Mulai dari Rusia sampai Iran, dari perdagangan Pasifik sampai proliferasi nuklir dan perubahan iklim, calon-calon kabinet Trump mengutarakan kebijakan yang sangat berbeda dibandingkan kandidat Trump.
Banyak dari ketidak sepakatan itu meliput isu-isu yang diutarakan pebisnis New York itu ketika berkampanye, dan hal ini menimbulkan keraguan apakah Trump akan memerintah sebagai seorang populis dan bukan sebagai orang dalam Partai Republik.
“Tidak biasa bahwa calon kabinet mengungkapkan ketidak-sepakatan mereka dengan Presiden secara sedemikian terbukanya,” kata Larry Sabato, direktur Center for Politics at University of Virginia.
Sehubungan dengan Rusia misalnya, calon-calon untuk Departemen Luar Negeri, Pertahanan, dan CIA bersikap lebih keras dibandingkan presiden terpilih, yang mengirim cuitan pada 6 Januari yang mengatakan, “hanya orang bodoh berpendapat bahwa hubungan baik dengan Rusia adalah buruk.”
Malahan Jenderal Purnawirawan James Mattis, pilihan Trump untuk Menhan, menyebut Rusia sebagai salah satu dari tiga musuh terbesar Amerika. “Saya berpendapat, Amerika dihadapkan pada serangan terbesar sejak PD II,” kata Jenderal Mattis ketika bersaksi dihadapan Komite Angkatan Bersenjata Senat.
“Rusia melakukan invasi ke Ukraina, termasuk mencaplok Krimea, dan mendukung pasukan Suriah yang secara kejam melanggar aturan perang,” kata calon menlu Rex Tillerson. [jm]