Maraknya prostitusi online menjadi sorotan masyarakat setelah dua artis muda ditangkap ketika berkencan dengan pelanggan mereka di Kota Surabaya, Jawa Timur. Polisi akhirnya menetapkan artis berinisial VA sebagai tersangka dalam kasus prostitusi online.
Dalam penyelidikan lebih lanjut, polisi menyatakan ada 45 artis dan seratus model diduga terlibat jaringan prostitusi online.
Fenomena prostitusi online ini menjadi bahasan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (24/1). Dalam pemaparannya, Komisioner Komnas Perempuan, Adriana Venny, menegaskan betapa banyaknya predator seksual berkeliaran di dunia pendidikan yang mengancam anak-anak perempuan. Mereka berada di lembaga pendidikan agama, lembaga pendidikan umum, lembaga pendidikan swasta, dan lembaga pendidikan negeri.
Adriana mengungkapkan predator seksual yang beroperasi melalui online atau media sosial juga meningkat. Dia meyakini jumlah perempuan menjadi korban pelecehan atau kekerasan seksual namun tidak mau melapor lebih banyak ketimbang yang berani mengadu.
Terkait prostitusi online, lanjut Adriana, Komnas Perempuan melihat ada kecenderungan untuk mengkriminalisasi korban. Adriana mencontohkan kasus yang melibatkan artis berinisial VA yang sudah menjadi tersangka.
“Siapa jaringan traffickingnya, itu sudah berhenti di situ saja karena dia sudah dikriminalisasi. Siapa jaringan itu, siapa orang-orang di belakang jaringan itu, siapa penggunanya. Apakah ini terkait dengan gratifikasi seksual atau bukan. Jadi selesai di situ saja. Jadi perempuan ini dikorbankan untuk suatu hal yang lebih besar lagi,” ujar Adriana.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, menjelaskan sudah saatnya laki-laki mengingatkan lelaki lain agar tidak melakukan kejahatan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual dan terlibat prostitusi.
“Bilamana ada perempuan berjalan salah (menjadi pelacur) atau tidak terpuji, laki-laki bisa berani menegur perempuan jangan membuat hal seperti itu karena menjatuhkan harkat dan martabat perempuan. Jangan justeru terbawa dan membuat perempuan itu akhirnya jatuh. Itu bukan cara laki-laki melindungi kaum perempuan,” ujar Yohana.
Yohana mengaku kaget dengan maraknya prostitusi online, termasuk yang dilakoni para artis dan model. Dia mengatakan fenomena ini juga dipicu oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Yohana menyesalkan maraknya fenomena prostitusi online sebab Indonesia merupakan negara berketuhanan yang mengikat warganya untuk berperilaku sesuai norma agama dan sosial. Dia mengaku heran kenapa ada artis terlibat dalam prostitusi online karena ia menganggap kalangan selebritas memiliki penghasilan yang mencukupi.
Menurut Yohana, prostitusi online termasuk dalam kejahatan perdagangan orang dan eksploitasi. Menurutnya maraknya prostitusi online juga karena masih ada anggapan perempuan adalah warga kelas dua di bawah lelaki dan masih kuatnya budaya patriarki, dimana kaum hawa harus tunduk pada kaum adam.
Yohana menekankan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terus melaksanakan program tiga setop, yakni menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, menghentikan perdagangan perempuan, dan menghentikan hambatan ekonomi pada perempuan.
Aktivis perempuan sekaligus mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Adjeng Ratna Suminar menjelaskan banyak juga perempuan Indonesia menjadi korban kekerasan seksual di luar negeri.
Dia menceritakan mahasiswi bernama Eris asal Bandung, Jawa Barat.
Karena tidak dibelikan motor oleh orang tuanya, Eris lari ke Malaysia dan akhirnya tertipu sehingga menjadi pelacur. Sehari dia meladeni 43 laki-laki.
Adjeng menegaskan maraknya pelecehan dan kekerasan seksual terhadap kaum hawa karena rendahnya hukuman yang diterima pelaku.
“Apakah ada perempuan yang ingin membuktikan waktu diperkosa. Itulah penyebab utama di Indonesia yang mana akhirnya pelecehan ke perempuan amat banyak karena hukumannya sangat ringan,” ujar Adjeng.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, mengatakan diskriminasi dan kekerasan seksual terhadap perempuan harus dibongkar sampai ke akarnya. Hetifah menyebut ringannya hukuman menjadi salah satu penyebab maraknya pelecehan dan kekerasan seksual atas kaum hawa.
Hetifah menyebutkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dinyatakan barang siapa mendapat keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikan dia pelacur, itu diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.
“Bisa juga kita melakukan satu pendekatan dengan melindungi, dengan asumsi kebanyakan dari para pekerja seksual itu rentan terhadap tindak kekerasan juga dan mereka itu sebenarnya adalah korban.
Hetifah menilai media seolah telah menghukum perempuan menjadi pelacur dengan membongkar identitas, foto, dan daftar harganya, namun tidak ada upaya untuk mengungkap pengguna dari pelacur tersebut.
Artis Jane Shalimar mengungkapkan gaya hidup serba glamor yang bisa menyeret kalangan selebritas tercebur ke dalam dunia prostitusi. Sebab mereka butuh uang banyak untuk bergaya serba mahal baik dalam hal berpakaian, kendaraan, tempat tinggal. Meski begitu, dia menegaskan tidak semua artis terlibat prostitusi.
Jane berharap pemerintah dan DPR segera mengeluarkan undang-undang yang bisa membuat orang-orang terlibat jaringan prostitusi, termasuk secara online, menjadi jera.
Pemerhati sosial Ade Armando mengatakan terungkapnya kasus prostitusi online artis harus menjadi tonggak untuk memperhatikan penderitaan kaum hawa yang menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual. Namun dia menyesalkan kalau dalam kasus VA pengguna tidak terkena hukuman. [fw/em]