Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michele Bachelet, mengecam dua penembakan massal yang merenggut nyawa sekurangnya 31 orang di AS minggu ini. Bachelet mendukung langkah-langkah pengawasan senjata yang ketat untuk mencegah serangan seperti itu.
Kantor Hak Asasi Manusia PBB memperingatkan kejahatan yang didasarkan atas kebencian tampaknya meningkat di Amerika dengan merujuk pada peningkatan serangan kekerasan terhadap sinagog, masjid, gereja, dan orang-orang LGBT.
PBB mengatakan serangan-serangan ini, apapun alasannya, berakar pada rasisme, xenofobia, intoleransi, diskriminasi, dan supremasi kulit putih. PBB mengatakan orang-orang yang berkuasa harus berhati-hati akan apa yang mereka sampaikan karena kata-kata penting.
Juru bicara komisaris tinggi PBB, Rupert Colville, mengatakan pihak berwenang bertanggung jawab untuk memastikan tindakan mereka tidak mendukung stereotipe negatif yang mengarah pada merebaknya kekerasan, seperti yang terjadi di negara bagian Texas dan Ohio di AS.
"Kami prihatin, pesan-pesan seperti ini tidak hanya memberi stigma dan merendahkan martabat minoritas, migran, pengungsi, perempuan, LGBT dan yang disebut kelompok lainnya, namun juga membuat orang-orang dan masyarakat yang ditarget rentan terhadap risiko pembalasan dan serangan, dan itu berlaku untuk penguasa manapun dan di mana saja," tukas Colville.
Tiga tahun lalu, setelah pembunuhan massal yang menewaskan 49 orang di klub malam gay di Orlando, Florida, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia kala itu, Zeid Ra'ad Al Hussein mendesak Washington untuk melarang senjata serbu dan menerapkan langkah-langkah pengawasan senjata lainnya untuk mencegah pembunuhan lagi.
Colville mengatakan komisaris tinggi saat ini, Michele Bachelet, sepenuhnya mendukung pernyataan Al Hussein.
"Ia menyerukan khususnya kepada Amerika untuk memenuhi kewajibannya melindungi warganya dari dan saya kutip -" tindak kekerasan yang mengerikan tetapi bisa dicegah yang merupakan akibat langsung dari tidak memadainya pengawasan senjata," imbuhnya.
Colville mengatakan kepada VOA terlalu mudah mengaitkan kekerasan senjata dengan penyakit jiwa. Ia mengatakan penyakit jiwa mungkin menjadi faktor dalam beberapa kasus, tetapi tidak semua. Ia mengatakan ada banyak alasan mengapa orang melakukan kekerasan, seperti kebencian yang membabi-buta terhadap kelompok tertentu atau kejahatan.
Jika senapan serbu tersedia, ada risiko orang akan menggunakannya, kata juru bicara PBB itu. (my/ka)