Presiden Jokowi menghadiri KTT peringatan 45 tahun kemitraan ASEAN dan Uni Eropa yang diselenggarakan di Brussel, Belgia, Rabu (14/12).
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi mengatakan kemitraan ASEAN-Uni Eropa sangat penting, tidak hanya untuk kesejahteraan kedua kawasan, tetapi juga untuk menghadapi berbagai tantangan global.
Uni Eropa merupakan mitra dagang ASEAN ketiga terbesar setelah China dan Amerika Serikat. Total perdagangan ASEAN-Uni Eropa pada 2021 menembus angka $268,9 milliar, sementara investasi langsung atau foreign direct investment (FDI) mencapai $26 milliar.
Jokowi menyampaikan bahwa kemitraan ASEAN-Uni Eropa telah menghasilkan banyak hal. Namun, Presiden juga mengakui masih banyak perbedaan yang harus diselesaikan.
Jokowi menekankan prinsip kesetaraan, saling menghormati dan saling menguntungkan harus menjadi landasan kemitraan ASEAN-Uni Eropa
“Tidak boleh ada pemaksaan kehendak. Tidak boleh lagi ada pihak yang mendikte. Presiden juga menegaskan bahwa mindset “my standard is better than yours” harus diganti,” ungkap Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengutip pernyataan Presiden Jokowi.
Menurut Jokowi, selama beberapa dekade, Asia Tenggara telah menjadi economic powerhouse dan diperkirakan akan tetap menjadi pusat pertumbuhan dunia. Kerja sama dengan ASEAN, kata Jokowi, dipastikan akan menguntungkan Uni Eropa.
Dia juga mengutip survei yang dilakukan European Union-ASEAN Business Council pada September 2022 mengenai persepsi bisnis di ASEAN. Dalam survei tersebut, sebanyak 63 persen responden melihat ASEAN sebagai kawasan dengan kesempatan ekonomi terbaik.
Kemudian 69 persen responden mengharapkan pasar ASEAN menjadi penting dari aspek pendapatan global dalam dua tahun ke depan, dan 97 persen responden berharap adanya percepatan perundingan Free Trade Agreement (FTA) ASEAN-Uni Eropa dan juga FTA antara Uni Eropa dengan para anggota ASEAN.
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi juga menyampaikan keprihatinan atas proposal regulasi deforestasi Uni Eropa yang menghambat perdagangan. Dia menyampaikan bahwa Indonesia akan terus membangun hilirisasi industri untuk mendorong pembangunan yang lebih inklusif.
Kemitraan Uni Eropa tambahnya harus membangun masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.
“Transisi energi merupakan sebuah keniscayaan. Namun, transisi energi harus dilakukan secara berkeadilan. Di dalam konteks ini, kemitraan ASEAN-EU harus dapat memobilisasi pembiayaan dan alih teknologi ramah lingkungan serta memperkuat ekosistem pengembangan energi yang terbarukan,” ujar Retno mengutip pernyataan Jokowi.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai kerja sama Uni Eropa dan ASEAN memang sangat penting karena Uni Eropa merupakan salah satu mitra dagang utama ASEAN. Ia mengatakan, hal yang menghambat perdagangan antara ASEAN-Uni Eropa harus bisa diatasi dengan dialog.
“Termasuk misalkan di antaranya kalau Indonesia ada masalah misalkan dalam hal di-banned ekspor CPO-nya, kemudian Eropa juga ada keluhan tentang pelarangan ekspor nikel oleh Indonesia. Ini kan berarti harus ada dialog yang difasilitasi oleh ASEAN. Jadi bukan hanya oleh Indonesia. Nah sejauh ini kurang menurut saya,” ujar dia.
Faisal mengakui terkadang kepentingan negara-negara ASEAN yang umumnya negara berkembang dengan negara-negara maju di Eropa berbeda. Hal ini, katanya, seringkali menyebabkan kebuntuan, terutama di sektor perdagangan. Menurutnya, tidak semua prinsip negara maju disamaratakan dengan negara berkembang. Dia mencontohkan standar lingkungan.
“Kalau negara berkembang mau disamakan dengan negara Eropa yang sudah lebih maju dalam hal kesadaran dan teknologi, ya susah. Kita memang tetap memperhatikan dalam hal pembangunan ekonomi, butuh juga melihat dari sisi kelestarian lingkungan, emisi karbon harus ditekan, tapi ada tahapan-tahapan yang lebih realistis, yang tidak disamakan dengan negara maju,” kata Faisal.
Menurut Faisal, ASEAN-Uni Eropa harus meninjau ulang perkembangan perekonomian terakhir karena setelah pandemi kondisi berubah sehingga bisa menjawab tantangan yang berbeda. [fw/ab]
Forum