Laporan 'Freedom House' itu mengatakan, dalam 12 tahun terakhir kebebasan media di seluruh dunia terus merosot.
Jennifer Dunham dari Freedom House mengutip beberapa alasan utama kemerosotan tersebut.
"Salah satunya, meningkatnya kekerasan dalam berbagai bentuk terhadap wartawan di seluruh dunia. Dan alasan utama lain adalah meningkatnya polarisasi, atau keberpihakan, dalam berbagai jenis lingkungan media yang berbeda," ungkap Jennifer.
Para pemilik media yang kuat dan kelompok-kelompok pemberontak bersenjata menekan wartawan untuk memihak pada satu sisi politik. Penguasa otoriter dan ekstremis menindak keras peliputan independen. Topik yang paling berbahaya adalah kejahatan terorganisasi, korupsi, pengembangan lahan, agama dan kedaulatan yang disengketakan.
Peliputan dari wilayah konflik telah menjadi begitu mematikan sehingga sulit untuk memperoleh informasi dari kawasan-kawasan itu.
"Kita melihat wartawan di Suriah dan Irak harus mempertaruhkan nyawa mereka untuk memperoleh berita jenis apapun. Dan, Anda tahu, Suriah adalah negara dengan jumlah kematian wartawan paling tinggi pada tahun 2015, yaitu 14 orang," tambah Jennifer.
Nyawa wartawan juga terancam di negara-negara yang dilanda kejahatan seperti Meksiko dan beberapa negara Amerika Tengah, di mana pemerintah daerah disuap oleh kartel-kartel narkoba yang sangat kuat.
Banyak negara membatasi akses ke situs-situs internet yang dapat menimbulkan citra buruk terhadap pemerintah mereka. China sekarang ini memiliki jumlah paling besar wartawan yang meringkuk dalam penjara, dan ada pengawasan semakin ketat terhadap peliputan mengenai perekonomian dan bidang-bidang lain yang sebelumnya dianggap aman.
Sementara, Sarah Repucci dari Freedom House menjelaskan, "Ada larangan pemerintah untuk meliput topik-topik tertentu. Wartawan tetap meliputnya atau melakukan peliputan investigatif mengenai suatu isu tertentu yang tabu, seperti korupsi oleh orang-orang berkuasa."
Beberapa negara seperti Rusia, memblokir akses ke media asing di daerah-daerah di bawah kekuasaan mereka, dalam upaya memaksakan berita versi mereka sendiri dalam topik seperti keterlibatan Moskow di Ukraina timur. Laporan itu mengatakan, anggota media di seluruh dunia menolak untuk diberangus, meskipun mereka menghadapi bahaya dan ancaman. [ps/ds]