Masyarakat geram dan menuding Kepolisian Republik Indonesia lamban menangani perkara penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan April 2017 lalu. Presiden Joko Widodo didesak membentuk tim gabungan pencari fakta juga belum bertindak.
Atas dasar itulah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KomNas HAM) membentuk tim pemantau kasus Novel. Tim tersebut beranggotakan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, Komisioner Komnas HAM M. Choirul Anam, mantan Komisioner Komisi Nasional HAM Sandrayati Moniaga, rohaniawan Franz Magnis Suseno, pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Bivitri Susanti, aktivis sosial dan keagamaan Alissa Wahid, serta intelektual Muhammadiyah Abdul Munir Mulkhan.
Dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Sandrayati Moniaga menjelaskan pembentukan tim pemantau proses hukum untuk penanganan kasus Novel ini diputuskan melalui rapat paripurna Komnas HAM pada 6-7 Februari lalu. Dia menambahkan pembentukan tim pemantauan tersebut sesuai Pasal 89 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, terkait pelaksanaan fungsi pemantauan dan mendorong percepatan penanganan kasus agar dapat diselesaikan dengan baik oleh pihak kepolisian.
Baca juga: Presiden Didesak Segera Bentuk Tim Pencari Fakta Kasus Novel Baswedan
Lebih lanjut Sandrayati mengungkapkan berdasarkan hasil pantauan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia , penanganan perkara Novel sudah berlarut-larut dan hingga memasuki hari ke-333, namun belum juga menemui titik terang. Hal ini menjadi ironi karena di saat bersamaan dukungan publik terhadap penyelesaian perkara Novel cukup besar.
Menurutnya tim pemantau ini dibentuk untuk memastikan proses hukum terhadap perkara Novel berjalan sesuai koridor HAM, prinsip hukum yang jujur, dan untuk mengungkap hambatan-hambatan yang dialami dalam proses hukum kasus Novel. Sandrayati mengatakan tim pemantau ini akan bertugas selama tiga bulan dan hasil kerjanya akan disampaikan dalam rapat paripurna Komisi Nasional HAM dan lembaga-lembaga terkait.
"Tim akan melakukan upaya optimal dalam mendorong penegakan keadilan dan pengungkapan kebenaran. Oleh karenanya, tim akan bekerja secara terbuka, bekerja sama dengan semua pihak, termasuk presiden, kepolisian, KPK, organisasi hak asasi manusia, dan masyarakat," kata Sandra.
Kalau memang diperlukan, menurut Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, masa kerja tim pemantau kasus Novel dapat diperpanjang. Dia menegaskan selesai mandat tim pemantau akan mengeluarkan sejumlah rekomendasi untuk mendorong percepatan penuntasan perkara Novel.
Baca juga: Kontras Pertanyakan Kinerja Polisi dalam Selesaikan Kasus Novel
Anam mengungkapkan tim pemantau perkara Novel akan meminta keterangan semua pihak terkait guna menggali informasi seputar kejadian yang menimpa Novel. Karena itu, dia meminta semua pihak, termasuk kepolisian, KPK, lembaga nirlaba atau yang lainnya, untuk mau bekerja sama dengan Komnas HAM.
Lebih lanjut Anam mengatakan lembaga-lembaga formal yang mendapat rekomendasi dari tim pemantau kasus Novel harus menaati dan melaksanakan rekomendasi tersebut. Dia menegaskan ketaatan terhadap rekomendasi ini menunjukkan kepatuhan negara terhadap undang-undang dan konstitusi yang berlaku.
Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Bivitri Susanti menyebutkan perkara penyiraman air keras ke muka Novel Baswedan merupakan kejadian luar biasa dan hal yang mempermalukan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Karena itu, dia menekankan tim pemantau kasus Novel bentukan Komnas HAM sangat penting agar kasus tersebut tidak dibiarkan begitu saja.
"Kalau sampai tidak diusut hak-haknya sesuai dengan hak asasi manusia dan sebagainya, ini menjadi preseden sangat buruk untuk Indonesia di masa yang akan datang," ujar Bivitri.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Komisaris Besar M. Iqbal menjelaskan Polda Metro Jaya dan Polri telah bekerja keras untuk mencari titik terang kasus Novel.
"Kriteria tiap kasus berbeda. Ada banyak kasus yang di Jakarta saja lima tahun baru terungkap, tiga tahun, satu tahun, dan lain-lain. Menurut saya, kasus ini kita masih cukup waktu untuk melakukan upaya-upaya maksimal," tukas Iqbal.
Penyidik KPK Novel Baswedan menjadi korban penyiraman air keras oleh pelaku yang belum diketahui identitasnya. Serangan melukai kedua mata Novel ini terjadi pada 11 April 2017, sepulang Novel dari salat subuh berjamaah di masjid dekat kediamannya di daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara. Namun sampai sekarang polisi belum menemukan pelaku penyerangan.
Setelah sepuluh bulan menjalani perawatan di Singapura kondisi kedua matanya mulai membaik. Kamis lalu, Novel kembali terbang ke Singapura untuk memeriksakan kedua matanya. [fw/em]