang akan melahirkan di rumah mereka di AS tahun ini. Meski jumlah ini telah meningkat dalam 10 tahun terakhir, kelahiran di rumah masih mencakup kurang dari 1 persen dari seluruh kelahiran di Amerika Serikat.
The Business of Being Born, sebuah film dokumenter yang dibuat pada 2008 oleh Ricki Lake dan Abby Epstein, membantu mempublikasikan gerakan tersebut, dengan adegan-adegan kelahiran yang tidak kompleks yang dibantu oleh bidan di rumah, seringkali di dalam bak mandi berisi air hangat untuk mengurangi sakit. Aktivis-aktivis lain telah menyebarkan gerakan ini lewat video daring kelahiran dalam air, biasanya dihadiri oleh para ayah dan seringkali kakak-kakak si bayi.
Perempuan-perempuan yang memilih kelahiran di rumah seringkali mengatakan mereka ingin menghindari persyaratan-persyaratan rumah sakit, seperti pemantauan jabang bayi atau kebutuhan untuk mengoper tempat tidur dengan cepat, sehingga kelahiran normal dengan segera menjadi operasi. Prosedur Caesar adalah operasi besar, menurut mereka, dengan risiko-risiko serius untuk sang ibu, termasuk kemungkinan kerusakan saluran kencing pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
Namun, para ahli berbeda pendapat mengenai apakah kelahiran di rumah itu aman. Sebuah studi baru-baru ini di American Journal of Obstetrics & Gynecology melaporkan bahwa bayi-bayi yang lahir di rumah di AS 10 kali lebih tinggi untuk meninggal dan empat kali lebih mungkin mengalami kejang atau masalah-masalah syaraf lainnya. Studi ini menemukan bahwa pada sekitar 60.000 kelahiran yang direncanakan di rumah dari 2007 sampai 2010, 98 bayi tidak memiliki denyut nadi dan tidak bernafas lima menit setelah kelahiran, atau 1,6 dari 1.000 kelahiran. Tingkat kasus serupa di rumah sakit adalah 0,16 untuk setiap 1.000 bayi.
Salah satu penulis studi tersebut, Frank Chervenak, direktur pengobatan ibu dan anak di rumah sakit New York-Presybyterian/Weill Cornell, mengatakan, beberapa komplikasi yang mematikan dalam kelahiran dapat terjadi dengan sedikit atau tidak adanya peringatan.
“Kami di sini berjuang dalam beberapa detik jika ada kesulitan dengan bayi yang tidak terduga. Kami terlatih, jadi merencanakan operasi Caesar darurat dan berjuang dalam beberapa detik," ujarnya.
"Itu benar-benar terjadi dalam hitungan detik. Jika seseorang tinggal satu blok dari rumah sakit, terlalu jauh," tambahnya.
Chervenak mengakui bahwa insiden masalah serius dalam kelahiran di rumah yang didampingi bidan adalah langka, namun hal tersebut terlalu berbahaya untuk dijadikan risiko, dan para dokter kandungan seharusnya melawan dengan kuat dan menolak berpartisipasi dalam gerakan tersebut.
Para advokat mengatakan hal itu sama dengan menyarankan dokter kandungan tidak melakukan tes diagnostik amniocentesis, karena 1 dari 200 sampai 1 dari 400 berisiko akan menghadapi keguguran.
Pengalaman di Eropa
Tina Johnson, direktur praktik profesional dan kebijakan kesehatan di American College of Nurse-Midwives, mengatakan bahwa studi AJOG didasarkan pada data sertifikat kelahiran yang tidak dapat diandalkan dari Pusat Pengendalian Penyakit (CDC).
“Studi itu menggunakan banyak data yang keliru dan memancing banyak kesimpulan yang tidak konsisten dengan semua riset lain yang ada saat ini, termasuk artikel lain dari AJOG baru-baru ini, yang menyatakan bahwa kelahiran di rumah dengan didampingi perawat-bidan yang bersertifikat sama amannya dengan kelahiran di rumah sakit," ujarnya.
Jennifer Block, yang baru-baru ini melahirkan anak pertamanya di rumah, adalah penulis dari Pushed: The Painful Truth about Childbirth and Modern Maternity Care.
“Dari riset sendiri, kelahiran di rumah sebagian besar akan berakhir dengan kelahiran normal secara spontan, dengan trauma paling kecil dan awal terbaik untuk bayi. Jika ada yang tidak beres kami akan pergi ke rumah sakit," ujar Block.
"Saat kita fokus dengan risiko kelahiran di rumah, kita lupa dengan risiko melahirkan di rumah sakit," ujarnya.
Menurutnya, selain ada kemungkinan mendapat infeksi atau operasi Caesar, ada risiko bayi akan berakhir di unit perawatan intensif (NICU) selama beberapa hari karena proses kelahiran dipercepat dan distimulasi secara berlebihan, sehingga bayi stress.
"Jadi saya kira, memfokuskan diri pada risiko-risiko kecil yang jarang, meski sangat signifikan, tidak memberikan gambaran secara utuh," ujarnya.
