JAKARTA —
Dalam paparan catatan akhir tahun kinerja Kejaksaan Agung, Senin (23/12), Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan ada peningkatan dalam penanganan tindak pidana korupsi, dari segi jumlah perkara maupun jumlah uang negara yang diselamatkan.
Menurut Basrief, penyelidikan perkara korupsi pada 2011 mencapai 699 kasus, yang meningkat menjadi 833 pada 2012 dan 1.696 pada 2013. Sedangkan pada tahap penyidikan, ada 1.624 kasus pada 2011, yang kemudian meningkat menjadi 1.401 kasus pada 2012 dan 1.646 kasus pada 2013.
“Untuk tahap penuntutan, 2011 ada 1.425 kasus, 2012 terdapat 1.501, dan ada 1.964 kasus di 2013. Keuangan negara yang diselamatkan tahun 2013 senilai Rp 403,102 milyar dan US$500.000,” ujarnya.
Dana yang dihimpun pada 2012 adalah Rp 302,6 milyar dan $500.000, sedangkan pada 2011 sebesar Rp 198,2 milyar dan $6.760,69.
Hingga November 2013, tambah Basrief, Kejaksaan Agung telah mengeksekusi 815 orang terpidana kasus korupsi untuk menjalani hukuman penjara atas vonis pengadilan.
Ia membantah laporan Koalisi Masyarakat Anti Korupsi yang menyebutkan ada 57 terpidana korupsi yang belum dieksekusi. Menurutnya, dari 57 terpidana, 20 orang terpidana telah dieksekusi, lima terpidana diputus bebas oleh Mahkamah Agung RI, dan dua terpidana lainnya belum berkekuatan hukum tetap.
Basrief menambahkan untuk capaian lainnya di bidang penyelamatan keuangan negara untuk kasus perdata dan tata usaha negara di 2013, Kejaksaan Agung telah berhasil menyita Rp 1,2 Trilyun lebih dan sebidang tanah seluas 13 ribu meter lebih.
Abdul Fickar, pakar hukum dari Universitas Trisakti, mengatakan bahwa dalam penanganan kasus korupsi, Kejaksaan Agung hanya mampu menjerat koruptor-koruptor yang berskala rendah tapi tidak berani menyentuh koruptor yang merupakan pejabat negara.
“Saya sangat sedih, karena yang dijerat Kejaksaan Agung itu hanya koruptor kecil seperti yang terjadi pada penghulu di Jawa Timur yang memungut gratifikasi sekian juta rupiah. Menurut saya hal itu tidaklah terlalu berpengaruh terhadap keuangan negara. Sementara koruptor besar mereka tidak berani,” ujar Abdul pada VOA.
Abdul Fickar berharap di 2014 mendatang Kejaksaan Agung bisa menjerat koruptor-koruptor kelas kakap dari kalangan manapun meski yang bersangkutan adalah pejabat negara.
Menurut Basrief, penyelidikan perkara korupsi pada 2011 mencapai 699 kasus, yang meningkat menjadi 833 pada 2012 dan 1.696 pada 2013. Sedangkan pada tahap penyidikan, ada 1.624 kasus pada 2011, yang kemudian meningkat menjadi 1.401 kasus pada 2012 dan 1.646 kasus pada 2013.
“Untuk tahap penuntutan, 2011 ada 1.425 kasus, 2012 terdapat 1.501, dan ada 1.964 kasus di 2013. Keuangan negara yang diselamatkan tahun 2013 senilai Rp 403,102 milyar dan US$500.000,” ujarnya.
Dana yang dihimpun pada 2012 adalah Rp 302,6 milyar dan $500.000, sedangkan pada 2011 sebesar Rp 198,2 milyar dan $6.760,69.
Hingga November 2013, tambah Basrief, Kejaksaan Agung telah mengeksekusi 815 orang terpidana kasus korupsi untuk menjalani hukuman penjara atas vonis pengadilan.
Ia membantah laporan Koalisi Masyarakat Anti Korupsi yang menyebutkan ada 57 terpidana korupsi yang belum dieksekusi. Menurutnya, dari 57 terpidana, 20 orang terpidana telah dieksekusi, lima terpidana diputus bebas oleh Mahkamah Agung RI, dan dua terpidana lainnya belum berkekuatan hukum tetap.
Basrief menambahkan untuk capaian lainnya di bidang penyelamatan keuangan negara untuk kasus perdata dan tata usaha negara di 2013, Kejaksaan Agung telah berhasil menyita Rp 1,2 Trilyun lebih dan sebidang tanah seluas 13 ribu meter lebih.
Abdul Fickar, pakar hukum dari Universitas Trisakti, mengatakan bahwa dalam penanganan kasus korupsi, Kejaksaan Agung hanya mampu menjerat koruptor-koruptor yang berskala rendah tapi tidak berani menyentuh koruptor yang merupakan pejabat negara.
“Saya sangat sedih, karena yang dijerat Kejaksaan Agung itu hanya koruptor kecil seperti yang terjadi pada penghulu di Jawa Timur yang memungut gratifikasi sekian juta rupiah. Menurut saya hal itu tidaklah terlalu berpengaruh terhadap keuangan negara. Sementara koruptor besar mereka tidak berani,” ujar Abdul pada VOA.
Abdul Fickar berharap di 2014 mendatang Kejaksaan Agung bisa menjerat koruptor-koruptor kelas kakap dari kalangan manapun meski yang bersangkutan adalah pejabat negara.