Tautan-tautan Akses

Keluarga Korban Tidak Mau Diwakili Pihak Ketiga atau Pemerintah


Pesawat Boeing 737 Max 8 milik maskapai penerbangan Lion Air di tarmac bandara Internasional Soekarno Hatta dekat Jakarta, 15 Maret 2019. (Foto: dok)
Pesawat Boeing 737 Max 8 milik maskapai penerbangan Lion Air di tarmac bandara Internasional Soekarno Hatta dekat Jakarta, 15 Maret 2019. (Foto: dok)

Ahli waris korban kecelakaan Boeing 737 Max 8 milik Lion Air tidak mau uang santunan yang akan diberikan produsen pesawat Boeing disalurkan melalui pihak ketiga atau pemerintah.

Engki Bocana, paman dari Tami Julian yang menjadi korban kecelakaan Boeing 737 Max 8 tidak mau jika penyaluran santunan dari Boeing diberikan melalui pemerintah. Ia beralasan pemerintah selama ini kurang membantu keluarga korban dalam mencari keadilan.

Engki menjelaskan keluarganya telah menyiapkan surat keterangan ahli waris dan surat kuasa pengambilan supaya pengacara bisa mencairkan uang santunan tersebut.

Tami Julian, karyawan Telkomsel Pangkal Pinang. (Foto: Dokumentasi keluarga)
Tami Julian, karyawan Telkomsel Pangkal Pinang. (Foto: Dokumentasi keluarga)

"Saya pakai pengacara karena kalau justru ke pemerintah, saya ragu, karena jujur, dulu waktu kita butuh itu, pemerintah tidak ada. Kita sampai menangis-nangis saat itu," tutur Engki saat dihubungi VOA, Rabu (14/8).

Engki menjelaskan pihaknya tidak dikenakan biaya sama sekali dari pengacara dalam kasus ini. Kata dia, keluarganya hanya diminta membayar biaya notaris dan jasa penerjemah sekitar Rp 10 juta jika nantinya sudah mendapat santunan.

"Justru ini saya bingung ada di Pangkal Pinang beredar salah satu lawyer yang mau mencairkan tapi minta 50:50. Saya tidak suka, karena ini uang santunan, uang darah, masa dibisniskan," tambahnya.

Keluarga Korban Tidak Mau Diwakili Pihak Ketiga atau Pemerintah
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:48 0:00

Anton Sahadi, sepupu dari dua korban kecelakaan Boeing 737 Max8 yakni M. Ravi Andrian dan Riyan Aryandi, juga tidak setuju jika pemberian santunan diberikan melalui pihak ketiga. Menurutnya, hal tersebut akan mempersulit keluarga korban dalam mengambil uang santunan tersebut.

Kendati demikian, Anton mengatakan belum mendapat kabar dari Boeing secara langsung tentang pemberian uang santunan ini. Ia justru menerima informasi uang santunan ini dari media massa.

Anton Sahadi. (Foto: Dokumentasi pribadi)
Anton Sahadi. (Foto: Dokumentasi pribadi)

"Ahli waris juga tidak terlalu antusias mengambil uang itu. Karena mereka kan mengalami musibah kehilangan nyawa, jangan pula orang berasumsi senang menerima uang itu," jelas Anton kepada VOA, Selasa (13/8).

Sementara itu, pengamat penerbangan Samudra Sukardi menjelaskan tidak ada aturan yang menjelaskan mekanisme penyaluran uang santunan dari produsen pesawat kepada keluarga korban. Menurutnya, peraturan penerbangan di Indonesia hanya mengatur uang asuransi dari perusahaan maskapai penerbangan yakni Lion Air. Karena itu, ia mengingatkan Lion Air agar tetap memberikan ganti rugi kepada keluarga korban meskipun Boeing telah memberi santunan.

"Kalau ini kontribusi tambahan dari Boeing, itu cukup bagus. Tapi tetap saja dari asuransi airline itu harus dibayar. Kalau belum dibayar, dia mau berkelit bahwa dia bisa mengklaim ke produsen juga," jelas Samudra.

Produsen pesawat Boeing telah menyiapkan uang santunan 50 juta USD atau sekitar Rp710 miliar bagi 346 ahli waris korban kecelakaan Boeing 737 Max 8 milik Lion Air dan Ethiopian Airlines, sekitar 145 ribu USD per ahli waris. KBRI Washington D.C telah mengonfirmasi langsung informasi tersebut kepada Boeing.

Menurut Duta Besar RI untuk Amerika Serikat Mahendra Siregar, Boeing akan mulai memberikan uang santunan sekitar pertengahan Oktober 2019. Ahli waris dapat menerima uang santunan tersebut secara langsung atau diwakilkan kepada pengacara. [sm/ka]

Recommended

XS
SM
MD
LG