Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jumat (26/4), mengecam laporan dari Iran tentang semakin ketatnya penegakan undang-undang wajib jilbab bagi perempuan dan anak perempuan. Komisi juga mengecam laporan mengenai rancangan undang-undang (RUU) baru yang akan menjatuhkan hukuman berat bagi mereka yang dinyatakan bersalah melanggar hukum.
Pada konferensi pers di Jenewa, juru bicara komisaris tinggi, Jeremy Laurence, mengatakan kantornya telah menerima laporan yang meluas dari Iran tentang polisi berseragam dan berpakaian preman yang melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan berdasarkan aturan wajib jilbab tersebut - termasuk terhadap para laki-laki yang mendukung mereka.
Dia mengatakan ada laporan penangkapan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak perempuan. Kebanyakan yang ditangkap berusia antara 15 dan 17 tahun.
Laurence mengatakan kepala Korps Garda Revolusi Islam Iran mengumumkan pada 21 April pembentukan badan baru untuk menegakkan undang-undang wajib jilbab yang ada, yang dilatih untuk melakukannya “dengan cara yang lebih serius” di ruang publik.
Dia mengatakan ratusan tempat usaha telah ditutup karena gagal menerapkan aturan wajib hijab. Selain itu, kamera pengintai digunakan untuk mengidentifikasi pengemudi perempuan yang tidak mematuhi undang-undang. Kelompok advokasi hak asasi manusia Amnesty International juga mencatat praktik ini dalam sebuah laporan bulan lalu.
Laurence juga mengecam usulan undang-undang yang menyerukan hukuman lebih berat bagi pelanggaran kewajiban berhijab, termasuk hukuman penjara hingga 10 tahun, cambuk dan denda.
“Hukuman fisik merupakan suatu bentuk perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat, dan penahanan apa pun yang dikenakan untuk menjalankan kebebasan mendasar adalah sewenang-wenang menurut hukum internasional,” kata Laurence.
Melalui juru bicaranya, Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Volker Türk mengatakan usulan RUU tersebut harus ditunda dan meminta pemerintah Iran untuk menghilangkan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan berbasis gender.
Türk menyerukan revisi dan pencabutan undang-undang, kebijakan, dan praktik apa pun yang merugikan agar sejalan dengan norma dan standar hak asasi manusia internasional.
Kantor hak asasi manusia juga menyerukan pembebasan rapper berusia 33 tahun, Toomaj Salehi, yang dijatuhi hukuman mati minggu ini karena mendukung protes nasional pada 2022 yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini. Amini yang berusia 22 tahun meninggal dalam tahanan polisi setelah dia ditangkap karena dugaan pelanggaran aturan wajib hijab. [ft/pp]