Tautan-tautan Akses

Kanker Jadi Pembunuh Nomor Satu di Negara Maju


Seorang pasien kanker bersiap menyantap makan siangnya di sebuah rumah sakit di Leon Berard di Lyon, 10 September 2018. (Foto: AFP)
Seorang pasien kanker bersiap menyantap makan siangnya di sebuah rumah sakit di Leon Berard di Lyon, 10 September 2018. (Foto: AFP)

Kanker telah menjadi penyebab nomor satu kematian di negara-negara maju, menggeser penyakit jantung, berdasarkan hasil dua survei global terhadap tren kesehatan yang dilaksanakan selama satu dekade. Dua survei tersebut dirilis Selasa (3/9/2019), kantor berita AFP melaporkan.

Data tersebut menunjukkan bahwa penyakit jantung masih menjadi penyebab terbanyak kematian di antara dewasa paruh baya secara global. Kematian akibat penyakit jantung menyumbang lebih dari 40 persen kematian.

Penyakit tersebut dikatakan juga bertanggung jawab terhadap sekitar 17,7 juta kematian pada 2017.

Namun, berdasarkan hasil penelitian kembar yang dipublikasikan oleh jurnal medis The Lancet, kanker di negara-negara maju kini membunuh lebih banyak orang ketimbang penyakit jantung.

“Dunia sedang menyaksikan sebuah transisi epidemi baru di antara berbagai kategori penyakit tak menular, dengan penyakit jantung yang tak lagi menjadi penyebab utama kematian di negara-negara berpendapatan tinggi,” terang Gilles Deganais, seorang profesor emeritus Universitas Laval, Quebec, Kanada.

Ia mengatakan penelitian timnya menunjukkan bahwa kanker menjadi penyebab kematian terbanyak kedua di dunia pada 2017, menyumbang hanya seperempat atau 26 persen dari semua kematian.

Deganais mengatakan bahwa seiring dengan penurunan angka penyakit jantung secara global, kanker bisa jadi penyebab utama kematian di seluruh dunia “dalam beberapa dekade lagi”.

Penelitian itu dilakukan terhadap lebih dari 160.000 orang dewasa di negara dengan pendapatan tinggi, menengah, dan rendah dalam kurun waktu 10 tahun. Hasil studi membuktikan masyarakat di negara miskin rata-rata 2,5 kali lebih berisiko meninggal akibat penyakit jantung ketimbang mereka dari negara makmur.

Sebaliknya, penelitian ini menemukan penyakit tak menular seperti kanker dan pneumonia lebih jarang diderita orang-orang di negara berpendapatan rendah ketimbang negara makmur.

Penelitian kedua, yang juga dilaksanakan peneliti Kanada, dan pengamatan terhadap data pasien dari 21 negara yang sama, menemukan bahwa “faktor risiko yang dapat dikontrol” menyumbang 70 persen kasus penyakit jantung di dunia.

Mereka menjelaskan bahwa faktor-faktor ini termasuk diet dan faktor perilaku serta sosial-ekonomi.

Faktor risiko metabolik – kolesterol tinggi, obesitas, atau diabetes – menyebabkan lebih dari 40 persen penyakit jantung secara keseluruhan, dan sejauh ini menjadi penentu terbesar penyakit di negara-negara yang lebih makmur.

Namun, ada juga hubungan yang kuat antara penyakit jantung di negara-negara berkembang dan polusi udara rumah tangga, diet yang buruk, dan tingkat pendidikan yang rendah.

“Sebuah perubahan dalam tindakan penanganan dibutuhkan untuk mengurangi dampak besar penyakit jantung yang tidak proporsional di negara dengan pendapatan rendah dan menengah,” ungkap Salim Yusuf, profesor kedokteran Universitas McMaster.

“Pemerintah di negara-negara ini perlu memulai investasi dengan porsi lebih besar dari produk domestik brutonya dalam mencegah dan memantau penyakit tak menular, termasuk penyakit jantung, ketimbang terlalu besar fokus pada penyakit menular.” [ga/ft]

XS
SM
MD
LG