Masa penantian sampai tanggal 22 Mei ketika hasil resmi pemilihan presiden dan anggota dewan legislatif akan diumumkan, telah diwarnai dengan rasa tidak percaya, usaha delegitimasi hasil pemilu dan penolakan bahwa satu pihak kalah dalam pemilu itu.
Kini dua orang pengecam Presiden Jokowi dikenai tuduhan makar.
Hari Jumat (10/5) Bareskrim Mabes Polri merilis dokumen yang melarang mantan perwira militer Kivlan Zen bepergian ke luar negeri.
“Kivlan dituduh melakukan tindakan kriminal dengan menyebar kabar bohong atau melakukan tindakan makar,” kata wakil kepala direktur penyidikan Agus Nugroho dalam surat yang diperoleh VOA. Kivlan akan diinterogasi hari Senin, kata departemen itu.
Pitra Romadoni Nasution, seorang pengacara Kivlan mengatakan, “Klien kami tidak pernah melakukan makar.”
Kata Pitra, surat itu diberikan kepada Kivlan di bandara ketika ia akan berangkat ke pulau Batam. Tapi kata Sam Fernando, dari direktorat jenderal imigrasi, larangan bepergian keluar negeri bagi Kivlan itu telah dicabut hari Sabtu.
Larangan itu menyusul demonstrasi demonstrasi masal yang dipimpin Kivlan di depan kantor Bawaslu, yang menuntut supaya Jokowi dan calon presiden Maaruf Amin didiskualifikasi, karena adanya sejumlah pelanggaran peraturan pemilu.
Tidak lama setelah pemilu tanggal 17 April, media Indonesia melaporkan hasil quick counts yang dilakukan sejumlah badan survei “yang kredibel”, bahwa Jokowi menang dengan perbandingan suara besar.
Juga disebut sebagai tersangka pelaku makar minggu lalu adalah pengacara Eggi Sudjana, yang menyerukan supaya diadakan gerakan “people power” untuk memantau dan memastikan kemenangan Prabowo.
“Ini mungkin cara Tuhan untuk mempercepat pelantikan Prabowo,” kata Eggi ketika berbicara di depan rumah Prabowo bulan lalu. (ii)