JAKARTA —
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai ada penurunan kualitas dalam persiapan penyelenggaraan pemilihan umum 2014 mendatang.
Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila mengatakan Selasa (24/9) bahwa hal itu terlihat dari masih banyaknya warga negara Indonesia yang berpotensi kehilangan hak politiknya pada pemilu mendatang.
Mereka yang dikhawatirkan tidak mendapatkan kesempatan ikut pemilihan umum, menurut Komnas HAM, antara lain kelompok difabel dan warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri.
Komisi Pemilihan Umum (KPU), menurut Laila, tidak menyediakan data maupun akses yang baik bagi penyandang cacat. Kondisi seperti itu, tambahnya, berbeda dengan persiapan penyelenggaraan pemilu 2009 lalu dimana data para penyandang cacat sangat jelas dan akses juga baik.
KPU, tambah Laila, harus segera memperbaiki kekurangan yang terjadi sebelum pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden tiba. Lembaga pelaksana pemilu itu, menurutnya, harus memastikan seluruh warga negara Indonesia yang telah memenuhi syarat dapat menggunakan hak konstitusionalnya dalam pemilihan umum legislatif serta pemilihan presiden dan wakil presiden.
“Lima tahun lalu misalnya, ada bilik khusus di rumah sakit, di panti-panti jompo dan sebagainya, itu disediakan secara khusus, tetapi yang sekarang tidak. Akses saudara kita yang berada di panti jompo, rumah sakit misalnya.. itu menjadi kehilangan suaranya. Inilah yang benar-benar ingin kami ingatkan,” ujarnya.
Baru-baru ini KPU mengakui 65 juta dari 181 juta pemilih masih bermasalah karena nomor induk kependudukannya lebih atau kurang dari 16 digit.
KPU juga menyatakan daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPS HP Luar Negeri) berjumlah 2,1 juta pemilih, sementara data dari lembaga advokasi buruh migran Migrant CARE menyebutkan jumlah tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri berjumlah enam juta orang.
Migrant CARE sudah melalukan penelitian terhadap keseluruhan DPS HP Luar Negeri, dan hasil temuannya menunjukkan bahwa DPS HP Luar Negeri semakin memburuk. Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, Kelompok Kerja Pemilu Luar Negeri terkesan asal-asalan dalam membuat data pemilih.
“Misalnya di dalam DPSHP Hongkong itu, data usianya sangat semrawut. Ada yang tertera usia satu tahun, ada 105 tahun. Dan banyak, ratusan, yang usianya di bawah umur (9-15 tahun) yang seharusnya belum dapat memilih (ada dalam daftar),” ujarnya.
“Tidak hanya data mengenai usia, misalnya jenis kelamin, itu di sejumlah negara itu semua jenis kelaminya perempuan padahal data di situ laki-laki dan perempuan. Kemudian masih banyak pemilih ganda.”
Anis mendesak Pokja Pemilu Luar Negeri lebih serius melakukan perbaikan data pemilih secara berkualitas. KPU juga ia harapkan membangun kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, dalam membenahi DPSLN sebelum pengumuman Daftar Pemilih Tetap Luar Negeri pada 23 Oktober 2013.
Anggota KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan lembaga itu akan segera memperbaiki semua kekurangan yang terjadi. Dia juga berharap adanya informasi yang disampaikan kepada KPU jika ada data pemilih yang tidak tepat.
“Dan kita juga berharap ada semacam kontrol dari semua pihak termasuk dari partai dan juga dari badan pengawas pemilu untuk segera menginformasikan kepada kami, jika ada data-data yang tidak sesuai peruntukannya, sehingga kami bisa melakukan koreksi kalau hasil verifikasi betul-betul tidak sesuai,” ujarnya.
Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila mengatakan Selasa (24/9) bahwa hal itu terlihat dari masih banyaknya warga negara Indonesia yang berpotensi kehilangan hak politiknya pada pemilu mendatang.
Mereka yang dikhawatirkan tidak mendapatkan kesempatan ikut pemilihan umum, menurut Komnas HAM, antara lain kelompok difabel dan warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri.
Komisi Pemilihan Umum (KPU), menurut Laila, tidak menyediakan data maupun akses yang baik bagi penyandang cacat. Kondisi seperti itu, tambahnya, berbeda dengan persiapan penyelenggaraan pemilu 2009 lalu dimana data para penyandang cacat sangat jelas dan akses juga baik.
KPU, tambah Laila, harus segera memperbaiki kekurangan yang terjadi sebelum pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden tiba. Lembaga pelaksana pemilu itu, menurutnya, harus memastikan seluruh warga negara Indonesia yang telah memenuhi syarat dapat menggunakan hak konstitusionalnya dalam pemilihan umum legislatif serta pemilihan presiden dan wakil presiden.
“Lima tahun lalu misalnya, ada bilik khusus di rumah sakit, di panti-panti jompo dan sebagainya, itu disediakan secara khusus, tetapi yang sekarang tidak. Akses saudara kita yang berada di panti jompo, rumah sakit misalnya.. itu menjadi kehilangan suaranya. Inilah yang benar-benar ingin kami ingatkan,” ujarnya.
Baru-baru ini KPU mengakui 65 juta dari 181 juta pemilih masih bermasalah karena nomor induk kependudukannya lebih atau kurang dari 16 digit.
KPU juga menyatakan daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPS HP Luar Negeri) berjumlah 2,1 juta pemilih, sementara data dari lembaga advokasi buruh migran Migrant CARE menyebutkan jumlah tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri berjumlah enam juta orang.
Migrant CARE sudah melalukan penelitian terhadap keseluruhan DPS HP Luar Negeri, dan hasil temuannya menunjukkan bahwa DPS HP Luar Negeri semakin memburuk. Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, Kelompok Kerja Pemilu Luar Negeri terkesan asal-asalan dalam membuat data pemilih.
“Misalnya di dalam DPSHP Hongkong itu, data usianya sangat semrawut. Ada yang tertera usia satu tahun, ada 105 tahun. Dan banyak, ratusan, yang usianya di bawah umur (9-15 tahun) yang seharusnya belum dapat memilih (ada dalam daftar),” ujarnya.
“Tidak hanya data mengenai usia, misalnya jenis kelamin, itu di sejumlah negara itu semua jenis kelaminya perempuan padahal data di situ laki-laki dan perempuan. Kemudian masih banyak pemilih ganda.”
Anis mendesak Pokja Pemilu Luar Negeri lebih serius melakukan perbaikan data pemilih secara berkualitas. KPU juga ia harapkan membangun kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, dalam membenahi DPSLN sebelum pengumuman Daftar Pemilih Tetap Luar Negeri pada 23 Oktober 2013.
Anggota KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan lembaga itu akan segera memperbaiki semua kekurangan yang terjadi. Dia juga berharap adanya informasi yang disampaikan kepada KPU jika ada data pemilih yang tidak tepat.
“Dan kita juga berharap ada semacam kontrol dari semua pihak termasuk dari partai dan juga dari badan pengawas pemilu untuk segera menginformasikan kepada kami, jika ada data-data yang tidak sesuai peruntukannya, sehingga kami bisa melakukan koreksi kalau hasil verifikasi betul-betul tidak sesuai,” ujarnya.