Penduduk desa Jamsoti, sebuah desa terpencil di negara bagian Uttar Pradesh, di India yakin bahwa virus corona hanya menyebar di kota-kota. Mereka percaya penyakit mematikan itu tidak ada di desa-desa.
Jadi ketika tim petugas kesehatan baru-baru ini mendatangi Manju Kol untuk divaksinasi, dia memilih untuk mengunci rumahnya, mengumpulkan anak-anaknya dan lari ke hutan terdekat.
Keluarga itu bersembunyi di sana selama berjam-jam dan kembali hanya ketika para petugas kesehatan pergi di malam hari.
“Saya lebih baik mati daripada divaksin,” kata Kol.
Kasus penularan COVID-19 yang sempat melonjak di India pada April dan Mei, dan menewaskan lebih dari 180 ribu orang, sudah mereda dan jumlah kasus menurun. Namun hal itu dapat berbalik arah karena banyak penduduk masih enggan untuk divaksinasi. Kondisi tersebut mengkhawatirkan para pakar kesehatan yang mengatakan keraguan terhadap vaksin, terutama di daerah pedalaman yang luas di India, dapat membahayakan keberhasilan negara itu dalam menghadapi risiko COVID-19.
“Keraguan vaksin menimbulkan risiko untuk mengakhiri pandemi di India,” kata pensiunan ahli virus dan dokter anak Dr. T. Jacob John, seperti dikutip oleh Associated Press, Senin (21/6).
“Semakin banyak virus beredar, semakin banyak virus tersebut dapat bermutasi menjadi varian baru yang berbahaya yang dapat merusak vaksin.”
Mengirimkan vaksin di negara terpadat kedua di dunia itu akan selalu menjadi tantangan. Meskipun India mengawali program vaksinasi akbarnya dengan baik, kampanye itu segera menemui hambatan karena kekurangan vaksin dan kebijakan vaksinasi yang rumit, memperburuk ketidaksetaraan yang ada.
Hanya kurang dari lima persen orang India yang telah mendapatkan vaksinasi COVID-19 dosis lengkap. Para pakar memperingatkan bahwa pada akhir tahun, tingkat vaksinasi harus naik secara signifikan untuk melindungi sebagian besar orang India dari virus yang sejauh ini telah menewaskan lebih dari 386 ribu orang. Angka itu yang dianggap lebih kecil daripada angka sebenarnya.
Mulai Senin (21/6), setiap orang dewasa di India bisa mendapatkan vaksinasi yang dibayar oleh pemerintah federal. Kebijakan baru tersebut, yang diumumkan pekan lalu, mengakhiri sistem rumit pembelian dan pendistribusian vaksin yang membebani negara bagian dan menyebabkan ketidakadilan dalam cara pemberian vaksin.
Keraguan yang meluas yang dipicu oleh misinformasi dan ketidakpercayaan, terutama di daerah pedesaan di mana dua pertiga dari hampir 1,4 miliar penduduk negara itu berdomisili.
Petugas kesehatan menghadapi perlawanan keras dari orang-orang yang percaya bahwa vaksin menyebabkan impotensi, menimbulkan efek samping yang serius dan bahkan dapat mematikan. Beberapa dengan gampang mengatakan mereka tidak memerlukan vaksin karena sudah kebal terhadap virus corona.
Desas-desus tentang vaksinasi yang mengganggu siklus menstruasi dan mengurangi kesuburan juga makin memperkuat ketakutan dan mengakibatkan data lebih menguntungkan . Di hampir setiap negara bagian India, lebih banyak pria yang divaksinasi daripada wanita. Kesenjangan itu semakin lebar setiap hari.
Selama berbulan-bulan, Vibha Singh, seorang perawat yang ditunjuk pemerintah, telah mengunjungi dari rumah ke rumah di desa-desa Uttar Pradesh.
“Orang-orang menyuruh kami pergi atau mereka akan memukuli kami,” kata Singh. “Kadang-kadang mereka juga melempari kami dengan batu dan batu bata.”
Perdana Menteri Narendra Modi dan para pemimpin lainnya secara rutin berbicara tentang perlunya menghindari keraguan terhadap vaksin, tetapi para ahli kesehatan mengatakan lebih banyak yang harus dilakukan. [ah/au/ft]