Tautan-tautan Akses

2,5 Juta Gadis Berisiko Menjadi Pengantin Anak Akibat Pandemi Covid-19


Perkawinan Anak di Indonesia (foto: ilustrasi).
Perkawinan Anak di Indonesia (foto: ilustrasi).

Diperkirakan 2,5 juta anak perempuan di seluruh dunia berisiko dipaksa menikah dalam lima tahun ke depan karena tekanan ekonomi yang meningkat terkait pandemi global COVID-19, menurut organisasi bantuan kemanusiaan Save the Children.

Laporan, “Global Girlhood 2020: COVID-19 and Progress in Peril,” yang dirilis ke publik hari Kamis (1/10) itu mendapati bahwa anak perempuan di beberapa bagian Afrika dan Amerika Selatan sangat rentan terhadap pernikahan anak. Namun, tidak ada wilayah yang diperkirakan akan mengalami pukulan sekeras Asia Selatan, di mana diperkirakan 200.000 anak perempuan berisiko itu pada tahun 2020.

Analisis baru itu menunjukkan bahwa sembilan dari 10 negara dengan tingkat pernikahan anak tertinggi dianggap sebagai negara yang rapuh.

Pada bulan April, PBB mengatakan mungkin ada sebanyak 13 juta lebih pernikahan anak secara global selama dekade berikutnya sebagai akibat dari pandemi COVID-19.

Para peneliti mengatakan bahwa pandemi telah meningkatkan kemiskinan di seluruh dunia, yang mengakibatkan lonjakan jumlah anak perempuan yang dipaksa keluar dari sekolah dan bekerja atau menikah.

Bill Chambers, presiden dan CEO dari badan amal yang berbasis di Inggris itu mengatakan anak perempuan jauh lebih kecil kemungkinannya akan kembali ke sekolah untuk menempuh pendidikan dibandingkan dengan anak laki-laki.

“Meningkatnya risiko kekerasan dan eksploitasi seksual, ditambah dengan meningkatnya kekurangan makanan dan kesulitan ekonomi, juga berarti banyak orang tua merasa mereka tidak punya pilihan lain selain memaksa anak perempuan mereka menikah dengan pria yang lebih tua,” kata Chambers.

Save the Children memperkirakan sekitar satu juta kehamilan tambahan sebagai akibat dari pernikahan anak pada tahun 2020 saja. [lt/jm]

XS
SM
MD
LG