Sekjen PBB mengecam keras kudeta di Myanmar dan menuntut pemulihan segera demokrasi di negara itu. Dari Asia Tenggara, Reuters melaporkan bahwa Indonesia menyusun rencana tindakan agar junta militer mematuhi janji mengadakan pemilu. Sementara blok Uni Eropa telah menugaskan pejabat tertingginya untuk juga menyusun serangkaian tindakan sehubungan kudeta di Myanmar ini.
Sekjen PBB Antonio Guterres mengecam militer Myanmar sehubungan kudeta terhadap pemerintahan negara itu yang terpilih secara demokratis. “Kita saksikan serangan terhadap demokrasi, penggunaan kekuatan, penangkapan semena-mena, dan penumpasan dalam berbagai bentuk.”
Kata Guterres kudeta itu tidak boleh terjadi di dunia modern. Dia memuji Dewan HAM PBB sehubungan fokusnya yang tepat terhadap situasi kritis ini.
Dewan HAM menyelenggarakan sesi darurat terkait krisis Myanmar pada 12 Februari dan menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat dari semua orang yang ditahan, termasuk pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.
Sementara itu, Reuters melaporkan, Indonesia sedang mendesak negara-negara tetangga di Asia Tenggara untuk menyetujui sebuah rencana tindakan terhadap kudeta di Myanmar, dan bertujuan menekan junta disana agar menepati janjinya untuk menyelenggarakan pemilihan umum. Rencana ini akan melibatkan pemantau guna memastikan pemilihan berjalan secara adil dan mengikutsertakan semua pihak. Demikian menurut sumber-sumber yang tahu tentang rencana tersebut.
Namun sejauh ini junta belum memberi jadwal kapan pemilihan akan diselenggarakan.
Seorang juru bicara kementerian luar negeri Indonesia tidak bersedia mengomentari proposal itu, tetapi mengatakan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi “akan membuat pengumuman setelah dia menyelesaikan konsultasi dengan para menlu ASEAN.”
Dewi Fortuna Anwar, seorang analis politik di Jakarta, mengatakan, penting agar ASEAN bertindak tegas terhadap isu Myanmar. “Kalau ASEAN tidak berbuat apa-apa maka persekutuan itu akan kehilangan kredibilitasnya.”
Sementara itu, para menteri luar negeri Uni Eropa pada Senin (22/2) telah menugaskan seorang diplomatnya dan sayap eksekutifnya untuk menyusun serangkaian tindakan yang menyasarkan mereka yang bertanggung jawab atas kudeta militer di Myanmar.
“Uni Eropa menyerukan de-eskalasi lewat pencabutan segera keadaan darurat, pemulihan pemerintahan sipil yang sah, dan pembukaan kembali parlemen,” demikian pernyataan para Menteri itu pada pertemuan di Brussel.
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan, "Kami akan menggunakan semua hubungan diplomatik yang ada untuk melakukan de-eskalasi di Myanmar, tapi apabila itu tidak berhasil, kami juga bersiap untuk memberlakukan sanksi-sanksi terhadap rezim militer di Myanmar."
Junta milter Myanmar telah mencegah parlemen bersidang pada 1 Februari, dan mengklaim pemilihan November tahun lalu, yang dimenangkan oleh partai Aung San Suu Kyi secara meyakinkan, dinodai oleh penipuan.
Komisi pemilihan yang mensertifikasi kemenangan itu telah dicopot oleh junta yang kini berkuasa. [jm/vm]