Ketua Tim Investigasi KomisiNasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam dalam jumpa pers, Jumat (8/1), mengatakan polisi telah melanggar hak asasi manusia dalam penembakan yang menewaskan anggota laskah Front Pembela Islam (FPI) pada awal bulan lalu.
Hal tersebut merupakan hasil penyelidikan yang dilakukantim investigasi Komnas HAM terkait bentrok antara polisi dengan anggota FPI.
"Terkait peristiwa KM 50 ke atas, terdapat empat orang masih hidup dalam penguasaan resmi petugas negara yang kemudian juga ditemukan tewas, maka peristiwa tersebut bentuk peristiwa pelanggaran HAM,” kata Anam.
“Penembakan sekaligus terhadap empat orang dalam satu waktu, tanpa ada upaya lain untuk menghindari semakin banyaknya jatuh korban jiwa, mengindikasikan ada tindakan pembunuhan tanpa dasar hukum terhadap empat anggota laskar FPI," tukasnya.
Sedangkan dua anggota laskar FPI lainnya tewas saat tiba di KM 50 Jalan Tol Jakarta-Cikampek, setelah mobil yang mereka tumpangi saling serempet dan saling tembak dengan polisi.
Anam menambahkan sebelum tewasnya enam anggota laskar FPI, memang petugas dari Polda Metro Jaya melakukan pembuntutan konvoi Rizieq Syihab. Pembuntutan ini merupakan bagian dari penyelidikan pelanggaran protokol Covid-19 yang diduga dilakukan oleh Rizieq Syihab.
Namun Komnas HAM mendapatkan fakta terdapat pengintaian dan pembuntutan yang dilakukan oleh selain petugas kepolisian.
Dari hasil penyelidikan tersebut, lanjut Anam, Komnas HAM menyampaikan empat rekomendasi mengingat tewasnya empat anggota Laskar FPI merupakan kategori pelanggaran HAM. Rekomendasi tersebut adalah melanjutkan masalah tersebut ke tingkat penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana.
Komnas HAM meminta polisi untuk mendalami dan melakukan penegakan hukum terhadap orang-orang yang berada di dalam dua mobil, yakni Avanza hitam bernomor polisi B1739 PWQ dan Avanza perak bernomor polisi B1278 KJD. Sebab dalam pembuntutan terhadap rombongan Muhammad Rizieq Syihab, terdapat enam mobil tetapi polisi tidak mengakui kedua mobil tersebut milik petugas Polda Metro Jaya.
Polda Metro Jaya hanya mengakui empat mobil yang merupakan milik anggota mereka, yaitu mobil petugas bernomor polisi B 1542 POI, Avanza perak bernomor polisi K 9143 EL, Xenia perak bernomor polisi B 1519 UTI, dan Land Cruiser yang belum teridentifikasi nomor polisinya.
Komnas HAM meminta polisi mengusut lebih lanjut kepemilikan senjata yang diduga digunakan oleh Laskar FPI. Komnas meminta proses penegakan hukum dilakukan dengan akuntabel, objektif, dan transparan sesuai standar HAM.
Sejak peristiwa itu terjadi, Komnas HAM melakukan peninjauan langsung ke lokasi peristiwa di Karawang, Jawa Barat, pada 8 Desember 2020. Komnas HAM telah membentuk tim penyelidikan sesuai mandat Komnas HAM Pasal 89 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM sejak 7 Desember 2020.
Dalam peninjauan itu, pihaknya menemukan beberapa benda yang diduga sebagai bagian peristiwa tersebut, di antaranya tujuh buah proyektil, tiga buah selongsong, bagian peluru, pecahan mobil, dan benda lain dari bagian mobil seperti baut.
Komnas HAM juga meminta keterangan terhadap sejumlah pihak, antara lain kepolisian, siber, nafis, dan petugas kepolisian yang bertugas, hingga pengurus FPI.
Komnas HAM juga mendalami bukti-bukti 9.942 video dan 137 ribu foto yang berkaitan dengan insiden tersebut. Bukti tersebut dijadikan tahap finalisasi laporan akhir Tim Penyelidik Komnas HAM sebelum mengumumkan hasil rekomendasi akhir.
Selain itu, Komnas HAM juga melakukan pengecekan terhadap barang bukti, termasuk mobil yang dipakai saat bentrok polisi-FPI terjadi. Komnas HAM juga melakukan rekonstruksi insiden bentrok tersebut di kantor mereka secara tertutup dengan menghadirkan anggota Polri.
Sementara itu Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono menyatakan pihaknyaa akal menyelidiki lebih lanjut terkait hasil temuan dan rekomendasi dari Komnas HAM terkait insiden bentrok antara polisi dengan FPI di Jalan tol Jakarta-Cikampek Desember 2020 lalu.
Argo pun mengutip kesimpulan dari Komnas HAM yang menyatakan bahwa insiden penembakan itu di luar perintah yang diberikan oleh pimpinannya. Dengan demikian, kasus tersebut tak digolongkan sebagai kasus pelanggaran HAM berat.
Kasus bentrok polisi dan FPI terjadi pada Senin dini hari, 7 Desember 2020, di ruas tol Jakarta-Cikampek. Kejadian tersebut menyebabkan enam anggota FPI tewas akibat peluru yang ditembakkan polisi. Polisi dan FPI saling tuding terkait peristiwa itu, masing-masing mengklaim lebih dulu diserang.
Kasus yang semula ditangani Polda Metro Jaya itu kini ditangani oleh Bareskrim Polri. Bareskrim telah melakukan rekonstruksi di empat titik di Karawang, Jawa Barat, yakni depan Hotel Novotel, Jalan Internasional Karawang Barat; Jembatan Badami, Karawang; Rest Area KM 50 Tol Jakarta-Cikampek; KM 51+200 Jalan Tol Jakarta Cikampek.
Polisi mendalami dugaan pelanggaran tindak pidana penyerangan dan melawan petugas. Selain itu, juga diberlakukan pasal kepemilikan senjata api ilegal.
Pihak FPI menolak hasil rekonstruksi polisi dan menginginkan pembentukan tim independen untuk mengusut kasus ini. Lewat surat keputusan bersama enam menteri, pemerintah pada 30 Desember 2020 membubarkan FPI dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang. [fw/ah]