"Barack Obama adalah Presiden terburuk dalam sejarah". Pernyataan negatif seperti ini banyak menghiasi iklan-iklan politik selama kampanye menjelang pemilu sela AS 2 November. Meski pemilihan kali ini adalah untuk memilih anggota Kongres (DPR dan Senat) dan nama Barack Obama tidak tercantum dalam kertas suara, namun banyak iklan tetap menjadikannya sasaran dalam upaya menjatuhkan kandidat-kandidat partainya, Partai Demokrat.
Diperkirakan sekitar 3 milyar dolar dihabiskan untuk belanja iklan politik di seluruh Amerika. Sebagian besar anggaran ini dihabiskan untuk membeli jam tayang di stasiun televisi. Mayoritas iklan ini bernada negatif, menjatuhkan lawan dengan berbagai taktik kotor, bahkan serangan pribadi.
Sharon Angle, kandidat Senat negara bagian Nevada dari Partai Republik misalnya, menggunakan foto lawan politiknya Harry Reid yang tengah berpose dengan seorang foto model, dan menggambarkannya sebagai seorang lelaki hidung belang.
Begitu umumnya iklan negatif, hingga kandidat yang semula menjalankan kampanye bersihpun akhirnya tergoda untuk menjatuhkan lawan politiknya dengan iklan negatif. Menurut Profesor Komunikasi Boston University Tobe Berkovitz, "Biasanya kandidat yang main bersih cemas melihat popularitas polling mereka merosot akibat kampanye negatif sehingga mereka membalas. Sulit sekali untuk bermain bersih."
Berbagai taktik iklan kampanye dilakukan untuk menjatuhkan lawan politik, mulai dari mengorek kehidupan pribadi, hingga memberi aneka label negatif. Alan Grayson, anggota kongres Demokrat asal Florida, menuduh lawan politiknya Daniel Webster ingin menerapkan fundamentalisme radikal di daerahnya dan menyebutnya sebagai seorang Taliban. Sementara di California, di mana tingkat pengangguran mendekati 10 persen, iklan Senator Barbara Boxer menggambarkan betapa di saat warga California kena PHK, lawan politiknya Carly Fiorina menciptakan lapangan kerja bagi rakyat China ketika ia masih menjabat sebagai CEO perusahaan Hewlett-Packard.
Kampanye negatif ini dilakukan oleh politisi dari kedua partai, baik Partai Republik selaku oposisi maupun Partai Demokrat yang berkuasa.