Block mengatakan para perempuan memilih melahirkan di rumah demi kesehatan bayi dan mereka sendiri.
"Jika ibu melahirkan secara spontan dan normal, itu adalah skenario terbaik untuk bayi," ujarnya.
"Kita tahu manfaat kelahiran normal bagi paru-paru, pernafasan dan kesehatan perut bayi."
Baik pendukung maupun oposisi kelahiran di rumah mengacu pada Belanda dan beberapa negara lain yang mendukung pendapat mereka. Di Australia dan Inggris, misalnya, sebagian besar ibu hamil dirawat oleh bidan, dan hanya pergi ke dokter jika ada faktor komplikasi atau risiko.
Chervenak mengatakan di Belanda, tempat kelahiran di rumah yang didampingi bidan telah mendominasi sejak lama, jumlah kelahiran di rumah sakit telah meningkat. Namun banyak perempuan di sana juga membayar ekstra untuk didampingi para bidan.
Menurutnya, jawaban untuk AS adalah untuk "membiarkan bidan membantu kelahiran di rumah sakit atau dekat rumah sakit. Bawa kelahiran rumah ke rumah sakit."
“Jujur saja pengalaman di rumah sakit lebih baik di Eropa utara dan Belanda dibandingkan di AS," ujar Block.
"Jika saya dapat pergi ke rumah sakit dan berendam di bak mandi untuk melahirkan, dan tidak diberitahu bahwa saya harus terus dipantau di tempat tidur, barangkali saya juga akan melakukannya."
Mahasiswi sekolah kedokteran di New York, Emilie Jacobs, dan suaminya Rowan Finnegan, orangtua dari Elias yang berusia 22 bulan, berencana melahirkan di rumah untuk anak kedua mereka.
“Jika kehamilannya sehat dan tidak ada alasan untuk perawatan medis serta prosedur yang lebih lanjut, mengapa tidak?" ujar Jacobs.
Seorang perawat bidan akan mendampinginya, membawa peralatan darurat paramedis, kalau-kalau diperlukan. Meski sebagian besar masalah dalam kelahiran dapat dideteksi secara awal, beberapa rumah sakit ternama hanya berjarak beberapa menit dari rumahnya jika diperlukan, ujar Jacobs.
Sepuluh persen dari kelahiran di rumah yang direncanakan memang berakhir di rumah sakit, biasanya karena tidak ada kemajuan dalam proses melahirkan. Namun jika semuanya lancar, Jacobs akan melahirkan secara damai dan tanpa pengobatan, pemantauan teknologi tinggi, operasi atau obat.
Sebagai calon dokter, Jacobs telah menghadiri kelahiran di rumah sakit. Ia mengatakan rumah-rumah sakit lebih fokus pada protokol, baik medis dan keuangan, daripada memenuhi kebutuhan perempuan dalam kelahiran normal.
“Kehamilan itu bukan penyakit. Rumah sakit adalah tempat saat orang-orang pergi ketika sakit," ujarnya.
"Ada infeksi di sana, ada peluang lebih besar untuk persyaratan ekstra yang dibebankan kepada Anda, terkait kecepatan kelahiran dan pengobatan yang ditawarkan atau dianjurkan, dan tingkat operasi Caesar yang lebih tinggi. Dan juga tingkat prosedur yang lebih tinggi, seperti episiotomi."
Jacobs adalah salah satu dari sekitar 30.000 perempuan yang akan melahirkan di rumah mereka di AS tahun ini. Meski jumlah ini telah meningkat dalam 10 tahun terakhir, kelahiran di rumah masih mencakup kurang dari 1 persen dari seluruh kelahiran di Amerika Serikat.
The Business of Being Born, sebuah film dokumenter yang dibuat pada 2008 oleh Ricki Lake dan Abby Epstein, membantu mempublikasikan gerakan tersebut, dengan adegan-adegan kelahiran yang tidak kompleks yang dibantu oleh bidan di rumah, seringkali di dalam bak mandi berisi air hangat untuk mengurangi sakit. Aktivis-aktivis lain telah menyebarkan gerakan ini lewat video daring kelahiran dalam air, biasanya dihadiri oleh para ayah dan seringkali kakak-kakak si bayi.
Perempuan-perempuan yang memilih kelahiran di rumah seringkali mengatakan mereka ingin menghindari persyaratan-persyaratan rumah sakit, seperti pemantauan jabang bayi atau kebutuhan untuk mengoper tempat tidur dengan cepat, sehingga kelahiran normal dengan segera menjadi operasi. Prosedur Caesar adalah operasi besar, menurut mereka, dengan risiko-risiko serius untuk sang ibu, termasuk kemungkinan kerusakan saluran kencing pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
Namun, para ahli berbeda pendapat mengenai apakah kelahiran di rumah itu aman. Sebuah studi baru-baru ini di American Journal of Obstetrics & Gynecology melaporkan bahwa bayi-bayi yang lahir di rumah di AS 10 kali lebih tinggi untuk meninggal dan empat kali lebih mungkin mengalami kejang atau masalah-masalah syaraf lainnya. Studi ini menemukan bahwa pada sekitar 60.000 kelahiran yang direncanakan di rumah dari 2007 sampai 2010, 98 bayi tidak memiliki denyut nadi dan tidak bernafas lima menit setelah kelahiran, atau 1,6 dari 1.000 kelahiran. Tingkat kasus serupa di rumah sakit adalah 0,16 untuk setiap 1.000 bayi.
