Peristiwa-peristiwa serupa juga diadakan di kedutaan-kedutaan besar Amerika di seluruh dunia. Desakan untuk meningkatkan hak LGBT itu dilakukan setelah dicapai beberapa kemenangan para penganjur hak kaum gay di Amerika selama setahun ini.
Ini termasuk keputusan Presiden Amerika Barack Obama untuk mencabut kebijakan “Don’t Ask, Don’t Tell” yang mempertahankan kaum gay tetap bertugas secara terbuka dalam kemiliteran Amerika, dan dukungannya secara umum bagi perkawinan sesama jenis bulan ini.
John Haynes, pejabat hubungan masyarakat di kedutaan Amerika, membuka acara tersebut.
“Pemerintah Amerika telah menjelaskan bahwa mendorong hak asasi bagi orang-orang LGBT menjadi pusat kebijakan HAM kami, di seluruh dunia, dan penting bagi pelaksanaan kebijakan luar negeri Amerika,” demikian kata Haynes dalam pidatonya.
Bulan Desember lalu di Jenewa, Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton berpidato di PBB, dalam memperingati Hari HAM Internasional. Ia menyerukan konsensus dalam mengakui hak asasi warga negara yang lesbian, gay, biseksual dan trans-gender.
“Sebagian orang mengatakan bahwa hak orang-orang gay dan hak asasi manusia berbeda, dan jelas, tetapi sebenarnya hak-hak itu satu dan sama. Seperti sebagai perempuan, dan menjadi golongan berdasarkan ras, agama, suku dan etnik, menjadi LGBT tidak menjadikan orang kurang bersifat manusia, oleh karena itu, hak orang-orang gay adalah juga hak asasi manusia, dan hak asasi manusia adalah hak orang-orang gay,” demikian bagian dari pidato Hillary Clinton ketika itu.
Peristiwa-peristiwa “Pride” atau “kebanggaan” dirayakan bulan ini untuk memperingati huru-hara Stonewell di kota New York akhir Juni 1969, yang secara luas dianggap sebagai permulaan gerakan perjuangan hak kaum gay.
Di Amerika, bulan Juni ini penuh dengan acara pawai dan acara-acara terbuka yang mendukung hak orang-orang gay. Di Nairobi, kedutaan Amerika mengadakan pertemuan yang hanya mengundang sedikit peserta untuk memperkenalkan “Gay Pride” di Kenya.
Ada keprihatinan sekitar reaksi masyarakat terhadap acara tersebut, karena budaya Kenya tidak menyetujui homoseksual dan tindakan homoseksual dapat dihukum menurut undang-undang negara itu.
Dalam sebuah laporan HAM tahun 2011, Departemen Luar Negeri Amerika mendapati bahwa orang-orang LGBT di Kenya mengalami diskriminasi, penahanan oleh polisi, pengusiran, dan dilecehkan dengan pesan- pesan anti gay lewat sms.
Tetapi, MaqC Gitau, pemimpin umum Koalisi Gay dan Lesbian Kenya, mengatakan, peristiwa hari Selasa itu berlangsung tenang, dan bersejarah.
Para aktivis HAM dan diplomat yang hadir dalam acara di kedutaan Amerika Selasa pagi itu merupakan bagian dari koalisi yang memperjuangkan hak LGBT di Kenya.
Ini termasuk keputusan Presiden Amerika Barack Obama untuk mencabut kebijakan “Don’t Ask, Don’t Tell” yang mempertahankan kaum gay tetap bertugas secara terbuka dalam kemiliteran Amerika, dan dukungannya secara umum bagi perkawinan sesama jenis bulan ini.
John Haynes, pejabat hubungan masyarakat di kedutaan Amerika, membuka acara tersebut.
“Pemerintah Amerika telah menjelaskan bahwa mendorong hak asasi bagi orang-orang LGBT menjadi pusat kebijakan HAM kami, di seluruh dunia, dan penting bagi pelaksanaan kebijakan luar negeri Amerika,” demikian kata Haynes dalam pidatonya.
Bulan Desember lalu di Jenewa, Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton berpidato di PBB, dalam memperingati Hari HAM Internasional. Ia menyerukan konsensus dalam mengakui hak asasi warga negara yang lesbian, gay, biseksual dan trans-gender.
“Sebagian orang mengatakan bahwa hak orang-orang gay dan hak asasi manusia berbeda, dan jelas, tetapi sebenarnya hak-hak itu satu dan sama. Seperti sebagai perempuan, dan menjadi golongan berdasarkan ras, agama, suku dan etnik, menjadi LGBT tidak menjadikan orang kurang bersifat manusia, oleh karena itu, hak orang-orang gay adalah juga hak asasi manusia, dan hak asasi manusia adalah hak orang-orang gay,” demikian bagian dari pidato Hillary Clinton ketika itu.
Peristiwa-peristiwa “Pride” atau “kebanggaan” dirayakan bulan ini untuk memperingati huru-hara Stonewell di kota New York akhir Juni 1969, yang secara luas dianggap sebagai permulaan gerakan perjuangan hak kaum gay.
Di Amerika, bulan Juni ini penuh dengan acara pawai dan acara-acara terbuka yang mendukung hak orang-orang gay. Di Nairobi, kedutaan Amerika mengadakan pertemuan yang hanya mengundang sedikit peserta untuk memperkenalkan “Gay Pride” di Kenya.
Ada keprihatinan sekitar reaksi masyarakat terhadap acara tersebut, karena budaya Kenya tidak menyetujui homoseksual dan tindakan homoseksual dapat dihukum menurut undang-undang negara itu.
Dalam sebuah laporan HAM tahun 2011, Departemen Luar Negeri Amerika mendapati bahwa orang-orang LGBT di Kenya mengalami diskriminasi, penahanan oleh polisi, pengusiran, dan dilecehkan dengan pesan- pesan anti gay lewat sms.
Tetapi, MaqC Gitau, pemimpin umum Koalisi Gay dan Lesbian Kenya, mengatakan, peristiwa hari Selasa itu berlangsung tenang, dan bersejarah.
Para aktivis HAM dan diplomat yang hadir dalam acara di kedutaan Amerika Selasa pagi itu merupakan bagian dari koalisi yang memperjuangkan hak LGBT di Kenya.