Deklarasi Pilkada Damai-Pilkada Ramah HAM dilakukan oleh KPU Provinsi Jawa Timur, Panwaslu, Polda Jawa Timur, dan Komnas HAM. Menurut Komisioner KPU Provinsi Jawa Timur, Muhammad Arbayanto, deklarasi ini untuk memastikan bahwa hak-hak politik setiap warga negara tanpa terkecuali tidak diabaikan. Selain itu, melalui deklarasi ini KPU Provinsi Jawa Timur ingin membangun iklim demokrasi yang lebih berkualitas.
“Kita ingin membangun satu konstruksi demokrasi yang semakin berkualitas terutama dalam perlindungan terhadap hak-hak politik, makanya kemudian ditambahi label semakin bermartabat, jadi arahnya ke sana. Nah, deklarasi ini, sebetulnya arahnya lebih pada upaya kita kita untuk membangun opini secara bersama-sama, bahwa pemilih-pemilih yang masuk kategori minoritas, pemilih-pemilih yang rentan itu kita sudah upayakan kebijakan, sedapat mungkin, secara teknis juga, itu untuk memberikan perlindungan hak pilih kepada kelompok-kelompok tersebut,” jelas Muhammad Arbayanto, Komisioner KPU Provinsi Jawa Timur.
Komisioner Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam mengatakan, penyelenggaraan Pilkada hendaknya tidak menyinggung isu SARA, terutama terkait dengan agama dan etnis. Deklarasi Pilkada Damai-Pilkada Ramah HAM ini kata Choirul Anam, ingin memastikan persoalan-persoalan terkait Pilkada dapat tertangani dengan baik.
“Kami kepingin Pilkada di Jawa Timur itu tidak hanya sekedar damai, tapi juga bermartabat, bermartabat dengan cara tidak ada kampanye yang berbau SARA, yang berbasis isu etnisitas, isu agama dan lain sebagainya. Yang kedua, menghormati hak-hak minoritas dan kelompok rentan, karena memang ada potensi di situ, walau pun kecil, dan kami sudah klarifikasi bahwa itu bisa ditangani dengan baik, ada jaminan bahwa nanti hak-hak mereka akan dipenuhi,” imbuh Mohammad Choirul Anam, Komisioner Komnas HAM.
Pilkada Jawa Timur akan menggelar Pemilihan Gubernur, 3 Pilkada Kota, dan 15 Pilkada Kabupaten. Data KPU Provinsi Jawa Timur mencatat ada 30.385.739 jiwa masuk dalam Daftar Pemilih Sementara, dengan jumlah tempat pemungutan suara mencapai 67.646 TPS. Dari data itu, sekitar 9.000 warga terancam tidak dapat memberikan hak pilihnya, yaitu mereka yang berada di dalam lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan.
Mohammad Choirul Anam menegaskan, perlu adanya aturan khusus yang dikeluarkan KPU RI, terkait status warga yang berada di dalam lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan. Selain narapidana atau tahanan, Komnas HAM juga menyoroti pentingnya memastikan hak pilih pemilik suara yang sedang sakit, difabel, dan pengungsi Syiah Sampang di Sidoarjo.
“Seharusnya putusan pengadilan yang di dalamnya ada identitasnya, clear, itu yang bisa dijadikan alat untuk mereka menggunakan hak suaranya, nah ini aturan secara teknis di PKPU-nya belum diatur, dan kami temukan. Nah ini yang akan menjadi rekomendasi kami di KPU RI. Dan berpolitik itu adalah hak konstitusional, jangan sampai alasan-alasan administratif itu menghambat menggunakan hak konstitusionalnya, di situlah kita mau meletakkan Pemilu itu ramah hak asasi manusia,” kata Mohammad Choirul Anam, Komisioner Komnas HAM.
Sementara itu, Kepala Bagian Bina Operasi, Biro Operasi Polda Jawa Timur, AKBP Djoko Johartono mengungkapkan, pelaksanaan Pilkada dengan kampanye-kampanye yang digelar, diharapkan tidak membawa isu SARA dan berita bohong. Jawa Timur mencatat temuan sebanyak 7.265 isu provokasi di media sosial selama 2018, terutama terkait ujaran kebencian berbau SARA, dan berita bohong atau hoaks.
Djoko menegaskan telah menyiapkan tim siber untuk mengawasi dan menindak, bila ada ujaran kebencian maupun hoaks dipakai dalam kampanye melalui media sosial. Langkah ini sebagai antisipasi untuk menekan kejahatan-kejahatan yang dilakukan di dunia maya.
“Tim siber itu adalah patroli di dunia maya, jadi patroli untuk mengeliminir kejahatan-kejahatan di dunia termasuk hoaks ya, ujaran kebencian, apalagi sekarang Pilkada ini sentimen terhadap calon dan sebenarnya itu banyak sekali. Apa tugasnya, yaitu mengeliminir kalau misalnya ini hoaks, kalimat-kalimat itu kita beri tanda tulisan hoaks, ini hoaks, jadi tidak perlu dipercaya. Intinya adalah mencegah terjadinya berita-berita yang tidak benar,” kata AKBP Djoko Johartono, Kabag Bin Ops Biro Ops Polda Jawa Timur. [pr/ab]