China telah menghentikan pembangunan sebuah kapal selam serbu yang diperuntukkan bagi Angkatan Laut Thailand menyusul penolakan Jerman untuk mengekspor mesin-mesin berkualitas tinggi yang diinginkan dalam rencana itu, kata seorang pejabat Angkatan Laut Thailand.
Dihentikannya pekerjaan itu dapat mempertegang hubungan militer Thailand dengan China, yang telah menggantikan AS sebagai pemasok senjata terbesar Thailand.
Angkatan Laut Thailand dan perusahaan pemerintah China, China Shipbuilding & Offshore International Co., CSOC, menandatangani kontrak 402 juta dolar untuk pembangunan kapal selam S26T kelas Yuan pada tahun 2017, dengan pengiriman pada awalnya diperkirakan pada akhir tahun depan.
Seraya mengutip sumber anonim di Angkatan Laut Thailand, media lokal melaporkan Februari lalu bahwa pembangunan kapal selam pertama negara itu telah terhenti.
Sewaktu mengukuhkan penundaan dan penyebabnya, Laksamana Muda Apichai Sompolgrunk, Dirjen Kantor Manajemen Akuisisi Angkatan Laut Thailand, mengatakan kepada VOA bahwa kapal selam itu kemungkinan besar tidak akan tiba tahun depan.
“Sekarang ini proses pembangunan kapal selam terhenti karena mesinnya belum selesai,” ujarnya.
“Selesaikan proses mesinnya, dan pembangunan akan dimulai kembali,” lanjutnya.
Apichai mengatakan kesepakatan itu menetapkan tiga mesin diesel MTU396 dari perusahaan Jerman Motor and Turbine Union yang akan menjalankan generator listrik kapal selam tersebut.
Atase Pertahanan Jerman untuk Thailand, Philipp Doert, mengukuhkan keputusan pemerintahnya untuk tidak memberikan mesin ke China dalam surat terbuka ke The Bangkok Post pada Februari lalu.
“Ekspornya ditolak karena penggunaannya untuk barang industri militer/pertahanan China,” tulisnya. “China tidak meminta/berkoordinasi dengan Jerman sebelum menandatangani kontrak Thailand-China, menawarkan mesin-mesin MTI Jerman sebagai bagian dari produk mereka.”
Jerman terikat oleh embargo senjata Uni Eropa yang dijatuhkan terhadap China pada tahun 1989 setelah pembantaian di Lapangan Tiananmen, sewaktu pasukan keamanan China melepaskan tembakan ke arah demonstran tak bersenjata di Beijing yang menuntut kebebasan politik yang lebih besar. China mengklaim 200 warga sipil tewas dalam penindakan keras itu; sebagian perkiraan independen menyebutkan jumlah korban tewas mencapai ribuan.
Terlepas dari embargo itu, Jerman dan negara-negara Uni Eropa lainnya telah memasok militer China dengan mesin dan peralatan lainnya selama puluhan tahun, kata Jon Grevatt, analis di Bangkok yang meliput kawasan Asia-Pasifik untuk publikasi industri pertahanan Janes.
Stockholm International Peace Research Institute di Swedia, yang melacak transfer senjata di seluruh dunia menyatakan, MTU saja telah melengkapi kapal perusak dan kapal selam China dengan lebih dari 100 mesinnya dari 1993 hingga 2020. [uh/ab]