Pada Ramadan kedua di tengah pandemi virus corona, masjid-masjid di Amerika Serikat mulai kembali membuka pintu mereka bagi umat Muslim yang ingin beribadah di masjid. Berbagai program Ramadan juga diselenggarakan untuk menyemarakkan momen istimewa setahun sekali itu. Akan tetapi, semuanya digelar dengan berbagai pembatasan.
Di masjid komunitas Muslim Indonesia di area Washington DC, IMAAM Center, kegiatan salat Tarawih berjamaah baru bisa diikuti maksimal 200 laki-laki dewasa dengan penerapan protokol kesehatan, seperti mengenakan masker, menjaga jarak dan pemberian disinfektan di titik-titik publik, karena keterbatasan ruang. Agenda iftar alias buka puasa bersama pun kembali absen untuk meminimalisir potensi penularan virus corona.
Sementara itu, program Ramadan seperti kajian Al-Qur’an dan beragam lomba anak-anak pada akhirnya digelar secara virtual sebulan penuh. Namun, panitia Ramadan IMAAM optimistis sambutan warga Muslim akan tetap hangat seperti tahun-tahun sebelumnya, termasuk Ramadan lalu ketika pandemi baru dimulai.
Malik Basri, koordinator program Ramadan IMAAM Center, mengatakan, “Alhamdulillah respons dan antusiasme dari masyarakat dengan adanya (program) virtual ini, kan justru sangat memudahkan bagi mereka semua. Dan banyak yang hadir dan juga mengikuti kajian-kajian online di acara IMAAM Center," ujarnya. "Khususnya di kajian subuh yang hingga saat ini masih diteruskan […] hingga masuk ke Ramadan berikutnya, dan itu partisipasinya bisa sampai 150 hingga 200 orang. Akhirnya (justru) banyak program-program baru timbul dari tahun sebelumnya.”
Ramadan ini, masjid yang berdiri sejak tahun 2014 itu menggelar berbagai program, termasuk sesi membaca kisah nabi dan rasul bagi anak-anak, serta kelas memasak yang semuanya dilakukan secara virtual.
Setali tiga uang, pembatasan aktivitas Ramadan di masjid juga diberlakukan Muslim Community of the Western Suburbs (MCWS) Detroit, Michigan. Tahun ini, karena keterbatasan kapasitas masjid untuk mengakomodasi social distancing, pengelola menawarkan dua sesi salat Tarawih di dua gedung yang mereka miliki. Bedanya dengan IMAAM Center, di sini jamaah perempuan dipersilakan mengikuti Tarawih berjamaah, meski anak-anak di bawah usia 13 tahun tetap tidak diizinkan bergabung.
Haaris Ahmad, presiden MCWS, mengaku pembatasan jamaah itu bukanlah keputusan mudah. “Rasanya menyakitkan harus menolak jamaah masuk, sungguh membuat hati kita sedih. […] Itu satu perbedaan besarnya, keluarga tidak bisa hadir lengkap. Biasanya ada pedagang es krim, makanan, dan berbagai kegiatan lain, karena kita ingin anak-anak mencintai pengalaman (Ramadan) dan mereka memang sungguh menikmati itu, mereka menantikan momen datang ke masjid,” tuturnya.
Terlepas dari berbagai pembatasan, demi Ramadan yang lebih khidmat, pengelola MCWS juga membuka klinik vaksinasi COVID-19 sejak sebelum Ramadan. Alasannya, agar umat Muslim bisa fokus beribadah selama bulan suci dan tidak larut dalam perdebatan soal vaksin COVID-19, dari perkara boleh-tidak vaksinasi saat berpuasa hingga soal halal-haram vaksin itu sendiri. Setidaknya, sekitar seribu orang telah divaksinasi di klinik vaksin MCWS.
“Kita tahu lah seperti apa komunitas kita, umumnya, meski mereka tidak khawatir tentang aturan fikih (soal vaksinasi saat berpuasa) dan semacamnya, tujuan kami lebih ke bagaimana kita bisa fokus (ibadah Ramadan) dan tidak mengkhawatirkan soal ini. Makanya kami menjadwalkan (vaksinasi), kami benar-benar mendorong pembukaan klinik vaksin ini, kami bekerjasama dengan farmasi lokal, Rite-Aid, dan alhamdulillah bisa menggelarnya. Anda harus melihat wajah mereka (yang ikut vaksinasi di sini), mereka sangat senang, berkaca-kaca, karena akhirnya bisa mendapat vaksin," jelas Haaris.
Seperti Haaris, Malik pun berharap Ramadan di tengah pandemi ini tidak mengurangi kekhusyukan, esensi dan kemeriahan bulan suci. Ia berharap, “Kita dapat membuat suasana Ramadan ini berarti dengan segala kegiatan-kegiatan yang ada, dan Insya Allah dakwah yang ingin kita sampaikan ini juga tersampaikan kepada masyarakat, khususnya di DMV area.” [rd/uh]