Kelompok musik etnik asal Ambon, Kaihulu, belum lama ini tampil dalam festival budaya dan kesenian di negara bagian Kentucky, Amerika Serikat. Tidak hanya membawakan lagu-lagu etnik, Kaihulu juga berkolaborasi dengan kelompok music, The Wheelhouse Rousters, dari Kentucky, dan membawakan lagu-lagu berbahasa Inggris, dengan sentuhan musik tradisional Maluku.
Mark Ufie dari Ambon Music Office, yang juga adalah road manager Kaihulu mengatakan bahwa ide membawa Kaihulu ke Paducah, Kentucky berawal dari kolaborasi secara spontan antara Kaihulu dan The Wheelhouse Rousters dalam acara Jinju World Folk Arts Biennale di Korea Selatan pada akhir tahun 2022. Sejak itu, berbagai persiapan dilakukan secara intensif antara Ambon Music Office yang merupakan kantor representatif kota Ambon sebagai kota kreatif berbasis musik, dengan Yeiser Art Center.
Pihak penyelenggara menanggung semua akomodasi selama kegiatan berlangsung, serta menyediakan tiket kepulangan dari Paducah ke Jakarta. Sedangkan tim Kaihulu menanggung sisa biaya yang dibutuhkan.
“Syukur puji Tuhan gubernur kita memiliki komitmen untuk mendukung dan secara pribadi mendukung keberangkatan kami sehingga memfasilitasi kami untuk mempersiapkan diri dengan lebih baik,” ujar Mark Ufie kepada VOA belum lama ini.
“Di samping itu, melalui skema pendanaan Dana Indonesiana FBKIB, kami mendapat sponsor untuk uang saku, kemudian tiket keberangkatan beberapa anggota kami dan juga tiket domestik,” tambahnya.
Dalam ajang Lower Town Arts & Music Festival, Kaihulu tampil membawakan lagu-lagu daerah Maluku, serta lagu berbahasa Inggris, bersama band The Wheelhouse Rousters. Mereka juga menyanyikan lagu berjudul “Song For peace,” yang khusus diciptakan oleh direktur Ambon Music Office, Ronny Loppies.
Selain tampil dalam acara festival, Kaihulu melakukan beberapa jamming session, rekaman beberapa lagu di studio, berbicara di kampus Paducah School of Art & Design, serta berkesempatan untuk mengenal lebih akrab masyarakat di sana. Hal ini memberikan kesan tersendiri bagi Jonah Gledy Marshal Quezon atau Celo, salah seorang personil Kaihulu.
“Kami bisa rekaman di Paducah, di Amerika, lagu “Song For Piece” yang diciptakan bapak Ronny Loppies. Kemudian ditambah dengan hospitality dari para panitia dan orang-orang di sana, mereka sangat ramah-ramah dengan kita, sangat welcome. Kami benar-benar merasakan seperti keluarga di Amerika,” jelas Celo.
Bukan hanya terhibur dengan penampilan musiknya, warga Paducah juga terkesan dengan keramahan rombongan dari Maluku ini.
“Merupakan pengalaman luar biasa bertemu Kaihulu minggu ini. Kami bergembira, mereka telah menjadi duta yang luar biasa bagi Ambon dan Indonesia. Mereka adalah penyanyi hebat, orang-orang yang menyenangkan dan warga Paducah mencintai mereka, kata Tony Tilton, warga Paducah yang hadir di festival tersebut.
Lexie Millikan, Direktur Eksekutif Yeiser Art Center, mengatakan kehadiran Kaihulu membuka mata masyarakat Paducah akan kekayaan budaya musik Indonesia.
“Sungguh menakjubkan melihat bagaimana mereka terhubung dengan komunitas di sini, dan membuka mata orang-orang terhadap musik dari Indonesia yang benar-benar tidak akan mereka dengar jika bukan karena Kaihulu datang ke Paducah dan berkolaborasi dengan musisi di sini,” ujar Lexie Millikan.
Pada bulan Oktober 2019, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menetapkan kota Ambon, Maluku, sebagai salah satu kota kreatif berbasis musik. Paducah sudah lebih dulu ditetapkan UNESCO sebagai kota kreatif, pada 2013.
“Kedua kota kreatif Ambon dan Paducah melalui vocal point-nya masing-masing sepakat untuk menjadikan Kaihulu sebagai bagian dari festival ini di tahun yang akan datang. Diharapkan segala support dan persiapan dapat dilakukan lebih matang lagi hingga kolaborasi ini tetap berlanjut di tahun-tahun mendatang,” pungkas Mark Ufie. [ii/ka]
Forum