Pemimpin tertinggi Iran secara resmi pada Minggu (28/7), mendukung Masoud Pezeshkian sebagai presiden, yang memungkinkan politisi reformis dan ahli bedah jantung itu mengambil alih negara yang dilemahkan oleh sanksi-sanksi ekonomi terkait program nuklirnya.
Dalam upacara pengesahan dukungan itu, pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei mendesak Pezeshkian untuk mengutamakan negara-negara tetangganya, yaitu negara-negara Afrika dan Asia serta negara-negara yang “mendukung dan membantu” Iran dalam kebijakan hubungan luar negeri Teheran.
Khamenei mengecam negara-negara Eropa karena "berperilaku buruk terhadap kami" dengan menerapkan sanksi, embargo minyak, dan menyerukan dugaan berbagai pelanggaran hak asasi manusia.
Ia juga mengecam Israel atas tindakannya di Gaza yang menewaskan anak-anak, perempuan dan orang-orang yang dirawat di rumah sakit “yang tidak menembakkan satu peluru pun” terhadap pasukan Israel.
“Rezim Zionis menunjukkan sikap terburuknya sebagai penjahat perang,” kata Khamenei, sambil menuduh Israel membuat “rekor baru pembunuhan” dan kekejaman. Ia juga mengecam Kongres AS karena mengizinkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk berpidato di badan legislatif AS itu.
Berbicara pada upacara yang sama, Pezeshkian memberi penghormatan kepada Jenderal Qassem Soleimani, perancang kegiatan militer wilayah Iran, yang terbunuh dalam serangan pesawat tak berawak AS pada tahun 2020. Ia menegaskan kembali janjinya untuk menerapkan kebijakan luar negeri yang “konstruktif dan efisien”, mendukung Iran memperkuat supremasi hukum, menawarkan kesempatan yang sama kepada warga negara, mendukung keluarga dan melindungi lingkungan.
Dalam langkah resmi pertamanya, Pezeshkian menunjuk Mohammad Reza Aref, 72, sebagai wakil presiden pertamanya. Aref, yang dianggap sebagai reformis moderat, memegang jabatan tersebut antara tahun 2001 hingga 2005, di bawah pemerintahan mantan presiden Mohammad Khatami. Aref meraih gelar doktor di bidang teknik dari Stanford University.
Pezeshkian mengambil alih jabatan pendahulunya, Ebrahim Raisi, yang tewas dalam kecelakaan helikopter pada bulan Mei lalu, sehingga memicu pemilu dini. Ia akan mengambil sumpah jabatan di parlemen pada hari Selasa dan diberi waktu dua minggu untuk membentuk kabinetnya.
Dalam kampanye pemilihannya, Presiden Iran yang baru itu berjanji bahwa ia tidak akan melakukan perubahan radikal terhadap teokrasi Syiah Iran, dan menjadikan Khamenei sebagai pembuat keputusan akhir dalam semua urusan negara. [ps/ab]
Forum