Mahkamah Agung Selandia Baru, Rabu (13/4), untuk kali pertama memutuskan bahwa seorang tersangka kriminal dapat diekstradisi ke China untuk menghadapi tuduhan pembunuhan. Keputusan itu bertentangan dengan kebiasaan yang dilakukan sebagian besar negara demokratis, termasuk Selandia Baru.
Dalam keputusan 3 banding 2, Mahkamah Agung menetapkan bahwa China mampu memberi para pejabat Selandia Baru jaminan yang cukup bahwa terdakwa, Kyung Yup Kim, bisa mendapatkan pengadilan yang adil dan tidak akan disiksa.
Kekhawatiran akan ketidakadilan proses pengadilan dan penyiksaan selama ini mencegah sebagian besar negara demokratis mengekstradisi para tersangka ke China. Seperti banyak negara lain, Selandia Baru tidak memiliki perjanjian ekstradisi resmi dengan China.
Banyak pengamat menilai, keputusan Selandia Baru ini disambut oleh Partai Komunis China yang berkuasa tidak hanya sebagai kemenangan hukum tetapi juga keberhasilan diplomatik.
Tetapi pengacara Kim mengatakan mereka akan mencoba untuk menghentikan ekstradisi itu, pertama dengan mengajukan pengaduan ke Komisi HAM PBB dan kemudian, jika perlu, dengan mengajukan permohonan peninjauan kembali dengan alasan kesehatan Kim yang buruk.
Pengacara Tony Ellis mengatakan Kim sangat kecewa dengan keputusan tersebut. Ia mengatakan kliennya dalam keadaan ingin bunuh diri karena berbagai masalah kesehatannya, yang meliputi depresi berat, tumor otak kecil, dan penyakit hati dan ginjal.
Ellis mengatakan ia kesulitan memahami keputusan tersebut mengingat bahwa selama 10 tahun terakhir, sebagian besar negara telah berhenti mengekstradisi tersangka ke China. Ia mengatakan hampir setiap tersangka kriminal di China mengaku bersalah sebelum diadili, karena mereka tahu bahwa jika tidak, mereka akan disiksa.
Ia mengatakan China mungkin melihat keputusan itu sebagai dorongan untuk memulai kasus ekstradisi terhadap orang-orang yang telah meninggalkan negara itu dan dituduh melakukan kejahatan ekonomi.
Menteri Kehakiman Selandia Baru Kris Faafoi menolak mengomentari kasus yang telah berlangsung selama 11 tahun itu.
Dalam membuat keputusannya, Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan banding sebelumnya.
Mahkamah Agung memutuskan bahwa China dapat memberikan jaminan yang cukup bahwa Kim akan dipenjara di Shanghai, di mana staf konsulat Selandia Baru dapat memantaunya sebelum dan selama persidangan. Itu termasuk kunjungan setidaknya setiap hari kedua sebelum persidangannya dan pada waktu lain yang diminta Kim.
China juga mengatakan kepada para pejabat Selandia Baru bahwa Kim akan menjalani hukuman penjara di Shanghai jika terbukti bersalah.
Kim ditangkap pada 2011 setelah China meminta Selandia Baru untuk mengekstradisinya atas satu tuduhan pembunuhan yang disengaja. Ia dipenjara di penjara Selandia Baru selama lebih dari lima tahun, dan menghabiskan tiga tahun lagi untuk pemantauan elektronik, menjadikannya tahanan terlama yang tidak diadili di Selandia Baru.
Menurut dokumen pengadilan, Kim adalah warga negara Korea Selatan yang pindah ke Selandia Baru lebih dari 30 tahun yang lalu bersama keluarganya ketika ia berusia 14 tahun. Ia dituduh membunuh seorang pelayan dan pekerja seks berusia 20 tahun, Peiyun Chen, di Shanghai setelah bepergian ke kota itu untuk mengunjungi seorang wanita berbeda yang merupakan pacarnya saat itu.
Chen ditemukan di sebuah kawasan terbengkalai di Shanghai pada Malam Tahun Baru 2009. Otopsi menyimpulkan ia telah dicekik sampai mati, dan kepalanya juga dipukul dengan benda tumpul.
Polisi China mengatakan mereka memiliki bukti forensik yang menghubungkan Kim dengan kejahatan tersebut, termasuk selimut yang membungkus jenazah korban. Polisi mengatakan Kim mengungkapkan kepada seorang kenalannya bahwa ia mungkin telah “memukul seorang pelacur sampai mati''.
Kim mengatakan ia tidak bersalah. Ellis mengatakan mantan pacar Kim, yang memiliki koneksi Partai Komunis China, bertanggung jawab atas kejahatan tersebut. [ab/lt]