Komite PBB yang memantau pelaksanaan Konvensi Menentang Penyiksaan, mengutuk apa yang disebutnya praktik penyiksaan dan perlakuan buruk berkelanjutan di Turki dan Arab Saudi.
Dari hasil kajian terhadap Turki, Komite PBB tersebut tidak mendapati penyiksaan yang meluas atau sistematis, namun penyiksaan terus dilakukan.
Komite yang terdiri atas 10 pakar independen itu mengatakan, kekhawatiran utamanya mencakup impunitas bagi tindak penyiksaan, kondisi tahanan yang tidak manusiawi dan tuduhan pembunuhan di luar hukum.
Pakar hak asasi manusia Alessio Bruni mengatakan, komite itu menerima banyak laporan mengenai petugas yang melakukan pembunuhan sewenang-wenang terhadap warga sipil.
Pembunuhan-pembunuhan itu dilaporkan terjadi ketika pasukan keamanan melakukan operasi kontra-teroris di Turki tenggara, dekat perbatasan dengan Suriah.
"Perbatasan itu, menurut saya, hampir tertutup dan terjadi banyak pertempuran - konflik bersenjata - dan kami mendapat banyak laporan adanya penduduk sipil yang tewas karena berada di tengah-tengah konflik dan tidak terlindung," ujar Bruni.
Komite itu menyerukan investigasi segera, tidak berpihak, dan efektif terhadap tuduhan pembunuhan-pembunuhan itu. Panel juga menyatakan prihatin atas pengusiran, pemulangan atau deportasi pencari suaka dan pengungsi, yang melanggar Konvensi Pengungsi tahun 1951.
Arab Saudi juga dikecam terkait hukum dan praktik-praktik yang dinilai komite itu hampir sama dengan penyiksaan. Pakar independen Felice Gaer mengatakan pengenaan hukuman fisik menjadi perhatian khusus komite tersebut.
"Komite dengan tegas mengimbau negara itu agar segera mengakhiri praktek hukum cambuk dan pukulan, dan amputasi anggota badan sebagai bentuk hukuman fisik dan hukuman itu harusnya dihapus," ujarnya.
Komite itu juga mengimbau moratorium pelaksanaan hukuman mati karena prihatin akan jumlah eksekusi yang meningkat di Arab Saudi. Amnesty International melaporkan pihak berwenang Arab Saudi mengeksekusi sedikitnya 158 orang pada tahun 2015. [ka/ii]