Human Rights Watch pada Senin (29/7) menuduh kelompok paramiliter yang berperang melawan militer dalam perang saudara di Sudan, melakukan kekerasan seksual yang merajalela. Kekerasan itu dilakukan terhadap perempuan, termasuk pemerkosaan massal dan pemaksaan perkawinan anak perempuan.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional yang melakukan penelitian dan advokasi hak-hak asasi manusia (HAM) itu juga menuduh militer melakukan kekerasan seksual.
LSM yang berbasis di New York itu, dalam sebuah laporan yang dirilis Senin, menyerukan agar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Afrika membentuk misi bersama guna melindungi warga sipil di Sudan karena pertempuran selama lebih dari 15 bulan antara militer dan Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF) tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda.
“Pasukan Dukungan Cepat telah memperkosa, memperkosa secara massal, dan memaksa menikahkan perempuan dan anak-anak perempuan yang tidak terhitung jumlahnya di daerah permukiman di ibu kota Sudan,” kata Laetitia Bader, wakil direktur Human Rights Watch untuk Afrika.
Kelompok tersebut menuduh kedua pihak yang bertikai menghalangi akses para penyintas ke perawatan darurat kritis, dan mengatakan militer telah “dengan sengaja membatasi” pengiriman pasokan bantuan kemanusiaan ke daerah-daerah yang dikuasai RSF, termasuk pasokan medis dan pekerja bantuan sejak Oktober tahun lalu.
Sementara itu, RSF telah menjarah pasokan medis dan menduduki fasilitas-fasilitas medis, katanya.
Para anggota RSF juga melakukan kekerasan seksual terhadap penyedia layanan, kata kelompok itu, mengutip responden lokal.
Sudan jatuh ke dalam kekacauan pada April tahun lalu ketika ketegangan yang membara antara militer dan RSF berkembang menjadi pertempuran terbuka di ibu kota, Khartoum, dan di tempat-tempat lain di negara itu.
Pertempuran itu telah menewaskan lebih dari 14.000 orang dan melukai 33.000 lainnya, menurut PBB, tetapi aktivis HAM mengatakan jumlah korban sebenarnya jauh lebih tinggi.
Konflik tersebut telah menciptakan krisis pengungsian terbesar di dunia, dengan lebih dari 11 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka.
Kelompok itu mengatakan pria dan anak laki-laki juga telah diperkosa, termasuk di tahanan.
Baik RSF maupun militer belum menjawab permintaan komentar.
Para pakar internasional memperingatkan bulan lalu bahwa 755.000 orang menghadapi kelaparan dalam beberapa bulan mendatang, dan bahwa 8,5 juta orang menghadapi kekurangan pangan yang ekstrem. [lt/ns]
Forum