Tautan-tautan Akses

Kebutuhan Khusus Perempuan Di Penampungan, Sudahkah Terpenuhi?


Seorang wanita memandikan anaknya di tempat penampungan sementara di Palu, Sulawesi Tengah, 4 Oktober 2018 (foto: AP Photo/Tatan Syuflana)
Seorang wanita memandikan anaknya di tempat penampungan sementara di Palu, Sulawesi Tengah, 4 Oktober 2018 (foto: AP Photo/Tatan Syuflana)

Setiap kali terjadi bencana, baik gempa bumi, tsunami, banjir atau gunung berapi, maka relawan dan bantuan mengalir dengan cepat ke daerah-daerah yang terkena dampak.

Dalam hitungan hari didirikanlah tempat-tempat penampungan, dapur umum, rumah sakit lapangan dan berbagai fasilitas darurat untuk membantu para korban. Tenda pengungsi, terpal, selimut, alat penerangan, obat-obatan, makanan dan pakaian adalah bantuan yang paling sering dan paling cepat dikirim bagi korban.

Presiden Jokowi memeluk Izrael, berbincang dengan beberapa korban gempa di Palu, Rabu (3/10). (Courtesy: Setpres RI)
Presiden Jokowi memeluk Izrael, berbincang dengan beberapa korban gempa di Palu, Rabu (3/10). (Courtesy: Setpres RI)

Tetapi pernahkah ada yang memikirkan kebutuhan khusus perempuan? Apa ada yang terfikir untuk mengirimkan pembalut, pakaian dalam, popok, keperluan bayi, makanan bayi atau keperluan perempuan dan anak yang lebih spesifik selain makanan dan selimut?

Pengungsi Perempuan Punya Kebutuhan Khusus

“Saya bersyukur dapat menyelamatkan kedua bayi saya,” tutur Teti, pengungsi perempuan yang ditemui VOA di salah satu pos penampungan. Bulan lalu ia baru saja melahirkan bayi kembar. “Tetapi saya sekarang tidak lagi punya popok, baju atau bahkan susu bayi. Harga air minum membubung tinggi. Saya bingung mau kasih apa untuk bayi saya,” tambahnya dengan suara tercekat.

Seorang petugas kepolisian mengamankan pengiriman bahan pangan dan bantuan untuk korban gempa bumi dan tsunami di pelabuhan Pantoloan di Palu, Sulawesi Tengah, 1 Oktober 2018 (foto: Antara)
Seorang petugas kepolisian mengamankan pengiriman bahan pangan dan bantuan untuk korban gempa bumi dan tsunami di pelabuhan Pantoloan di Palu, Sulawesi Tengah, 1 Oktober 2018 (foto: Antara)

Hal senada disampaikan Hikmawati, seorang pengungsi perempuan lain yang berusia 50 tahun dan mengatakan ia sudah tidak punya apa-apa lagi. “Rumah kami di Balaroa tertelan bumi. Kami tidak lagi punya apa-apa, selain baju yang melekat di tubuh kami ini. Disini kami sangat membutuhkan air bersih, obat-obatan, WC, popok dan susu untuk bayi.”

Menurut Syafa Illiyin, relawan Gerakan Rakyat Peduli Bencana yang ketika gempa Lombok, Agustus lalu, ikut berkeliling ke berbagai tempat penampungan, “banyak balita yang demam dan jatuh sakit karena harus tinggal di luar ruangan. Sementara obat yang tersedia sangat minim. Juga susu. Ibu menyusui yang masih stress, tidak mampu memberikan susu kepada bayinya.”

Komnas Perempuan Serukan Otorita Berwenang Untuk Perhatikan Kebutuhan Khusus Perempuan & Kelompok Rentan

Fenomena berulang soal kurangnya, atau bahkan tidak adanya bantuan khusus bagi perempuan, telah mendorong Komnas Perempuan mengeluarkan seruan kepada otorita yang menangani dampak gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, untuk memperhatikan kebutuhan khusus perempuan dan kelompok rentan lain dalam situasi bencana ini. Dalam salah satu pernyataan yang dikeluarkan hari Minggu (30/9), atau dua hari setelah gempa dan tsunami di sebagian Sulawesi Tengah Jum’at lalu (28/9) itu, Komnas Perempuan mengingatkan “sensitivitas pada kebutuhan khusus perempuan yang hamil, melahirkan, menyusui dan menstruasi.”

Seorang anak tertidur di penampungan pengungsi di Palu, Sulawesi tengah, 3 Oktober 2018 setelah terjadinya gempa bumi dan tsunami yang melanda pada tanggal 28 September.
Seorang anak tertidur di penampungan pengungsi di Palu, Sulawesi tengah, 3 Oktober 2018 setelah terjadinya gempa bumi dan tsunami yang melanda pada tanggal 28 September.

