Presiden Amerika Donald Trump mengatakan telah membatalkan perundingan rahasia yang sedianya dilangsungkan dengan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dan “sejumlah pemimpin utama Taliban” di Camp David, hari Minggu ini (8/9).
Trump, dalam serangkaian cuitan Sabtu malam (7/9), menjelaskan bahwa ia segera membatalkan rencana pertemuan di tempat istirahat presiden yang terletak di negara bagian Maryland itu pasca ledakan sebuah bom mobil di Kabul yang menewaskan 12 orang, termasuk seorang tentara Amerika.
Trump mengatakan Taliban melakukan serangan itu “untuk menciptakan kekuatan tawar menawar yang semu.”
Presiden menambahkan, “Jika Taliban tidak dapat menyetujui gencatan senjata selama pembicaraan damai yang sangat penting ini, dan bahkan menewaskan 12 orang yang tidak bersalah, maka mungkin mereka tidak punya otorita untuk merundingkan suatu perjanjian yang bermakna. Berapa puluh tahun lagi mereka hendak bertempur.”
Cuitan Trump itu sama sekali tidak diduga menjelang perundingan yang merupakan kelanjutan dari perundingan di Doha beberapa jam sebelumnya antara pejabat-pejabat Amerika dan Taliban.
Ketua Eksekutif dan Presiden American University of Afghanistan David Sedney mengatakan Taliban semula menggambarkan perundingan itu sebagai hal yang sangat positif. “Ada satu kesenjangan, kesenjangan besar” di antara pejabat-pejabat Amerika, ujar Sedney pada VOA.
“Orang-orang yang saya ajak bicara melihat gelombang serangan Taliban baru-baru ini sebagai signyal yang jelas dari Taliban bahwa mereka menginginkan kemenangan militer, dan dalam konteks itu banyak warga Afghanistan yang menilai perjanjian penarikan mundur Amerika itu sebagai kemenangan militer karena ini merupakan langkah menuju perdamaian, sehingga kemudian Taliban akan menyetujui gencatan senjata segera.”
Perundingan untuk mencapai perjanjian perdamaian itu sudah berlangsung beberapa bulan diantara para diplomat Amerika dan Taliban, yang menolak seruan gencatan senjata.
Cuitan Trump mengungkap adanya perundingan rahasia yang direncanakan dan pembatalan yang dilakukannya mencengangkan para analis.
Perjanjian damai, yang diperkirakan melibatkan penarikan 14.000 tentara Amerika di Afghanistan itu, berpotensi mengakhiri perang terlama dalam sejarah Amerika.
Diperkirakan sekitar 150.000 orang – termasuk 40.000 warga sipil – telah tewas di Afghanistan sejak tahun 2001, ketika invasi pimpinan Amerika berhasil menggulingkan Taliban dari kekuasaannya di Kabul, di mana kelompok militan itu menyediakan lokasi pengungsian bagi Al Qaeda dan Osama bin Laden, yang bertanggungjawab dalam serangan teroris 11 September 2001 di Amerika.
Pejabat-pejabat Amerika yang dihubungi VOA menolak mengomentari cuitan presiden. (em/jm)