Para pemimpin Afrika telah gagal menandatangani kesepakatan perdamaian yang ditengahi PBB untuk mengakhiri konflik di Republik Demokratik Kongo (DRC) timur yang resah.
Kesepakatan itu dijadwalkan akan ditandatangani hari Senin di sela-sela KTT Uni Afrika di ibukota Ethiopia, Addis Ababa.
Berdasarkan kesepakatan itu, delapan negara, termasuk DRC, akan menyetujui pengiriman "brigade intervensi" untuk mengatasi milisi bersenjata yang beroperasi di wilayah tersebut.
Berbagai sumber diplomatik mengatakan para pemimpin regional menyampaikan keprihatinan mengenai siapa yang akan mengontrol dan memberikan komando pada pasukan itu.
Berdasarkan perjanjian tersebut, DRC harus berkomitmen untuk mereformasi militernya, meningkatkan transparansi, demokratisasi dan reformasi kelembagaan.
Siklus terbaru kerusuhan di DRC dimulai tahun lalu setelah sekelompok pemberontak (M23) yang terdiri dari tentara yang memberontak merebut wilayah di provinsi Kivu Utara.
Kelompok itu menyerukan implementasi penuh kesepakatan damai 2009 yang mengintegrasikan pemberontak ke dalam militer Kongo.
Sekelompok ahli PBB menuduh Rwanda dan Uganda mendukung pemberontak - tuduhan yang disangkal oleh kedua negara itu.
Kesepakatan itu dijadwalkan akan ditandatangani hari Senin di sela-sela KTT Uni Afrika di ibukota Ethiopia, Addis Ababa.
Berdasarkan kesepakatan itu, delapan negara, termasuk DRC, akan menyetujui pengiriman "brigade intervensi" untuk mengatasi milisi bersenjata yang beroperasi di wilayah tersebut.
Berbagai sumber diplomatik mengatakan para pemimpin regional menyampaikan keprihatinan mengenai siapa yang akan mengontrol dan memberikan komando pada pasukan itu.
Berdasarkan perjanjian tersebut, DRC harus berkomitmen untuk mereformasi militernya, meningkatkan transparansi, demokratisasi dan reformasi kelembagaan.
Siklus terbaru kerusuhan di DRC dimulai tahun lalu setelah sekelompok pemberontak (M23) yang terdiri dari tentara yang memberontak merebut wilayah di provinsi Kivu Utara.
Kelompok itu menyerukan implementasi penuh kesepakatan damai 2009 yang mengintegrasikan pemberontak ke dalam militer Kongo.
Sekelompok ahli PBB menuduh Rwanda dan Uganda mendukung pemberontak - tuduhan yang disangkal oleh kedua negara itu.