Mahkamah Persekutuan Malaysia, Kamis lalu menolak banding yang disampaikan oleh jaksa atas putusan Pengadilan Tinggi pada April 2019 yang dikuatkan oleh Mahkamah Banding Malaysia pada September 2020 yang membebaskan terdakwa Ambika, majikan adelina Lisao, buruh migran Indonesia yang disiksa hingga tewas.
Menanggapi putusan Mahkamah Persekutuan Malaysia tersebut, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha kepada VOA, Minggu (26/6), menjelaskan putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap. Karena itu, lanjutnya, langkah hukum untuk proses pidananya sudah selesai.
"Tentu hasil ini mengecewakan kita semua dan juga melukai rasa keadilan masyarakat Indonesia," kata Judha.
Namun, Judha menegaskan pemerintah Indonesia tidak akan berhenti memperjuangkan keadilan bagi mendiang Adelina Lisao. Kementerian Luar Negeri akan mencoba langkah lain, salah satu yang mungkin dilakukan dan sedang dipertimbangkan adalah mengajukan tuntutan perdata.
Dia menjelaskan yang harus mengajukan tuntutan perdata adalah pihak keluarga almarhumah Adelina. Pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Kuala Lumpur dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kota Penang siap memberikan pendampingan dan menanggung biaya pengacara selama proses tuntutan perdata bergulir.
Menurut Judha, pihaknya sudah menghubungi pihak keluarga Adelina di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan juga akan datang langsung ke rumah keluarga Adelina untuk menjelaskan langkah-langkah yang bisa dilakukan pihak keluarga selanjutnya. Kementerian Luar Negeri siap mendukung keputusan keluarga atas langkah lanjutan yang akan mereka tempuh.
Dia mengatakan terlalu dini untuk menjelaskan tuntutan perdata yang akan diajukan pihak keluarga Adelina dan siapa yang akan menjadi sasaran penuntutan karena belum bertemu langsung dengan pihak keluarga Adelina di NTT.
Disiksa Majikan
Adelina Lisao meninggal akibat penyiksaan dilakukan oleh majikannya, yang bernama Ambika, pada tahun 2018. Perempuan dari Desa Abi, kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur itu menghembuskan nafas terkahir di sebuah rumah sakit di Penang pada 11 Februari 2018, tak lama setelah diselamatkan. Menurut laporan pihak berwenang ketika itu, ketika diselamatkan, tubuh Adelina penuh luka bekas pukulan dan nanah bekas luka bakar. Ia juga dilaporkan diperintahkan majikannya tidur bersama anjing selama satu bulan di teras depan rumah.
Tiga orang di Malaysia telah ditangkap oleh aparat berwenang di negara jiran itu, dan tiga lainnya di NTT ditangkap Kepolisian Indonesia dengan dugaan terlibat jaringan perdagangan manusia, di mana Adelina menjadi salah satu korban. Jenazah Adelina telah dipulangkan ke kampung halamannya dan dimakamkan pada 19 Februari 2018.
Jaksa Dinilai Tak Serius Perjuangkan Keadilan Bagi Adelina
Judha menekankan pemerintah melalui KBRI Kuala Lumpur dan KJRI Penang sedari awal sudah terlibat memberikan bantuan dan pendampingan setelah sejak mengetahui kasus pembunuhan terhadap Adelina. Mulai dari pengurusan jenazah hingga pemulangan ke tanah air dan jasadnya diserahkan kepada pihak keluarga.
Pemerintah juga telah menunjuk seorang pengacara untuk memantau proses hukum pidana yang berlangsung terhadap majikan sebagai terdakwa kasus pembunuhan Adelina. Pihak KBRI dan KJRI juga hadir di setiap sidang kasus Adelina.
Kementerian Luar Negeri juga mengirim nota diplomatik. Dalam beberapa kesempatan pertemuan bilateral, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan kasus pembunuhan Adelina kepada pihak Malaysia. Duta besar dan konsulat jenderal juga pernah menemui jaksa agung Malaysia.
Judha mengatakan jaksa penuntut umum dalam persidangan tahap sebelumnya mencabut tuntutan dan meminta agar kasus ini diputuskan sebagai bebas bersyarat. Tapi jaksa tidak bisa menyampaikan argumentasi hukum terhadap usulannya tersebut ketika ditanya hakim, dan hanya menjawab bahwa ini perintah atasan.
Karena jaksa tidak dapat mengemukakan alasan hukumnya, maka hakim memutuskan terdakwa pembunuh Adelina bebas murni. Judha menegaskan hal itu menunjukkan jaksa tidak cermat dan tidak serius menangani perkara pembunuhan Adelina.
Migrant Care: Pelaku Kekerasan di Malaysia Kebal Hukum
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan vonis bebas dari Makahmah Agung Malaysia tersebut memperpanjang preseden tentang impunitas yang dinikmati para pelaku kekerasan di Malaysia. Dia menambahkan dalam beberapa kasus sebelumnhya, juga terdakwa juga dibebaskan.
"Saya kira semua pihak, masyarakat sipil, pemerintah Indonesia, kemudian masyarakat di Malaysia harus mendorong impunitas pada pelaku kekrasan harus segera diadili dan akses keadilan pada korban harus segera diwujudkan," ujar Wahyu.
Wahyu Susilo menambahkan dulu juga pemerintah Indonesia lambat dalam menangani kasus-kasus penyiksaan terhadap buruh migran di Indonesia, seperti yang menimpa Nirmala Bonat dan Wilfrida Soik. Pemerintah selalu menanyakan apakah korban buruh migran legal atau tidak legal sebelum memberi bantuan hukum.
Untuk mencegah kasus terus berulang, pemerintah diserukan tidak terburu-buru mengirim buruh migran sebelum Malaysia membenahi prasyarat yang mendukung keadilan terhadap korban. Apalagi sekarang ada penolakan dari masyarakat Malaysia tentang upah minimum 1.500 ringgit untuk mempekerjakan asisten rumah tangga asal Indonesia.
Wahyu menilai pengadilan di Malaysia kurang memiliki perspektif keberpihakan terhadap korban jika yang menjadi korban penyiksaan atau pembunuhan adalah warga negara asing. [fw/em]