Tautan-tautan Akses

Ketua Oposisi Taiwan: Jangan Sebut Kami Pro-China


Eric Chu, Ketua partai oposisi Taiwan Kuomintang, berbicara di Brookings Institution di Washington, DC, 6 Juni 2022. (Foto: VOA)
Eric Chu, Ketua partai oposisi Taiwan Kuomintang, berbicara di Brookings Institution di Washington, DC, 6 Juni 2022. (Foto: VOA)

Penyebutan partai oposisi utama Taiwan, Kuomintang (KMT), sebagai pro-China adalah sesuatu yang salah mengingat mereka mengklaim sebagai kelompok yang selalu pro-AS dan didedikasikan untuk mempertahankan pulau itu meskipun juga untuk berbicara dengan Beijing, kata ketua partai tersebut dalam sebuah kesempatan di Washington.

KMT memerintah China sampai melarikan diri ke Taiwan pada 1949 setelah kalah dalam perang saudara dengan Komunis. KMT secara tradisional lebih menyukai hubungan dekat dengan Beijing, yang semakin membuatnya bertentangan dengan sebagian besar orang Taiwan, yang merasa mempunyai sedikit kesamaan dengan China yang otokratis.

KMT kalah telak dalam pemilihan presiden dan parlemen pada 2020, setelah gagal menghilangkan tuduhan dari Partai Progresif Demokratik yang berkuasa bahwa pihaknya akan menjual Taiwan ke Beijing.

Eric Chu, Ketua partai oposisi Taiwan Kuomintang, berbicara di Brookings Institution di Washington, DC, 6 Juni 2022. (Foto: VOA)
Eric Chu, Ketua partai oposisi Taiwan Kuomintang, berbicara di Brookings Institution di Washington, DC, 6 Juni 2022. (Foto: VOA)

Berbicara pada Senin (6/7) malam waktu Taipei di Brookings Institution selama kunjungan ke Washington, Ketua KMT Eric Chu mengecam mereka yang menyebut mereka sebagai pro-China.

"Kami disalahartikan oleh beberapa orang, beberapa media mengatakan kami adalah partai pro-China, itu sepenuhnya salah. Kami adalah partai pro-AS, selamanya," katanya, berbicara dalam bahasa Inggris.

"Jika Anda menginginkan perdamaian, Anda harus bersiap untuk perang. Bela diri adalah nomor satu untuk perdamaian dan stabilitas."

Dia menegaskan kembali dukungan partai untuk menjalin diskusi dengan China, yang mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya sendiri, untuk memastikan stabilitas.

Beijing telah meningkatkan kegiatan militernya di dekat Taiwan selama dua tahun terakhir ini, dan menolak untuk berbicara dengan Tsai yang dipandangnya sebagai separatis.

Presiden Tsai mengatakan mereka menginginkan pembicaraan dengan Beijing, tetapi secara setara, dan hanya rakyat Taiwan yang dapat memutuskan masa depan mereka sendiri.

"Taiwan dapat memiliki demokrasi, mengapa tidak China suatu hari nanti? Kita harus menunggu ini terjadi, tetapi kita membutuhkan Taiwan sebagai contoh," katanya. [ah/rs]

Recommended

XS
SM
MD
LG