Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika meminta pemerintah untuk memastikan semua produsen minyak goreng mendapatkan minyak sawit (CPO) dengan harga domestik (Domestic Price Obligation). Caranya yaitu dengan mengintegrasikan produsen minyak sawit dengan produsen minyak goreng.
Ia beralasan tidak semua produsen minyak goreng mendapat minyak sawit dengan harga domestik. Ini mengakibatkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor belum memberikan implikasi yang signifikan pada ketersediaan minyak goreng dengan harga eceran tertinggi.
"Caranya harus dikawinkan antara semua produsen minyak goreng ini dengan semua produsen CPO yang punya kewajiban menyisihkan 20 persen volume ekspor," jelas Yeka secara daring, Jumat (25/6/2022).
Yeka menambahkan jenis minyak goreng yang perlu dipastikan ketersediaannya adalah minyak goreng jenis curah. Sebab jenis ini banyak dikonsumsi oleh usaha kecil dan mikro serta rumah tangga berpendapatan rendah.
Ia mengingatkan pemerintah agar segera mengambil langkah strategis jangka pendek supaya minyak goreng HET dapat segera dinikmati masyarakat secara merata. Sebab mayoritas warga Islam akan memasuki bulan Ramadhan dan Hari Raya Idulfitri. Ombudsman juga akan terus melakukan pemantauan harga minyak goreng hingga stabil sesuai yang ditetapkan oleh pemerintah.
"Produsen yang menghasilkan minyak curah harus diprioritaskan sehingga nanti di pasar, harga minyak curah sesuai HET yaitu Rp11.500," tambahnya.
Penyesuaian Kebijakan Baru
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurrachman menilai kelangkaan minyak goreng dengan HET karena pasar sedang dalam masa penyesuaian kebijakan pemerintah yang baru. Akibatnya, sejumlah produsen masih mencari bahan baku yang sesuai dengan harga domestik.
Karena itu, ia sependapat dengan Ombudsman yang mendorong pemerintah untuk mempertemukan produsen minyak sawit dengan minyak goreng. Terutama eksportir yang memiliki kewajiban memenuhi pasokan 20 persen untuk pasar domestik (Domestic Market Obligation /DMO).
Selain itu, kata dia, pemerintah juga perlu menyiapkan rantai pasokan minyak goreng dengan harga HET dengan melibatkan pihak yang memiliki pengalaman dalam distribusi bahan pangan.
"Misalnya kita bisa manfaatkan BUMN seperti Bulog yang sudah memiliki pengalaman dalam menyalurkan bahan pangan untuk masyarakat bawah," tambahnya.
Eddy menilai menjelaskan jumlah produksi CPO Indonesia pada 2021 mencapai 46.88 juta metrik ton, 18,42 juta metrik ton di antaranya untuk kepentingan domestik. Rinciannya untuk bahan baku minyak goreng 8,95 juta metrik ton dan biodiesel 7,34 juta metrik ton untuk keperluan domestik. Sisanya, CPO yang diekspor sebanyak 34,234 juta metrik ton.
Kemendag Intensifkan Koordinasi dengan Pemda
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi melalui keterangan pers mengatakan, kementerian terus melakukan komunikasi dengan pemerintah daerah untuk memastikan kelancaran distribusi minyak goreng. Koordinasi tersebut untuk merespons kendala-kendala yang terjadi di masyarakat.
“Kami ingin memastikan kelancaran pasokan minyak goreng dapat kita wujudkan bersama. Untuk itu koordinasi dengan dinas perdagangan di daerah sangat penting untuk memastikan upaya ini terlaksana dengan baik," jelas Lutfi melalui keterangan pers, Kamis (24/2/2022).
Kementerian perdagangan juga akan melanjutkan operasi pasar minyak goreng curah dan kemasan secara serempak di seluruh provinsi di Indonesia hingga menjelang Lebaran 2022. Kemendag mengancam akan mengambil tindakan tegas jika menemukan tindakan penimbunan minyak goreng.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menerbitkan Permendag Nomor 8 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Permendag Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor memberlakukan DMO dan DPO pada crude palm oil, refined, bleached, and deodorized palm olein dan used cooking oil. Eksportir diwajibkan memasok 20 persen dari volume ekspor CPO dan produk turunan untuk pasar domestik. Sedangkan harga DPO untuk CPO Rp9.300 per kilogram dan untuk olein Rp10.300 per kilogram. [sm/em]