Kementerian Agama mencatat setidaknya ada 13 jemaah umrah asal Indonesia yang terkonfirmasi positif virus corona setibanya di Arab Saudi.
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag Arfi Hatim mengatakan, sampai saat ini Indonesia sudah memberangkatkan tiga kloter atau gelombang calon Jemaah haji umrah, yakni pada 1 November sebanyak 224 orang, 3 November 89 orang dan 8 November 46 orang.
“Betul bahwa ada jemaah kita yang terkonfirmasi positif, setelah dilakukan PCR swab test di Mekkah, dan sekarang dalam proses karantina,” ujar Arfi dalam telekonferensi pers, Rabu (11/11).
Ia menjelaskan, pada gelombang satu, ada delapan Jemaah yang terkonfirmasi positif, sedangkan pada gelombang kedua sebanyak lima orang. Untuk gelombang ketiga, sejauh ini belum ada yang dinyatakan tertular virus itu.
“Penanganannya tentu menjadi tanggung jawab pemerintah Arab Saudi. Mereka sudah dalam proses isolasi, dan sambil menunggu waktu akan dilakukan swab test ulang juga, mudah-mudahan hasilnya sudah negatif artinya penanganan sudah ditangani,” jelasnya.
Kejadian, ini kata Arfi menjadi perhatian serius dan titik kritis bagi kementerian agama, karena tentu pihaknya menginginkan para jemaah yang melaksanakan ibadah umrah tersebut pergi dan pulang dalam kondisi yang sehat. Sebenarnya, pihak Kementerian Agama sudah melakukan berbagai bentuk pencegahan sebelum keberangkatan para jemaah umrah, yakni dengan mengisolasi para jemaah dan melakukan swab test PCR sebelum berangkat ke Arab Saudi.
“Dan yang menjadi pertanyaan kemudian kenapa kemudian pada waktu karantina di Arab Saudi terkonfirmasi positif. Ada beberapa kemungkinan yang akan kita kaji, sebagai evaluasi dalam konteks untuk pencegahan,” tuturnya.
Meski begitu, diakuinya, secara umum penyelenggaraan ibadah umrah pada masa pandemi cukup lancar. Memang ada beberapa perubahan kebijakan penyelenggaraan ibadah umrah dari pemerintah Arab Saudi, seperti pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat.
Hal tersebut, kata Arfi, haruslah dipahami dan dihormati oleh seluruh Jemaah karena semata-mata ini dilakukan dalam konteks perlindungan kepada setiap Jemaah.
“Penerapan protokol sangat ketat, dan ada pemandu yang mendampingi untuk memastikan pelaksanaan ibadah umroh di masjidil haram mulai dari tawaf, sa’i sampai selesai, itu betul-betul sesuai dengan protokol kesehatan. Juga ada petugas khusus yang ditugaskan memang untuk menyaksikan hal tersebut.,” paparnya.
Kesaksian Jemaah yang Melaksanakan Ibadah Umrah di Masa Pandemi
Ketatnya penyelenggaraan ibadah umrah kali ini, juga dirasakan oleh Nana Sujana Gaid. Ia menceritakan, sebelum berangkat ke Arab Saudi dirinya beserta jemaah lain di bawa ke sebuah hotel di Jakarta, dan kemudian dilakukan swab test PCR sebagai syarat utama berangkat ke Arab Saudi.
“Setelah itu kita diinformasikan bahwa setelah swab, kita tidak diperbolehkan ketemu dengan keluarga atau yang mengantar. Jadi kita harus clean and clear sesuai dengan permintaan dari Saudi Arabia,” ungkap Nana.
Sesampainya di Jeddah, kata Nana, protokol kesehatan yang sangat ketat sudah mulai diberlakukan seperti menjaga jarak satu meter kemudian diistirahatkan di hotel selama dua hari, untuk kemudian dilakukan swab test PCR sebelum benar-benar melakukan ibadah umrah.
“Setelah di-swab mendapatkan hasil negatif, maka kita dibawa untuk melaksanakan umroh, yaitu salah satu rangkaiannya menyelesaikan tawaf, sa’i dan tahalul. Kita di dampingi salah satunya dari kementerian haji Saudi, kedua dari tim kesehatan Saudi. Jadi penanganan pengecekan suhu, segala macam, apabila memang yang visa umroh sudah diidentifikasi dari hotel terlebih dahulu,” katanya.
Rangkaian ibadah umrah dalam masa pandemi kali ini pun dirasakan Nana cukup berbeda pada saat sebelum pandemi. Ada beberapa tahapan yang tidak boleh dilakukan untuk mencegah perebakan virus corona.
“Terus juga kalau dulu tawafnya itu bisa mendekat ke Ka’Bah, sekarang kan harus di luar. Masuk ke masjidil haram, mencium hajar aswad, itu tidak diperbolehkan sekarang, tidak boleh ada sentuhan apapun, kita hanya wajibnya saja, lihat dari mulai hajar aswad, sampai ke hajar aswad, terus habis itu solat di belakang makam nabi Ibrahim, berdoa. Intinya pelaksanaan yang sekarang tidak boleh mendekat ke Ka’Bah, juga tidak ada tawaf sunah karena yang boleh melaksanakan tawaf hanya ibadah umrah,” paparnya.
Penyesuaian Biaya Umrah di Masa Pandemi
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) Bungsu Sumawijaya mengatakan memang ada kenaikan biaya umrah yang cukup signifikan pada masa pandemi. Hal ini mengingat adanya tambahan biaya-biaya seperti biaya untuk swab test PCR, hotel dan lain-lain.
“Kemudian kamar hotel, kalau dulu sekamar ada tiga sampai empat orang, sekarang maksimal satu kamar hanya berdua. Dan sampai saat ini hotel yang boleh dipergunakan hanya hotel bintang lima yang jaraknya di depan. Biasanya hotel bintang lima atau empat yang jaraknya agak jauh, saat ini belum dipergunakan. Masih hotel bintang lima yang di depan yang diperbolehkan. Dari fasilitas yang berbeda ini, otomatis menimbulkan kenaikan biaya yang signifikan,” ujar Bungsu.
Ia berpesan kepada para calon jemaah yang akan melaksanakan ibadah umrah, agar betul-betul menjaga kesehatannya dan terhindar dari virus corona. Bahkan kalau diperlukan, calon jemaah tersebut harus melakukan isolasi mandiri 14 hari sebelum keberangkatan ke tanah suci.
“Makanya persiapan sebelum keberangkatan itu adalah menjaga kesehatan, kemudian melaksanakan isolasi mandiri, kalau bisa sebelum di tes swab pun, seminggu atau 10 hari sebelum tes swab sudah isolasi mandiri, tidak ketemu dengan siapa-siapa. Jadi pada saat di tes swab kemudian negatif, Insha Allah negatif terus. Jangan swab test negatif, dua-tiga hari kemudian di-swab menjadi positif karena masih keluar,” tuturnya. [gi/ab]