Jumlah korban tewas di negara bagian Darfur Barat, Selasa (19/1) naik menjadi 159 dengan lebih dari 200 orang terluka setelah pertempuran antara komunitas-komunitas etnis selama tiga hari lebih, sebut Komite Dokter Darfur Barat.
Gelombang kekerasan terbaru di Darfur Barat dimulai ketika seorang anggota suku Masalit Afrika membunuh seorang anggota suku Arab, Jumat (15/1). Milisi Arab bersenjata melakukan serangan balas dendam pada hari berikutnya, yang menarget kamp pengungsi Kirendig, di mana suku Masalit tinggal. Sejak itu, terjadi saling tuduh di antara suku-suku itu yang menarget warga sipil.
Secara terpisah, Senin (18/1) anggota suku Fallata Afrika dan suku Rezegat Arab bertikai di negara bagian Darfur Selatan, menyebabkan lebih dari 50 orang tewas. Puluhan lainnya terluka, sebut kantor berita resmi Sudan.
Mohamed Raja, seorang pengungsi yang tinggal di kamp Kirendig saat serangan pada hari Sabtu (16/1), Selasa mengatakan bahwa terlepas dari bentrokan terbaru yang terjadi Senin, keadaan relatif tenang di negara bagian Darfur Barat. Namun ia menambahkan bahwa ribuan pengungsi yang terpaksa melarikan diri dari kamp itu membutuhkan makanan dan tempat tinggal.
Raja mengatakan kepada VOA bahwa milisi bersenjata masih menduduki kamp hari Selasa.
“Seluruh kamp diduduki milisi, mereka membakar semua tanaman palawija kami dan tinggal di sana. Kami tidak dapat kembali ke kamp, begitu pula polisi atau tentara tidak dapat masuk ke sana. Beberapa mayat masih berada di dalam kamp, kami tidak dapat mengambilnya,” kata Raja.
Ia mengatakan, para pengungsi terpaksa tinggal sementara di dalam sekolah dan gedung-gedung lainnya di Al Ginena. (lj/uh)