Kelompok-kelompok hak asasi di Afrika telah mengecam hukuman 25 tahun penjara Pengadilan Tinggi Rwanda terhadap Paul Rusesabagina, yang terkenal dalam film Hollywood Hotel Rwanda. Pengadilan, Senin (20/9) memutuskan Rusesabagina dan 20 tersangka lainnya bersalah atas terorisme. Rusesabagina membantah tuduhan itu, dan para kritikus mengatakan penangkapan dan persidangannya tidak memenuhi standar internasional untuk keadilan.
Bahima Macumi melarikan diri ke Kenya lebih dari 20 tahun yang lalu setelah perang saudara Rwanda, tetapi mengikuti persidangan Rusesabagina dengan cermat.
Ia mengatakan Rusesabagina jelas tidak mendapatkan pengadilan yang adil. Ia menambahkan ini menunjukkan pemerintah Rwanda tidak ingin dikoreksi, karena jika itu terjadi, pemerintah setidaknya akan mendengarkan orang yang menyelamatkan lebih dari 1.000 orang ini. Ia mengatakan jika orang yang menyelamatkan lebih dari 1.000 orang disebut teroris, apa yang akan mereka sebut bagi orang yang tidak menyelamatkan siapa pun.
Bagi dunia pada umumnya, Rusesabagina adalah pahlawan karena melindungi warga Tutsi dan Hutu yang rentan di hotel Kigali yang dikelolanya selama genosida Rwanda 1994.
Bagi pemerintah Rwanda, ia adalah ancaman, pengecam keras Presiden Paul Kagame yang diduga mendukung kelompok milisi yang berusaha menggulingkan pemerintah Rwanda.
Para pembela hak asasi manusia mengecam hukuman yang dijatuhkan kepadanya.
Menurut Amnesty International, putusan pengadilan Senin mempertanyakan keadilan sistem peradilan Rwanda dalam hal kasus-kasus penting dan sensitif.
Sarah Jackson wakil direktur regional Amnesty untuk Afrika Timur, Tanduk Afrika dan Danau Besar mengatakan pihaknya menemukan banyak pelanggaran terhadap pengadilan yang adil. Ketidakadilan ini termasuk penyerahannya yang tidak sah ke Rwanda, penghilangan paksa pada awal kasus dan Rusesabagina sejak awal tidak bisa memilih pengacaranya sendiri. Semua yang terjadi selama periode praperadilan ini berdampak pada keadilan persidangan itu sendiri.
Rusesabagina memiliki waktu 30 hari untuk mengajukan banding atas hukumannya, tetapi kelompok hak asasi meragukan hakim bisa membuat keputusan yang tidak memihak atas kasus tersebut.
Lewis Mudge dari Human Rights Watch menyayangkan kasus ini telah menjadi kasus simbolis di Rwanda yang benar-benar menyoroti kurangnya independensi dalam peradilan. Ia mengatakan sulit bagi organisasinya untuk mengatakan banding harus dilakukan atau akan ada banding karena itu akan menyiratkan tingkat kepercayaan pada sistem peradilan yang saat ini ada di Rwanda.
Rusesabagina mengatakan ia ditipu untuk pergi ke Rwanda pada Agustus 2020. Ia terbang dari Dubai yang diyakininya menuju Burundi, tapi penerbangannya mendarat di Kigali, di mana ia langsung ditangkap.
Ia diadili bersama 20 orang lainnya pada Februari. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, Senin, mengatakan kurangnya pengadilan yang bebas dalam kasus Rusesabagina menimbulkan pertanyaan tentang keputusan yang adil. Jaksa Rwanda bersikukuh persidangan itu adil. [my/ka]