Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) mengatakan anak-anak Suriah, Republik Demokratik Kongo dan Yaman merupakan lebih dari sepertiga dari semua anak yang mengungsi di negara sendiri karena kekerasan dan konflik. Negara lain yang punya anak terlantar lebih dari satu juta orang di dalam negeri, termasuk Colombia, Afghanistan, Somalia, Nigeria dan Sudan.
Juru bicara Dana Anak-Anak PBB, Marixie Mercado, mengatakan kepada VOA bahwa tindakan segera diperlukan untuk melindungi jutaan anak terlantar dari berbagai risiko yang mereka hadapi. Dia mengatakan anak-anak itu tidak bisa memperoleh layanan dasar, termasuk pendidikan dan perawatan kesehatan.
“Mereka tercabut dan terlempar keluar dari lingkungan yang mereka kenal sehingga mereka menghadapi berbagai risiko, termasuk lebih banyak kekerasan, eksploitasi, pelecehan dan bahkan perdagangan manusia. Banyak anak-anak juga berisiko dipekerjakan atau dinikahkan lebih awal dan dipisahkan dari keluarga mereka,” ujar Mercado.
Risiko lain adalah ancaman Covid-19, penyakit yang disebabkan oleh virus corona. Mercado mengatakan pandemi ini memperburuk situasi kritis bagi anak terlantar yang jumlahnya luar biasa tinggi dan keluarga mereka.
“Mereka tinggal di kamp-kamp yang padat atau permukiman tidak resmi di mana kondisi sanitasi jauh dari ideal dan di mana jarak fisik dengan sesama tidak mungkin dijaga. Covid-19 mengganggu kampanye imunisasi di seluruh dunia, sehingga membuat anak-anak berisiko lebih tinggi terpapar penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan vaksin,” ujarnya.
Mercado mengatakan khawatir hal itu bisa berdampak buruk bagi anak-anak.
UNICEF menyerukan kepada pemerintah-pemerintah, masyarakat dan sektor swasta agar bersatu dan berinvestasi dalam tindakan nyata yang dapat melindungi dan menyediakan akses yang pantas ke layanan-layanan penting untuk semua anak yang mengungsi di dalam negeri dan keluarga mereka. [lt/ii]