Salah satu penulis studi tersebut, Frank Chervenak, direktur pengobatan ibu dan anak di rumah sakit New York-Presybyterian/Weill Cornell, mengatakan, beberapa komplikasi yang mematikan dalam kelahiran dapat terjadi dengan sedikit atau tidak adanya peringatan.
“Kami di sini berjuang dalam beberapa detik jika ada kesulitan dengan bayi yang tidak terduga. Kami terlatih, jadi merencanakan operasi Caesar darurat dan berjuang dalam beberapa detik," ujarnya.
"Itu benar-benar terjadi dalam hitungan detik. Jika seseorang tinggal satu blok dari rumah sakit, terlalu jauh," tambahnya.
Chervenak mengakui bahwa insiden masalah serius dalam kelahiran di rumah yang didampingi bidan adalah langka, namun hal tersebut terlalu berbahaya untuk dijadikan risiko, dan para dokter kandungan seharusnya melawan dengan kuat dan menolak berpartisipasi dalam gerakan tersebut.
Para advokat mengatakan hal itu sama dengan menyarankan dokter kandungan tidak melakukan tes diagnostik amniocentesis, karena 1 dari 200 sampai 1 dari 400 berisiko akan menghadapi keguguran.
Pengalaman di Eropa
Tina Johnson, direktur praktik profesional dan kebijakan kesehatan di American College of Nurse-Midwives, mengatakan bahwa studi AJOG didasarkan pada data sertifikat kelahiran yang tidak dapat diandalkan dari Pusat Pengendalian Penyakit (CDC).
“Studi itu menggunakan banyak data yang keliru dan memancing banyak kesimpulan yang tidak konsisten dengan semua riset lain yang ada saat ini, termasuk artikel lain dari AJOG baru-baru ini, yang menyatakan bahwa kelahiran di rumah dengan didampingi perawat-bidan yang bersertifikat sama amannya dengan kelahiran di rumah sakit," ujarnya.
Jennifer Block, yang baru-baru ini melahirkan anak pertamanya di rumah, adalah penulis dari Pushed: The Painful Truth about Childbirth and Modern Maternity Care.
“Dari riset sendiri, kelahiran di rumah sebagian besar akan berakhir dengan kelahiran normal secara spontan, dengan trauma paling kecil dan awal terbaik untuk bayi. Jika ada yang tidak beres kami akan pergi ke rumah sakit," ujar Block.
"Saat kita fokus dengan risiko kelahiran di rumah, kita lupa dengan risiko melahirkan di rumah sakit," ujarnya.
Menurutnya, selain ada kemungkinan mendapat infeksi atau operasi Caesar, ada risiko bayi akan berakhir di unit perawatan intensif (NICU) selama beberapa hari karena proses kelahiran dipercepat dan distimulasi secara berlebihan, sehingga bayi stress.
"Jadi saya kira, memfokuskan diri pada risiko-risiko kecil yang jarang, meski sangat signifikan, tidak memberikan gambaran secara utuh," ujarnya.
Block mengatakan para perempuan memilih melahirkan di rumah demi kesehatan bayi dan mereka sendiri.
"Jika ibu melahirkan secara spontan dan normal, itu adalah skenario terbaik untuk bayi," ujarnya.
"Kita tahu manfaat kelahiran normal bagi paru-paru, pernafasan dan kesehatan perut bayi."
Baik pendukung maupun oposisi kelahiran di rumah mengacu pada Belanda dan beberapa negara lain yang mendukung pendapat mereka. Di Australia dan Inggris, misalnya, sebagian besar ibu hamil dirawat oleh bidan, dan hanya pergi ke dokter jika ada faktor komplikasi atau risiko.
Chervenak mengatakan di Belanda, tempat kelahiran di rumah yang didampingi bidan telah mendominasi sejak lama, jumlah kelahiran di rumah sakit telah meningkat. Namun banyak perempuan di sana juga membayar ekstra untuk didampingi para bidan.
Menurutnya, jawaban untuk AS adalah untuk "membiarkan bidan membantu kelahiran di rumah sakit atau dekat rumah sakit. Bawa kelahiran rumah ke rumah sakit."
“Jujur saja pengalaman di rumah sakit lebih baik di Eropa utara dan Belanda dibandingkan di AS," ujar Block.
"Jika saya dapat pergi ke rumah sakit dan berendam di bak mandi untuk melahirkan, dan tidak diberitahu bahwa saya harus terus dipantau di tempat tidur, barangkali saya juga akan melakukannya."