Terbentuknya kerjasama Australia, Inggris dan Amerika Serikat atau AUKUS, yang sepakat bekerjasama mengadakan kapal selam bertenaga nuklir bagi Australia mengundang keprihatinan pemerintah Indonesia. Namun menurut pengamat Australia dan Amerika, langkah ketiga negara justru bisa mengimbangi ambisi China yang didukung angkatan lautnya yang masif.
Pengadaan kapal selam bertenaga nuklir bagi Australia, sebagai bagian dari kerja sama keamanan trilateral AUKUS bersama Amerika Serikat dan Inggris, mengundang berbagai reaksi di kawasan Asia Pasifik.
Satu Limaye, pengamat Asia Pasifik dari East West Center, mengatakan, “Saya ingin menekankan, ini bukan kapal selam bersenjata nuklir, tapi kapal selam bertenaga nuklir. Ini penting, karena dibandingkan mesin konvensional, yang bertenaga nuklir, daya tahannya lebih lama, lebih senyap dan operasionalnya juga lebih lama.”
Menurut analis, patut ditekankan perbedaan kapal selam bertenaga nuklir dengan kapal selam bersenjata nuklir, seperti yang dimiliki Amerika dan Rusia.
Greg Fealy, pengamat politik Indonesia dari Australian National University, menuturkan, "Menurut pemerintah, tidak ada rencana apapun untuk dapat, misalnya, rudal nuklir. Jadi, missiles dan sebagainya, mereka konvensional. Pemerintah menyatakan bahwa mereka tidak akan membangun nuklir power – eh, pembangkit listrik (tenaga) nuklir. Mereka hanya menggarap industri yang diperlukan untuk merawat kapal selam itu. Kalau reaktor nuklir, itu semua diserahkan kepada AS […] karena Australia adalah benua yang besar sekali, kapal selam bernuklir seperti itu lebih efektif untuk melindungi Australia."
Pemerintah Indonesia lewat Kementerian Luar Negeri termasuk yang menyatakan prihatin dengan pengadaan kapal selam bertenaga nuklir bagi Australia. Indonesia mengingatkan kembali komitmen Australia terhadap non-proliferasi nuklir dan juga keamanan serta stabilitas kawasan Indo-Pasifik.
Meski pejabat ketiga negara AUKUS berkali-kali menekankan aliansi ini tidak ditujukan kepada negara tertentu, sebagian besar analis mengatakan, China-lah yang memicu pembentukan AUKUS.
Kembali, Satu Limaye, “AS, Inggris dan Australia berdalih, China sedang membangun kekuatan angkatan laut yang besar, dan sudah waktunya – mengingat perilaku keras dan agresif China di kawasan – bahwa negara-negara sekutu bisa mencegah China dan tidak membiarkan China bertindak seenaknya di kawasan itu.”
Sebagai negara Indo-Pasifik, Australia pun merasakan langsung kebijakan agresif China. Greg Fealy mengatakan, “Untuk Australia, mereka merasa dibully terus oleh China, oleh Tionghoa. Cukup banyak produk pertanian Australia yang diblok. […] Australia pemerintah pertama yang minta investigasi internasional asal-usul coronavirus, dan itu sangat menjengkelkan pemerintahan Xi. Jadi China dianggap bermusuhan sekarang kepada Australia.”
Menurut Global Fire Power, China memiliki armada angkatan laut terbesar di dunia, dengan dua kapal induk dan tujuh puluh Sembilan kapal selam. Sementara angkatan laut Australia tak memiliki kapal induk dan hanya memiliki enam kapal selam. [rd]