Perlu Ada Pemisahan Pos Penampungan Perempuan dan Laki-Laki

Baiq Diyah Ratu Ganefi, relawan yang aktif mendirikan dapur umum ketika gempa di Lombok, sepakat dengan pernyataan Komnas Perempuan itu. Tetapi menurutnya, selain kebutuhan khusus perempuan, para pengungsi perempuan juga membutuhkan pemisahan ruangan, atau ruangan khusus bagi pengungsi perempuan. “Kami menginginkan adanya satu ruangan khusus untuk perempuan karena banyak pengungsian yang menjadi satu laki-laki dan perempuan. Kami juga menginginkan toilet khusus perempuan,” ujar Baiq Diyah, yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah DPD RI Dapil Lombok, NTB ini.

Syafa Illiyin, relawan Gerakan Rakyat Peduli Bencana, juga menyampaikan hal yang sama. “Kebutuhan untuk perempuan yang kami butuhkan lebih kepada kebutuhan dasar, air bersih, jamban yang tertutup, ruangan yang tertutup dan pakaian dalam,” tuturnya.

Komnas Perempuan menilai penataan pengungsian yang aman dan sensitif pada perempuan penting untuk mencegah terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual.

Menurut koresponden VOA di Palu, Yoanes Litha, sejauh ini memang bantuan yang datang umumnya adalah makanan, pakaian, obat-obatan, tenda pengungsi dan selimut. Bisa jadi diantara bantuan itu ada pembalut atau kebutuhan bayi, tetapi menurut sejumlah pengungsi perempuan yang ditemui, hingga kini mereka masih belum mendapat bantuan semacam itu.

Komnas Perempuan Juga Soroti Distribusi Bantuan

Selain kebutuhan khusus perempuan, Komnas Perempuan juga menyoroti soal distribusi bantuan. “Distribusi layanan dan bantuan sedianya berprinsip affirmasi, dimana kelompok rentan mendapat prioritas, baik lanjut usia (lansia), anak, disabilitas, korban yang sakit, termasuk perempuan,” demikian pernyataan tertulis itu. Selama ini memang ada kecenderungan distribusi bantuan dibagikan begitu saja, bahkan dalam kondisi berdesak-desakan, dan mengandalkan kekuatan fisik. Walhasil kelompok yang rentan seperti perempuan, anak-anak, dan orang tua tidak mendapatkan bantuan sebaik kelompok yang kuat lainnya.

Sebuah pusat pertokoan di Palu rusak karena gempa.
Sebuah pusat pertokoan di Palu rusak karena gempa.

Meskipun demikian Komnas Perempuan dan banyak pihak lainnya mengapresiasi langkah cepat pemerintah dan masyarakat sipil dalam menangani korban dan mengupayakan bantuan dalam situasi yang terbatas. “Komnas Perempuan mendorong pemerintah dan masyarakat membangun skema dukungan yang kreatif dan mudah diakses, dengan membuka dan mengaktifkan stok persediaan bahan pangan yang masih ada di daerah sekitar yg tidak terdampak, dengan tanpa mengurangi dukungan dari berbagai penjuru tanah air, yang dikhawatirkan terhambat karena kendala pengiriman,” demikian pernyataan tertulis yang diterima VOA.

Kondisi di Palu Beranjak Pulih

Hingga laporan ini disampaikan bantuan masih terus berdatangan. KM Bukit Siguntang yang bersandar di pelabuhan Pantoloan telah membawa 28,6 ton bantuan, demikian pula kapal KN Kandiwa. Sedikitnya tujuh dapur umum telah didirikan dan upaya mendapatkan air bersih telah digiatkan dengan mendatangkan mobil tangki air dan membuat sumur bor baru.

Menurut data terbaru yang dirilis BNPB hari Kamis (4/10), akses jalan Palu-Donggala, Palu-Poso dan Palu-Mamuju kini sudah dibuka. Kondisi listrik di Palu mulai pulih karena dari tiga pembangkit listrik yang ada, satu pembangkit (PLTD Silae), satu unit pembangkit perbaikan (PLTU Mpanau) dan satu unit pembangkit transfer (PLTA Poso) sudah mulai berfungsi. Dari tujuh gardu induk yang ada, dua gardu di Poso dan Pamona, juga sudah beroperasi kembali.

Bandara Mutiara Sis Al-Jufri sudah mulai melayani penerbangan komersil secara terbatas, demikian pula pelabuhan Pantoloan. Jalur komunikasi sudah berfungsi sekitar 49%, demikian pula pasokan BBM. Empat kapal tanker yang membawa sekitar 11,2 juta liter berbagai jenis BBM akan merapat di Donggala, juga kapal MT Karmila yang mengangkut 1,2 juta liter premium. [em]

Recommended

XS
SM
MD
LG