Persoalan sungai di Indonesia masih menjadi masalah serius yang harus diselesaikan, baik oleh pemerintah maupun oleh elemen masyarakat yang berkepentingan terhadap sungai.
Sekretaris Jenderal Kongres Sungai Indonesia (KSI) Agus Gunawan Wibisono mengatakan, penyelenggaraan kongres sungai di Jawa Timur ingin menyatukan semua potensi masyarakat, untuk bersama-sama menyelesaikan persoalan sungai yang seringkali berjalan secara parsial dan sendiri-sendiri.
“Implementasi di lapangan, para pihak yang bertanggungjawab, atau stakeholder utama yang bertanggungjawab pengelolaan sungai itu masih bekerja sendiri-sendiri. Nah di Jawa Timur kita harapkan strategi konsolidasi ini bisa kita rumuskan bareng-bareng, lalu bagaimana langkah kita ke depan,” kata Agus Gunawan Wibisono, Sekjen Kongres Sungai Indonesia.
Kongres Sungai Indonesia yang pertama berlangsung pada Agustus 2015 lalu di Banjarnegara, Jawa Tengah, dan menghasilkan Maklumat Serayu, yang menyatakan kesadaran akan perlunya revolusi pengelolaan sungai dan kawasan daerah aliran sungai yang rusak dan tercemar. Kerusakan yang terjadi lebih disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya manfaat sungai bagi kehidupan.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menegaskan, kesadaran dan gerakan bersama seluruh elemen masyarakat diperlukan untuk mengatasi persoalan kerusakan ekosistem sungai di Indonesia.
“Muncul gerakan-gerakan luar biasa sekarang, muncul sekolah sungai, jaga kali, anak SMA pelihara, perguruan tinggi punya pengampu, dia mengampu sungai. Jadi sekarang muncul perilaku-perilaku yang orang bisa meneriaki, hei jangan buang sampah sembarangan, hei jangan membangun sembarangan, hei pelihara tanaman kita, hei itu pencemaran. Sekarang semua cerewet semua, yang berkaitan dengan sungai. Harapan kita semuanya nanti di seluruh Indonesia ini akan ada gerakan-gerakan ini, dan kemudian bisa memperbaiki kondisi sungai yang rusak. Nah yang belum rusak kita harapkan agak kita bijaksana,” kata Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah.
Kerusakan ekosistem sungai banyak disebabkan pencemaran oleh masyarakat. Banyak anggota masyarakat masih membuang sampah serta limbah secara langsung ke sungai.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan, pencemaran sungai di Jawa Timur 55 persen diakibatkan oleh limbah domestik, termasuk pembuangan tinja langsung ke sungai.
“Terutama yang limbah domestik yang paling besar. Jamban ini kan besar-besaran kita bangun, jamban ini. Program yang dilakukan oleh BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Unair (Universitas Airlangga Surabaya) di pinggir selatannya Kali (sungai) Surabaya ini kan bagian yang luar biasa, sampai di Driyorejo,” jelas Gubernur Soekarwo.
Agus Gunawan menambahkan, selain peran serta masyarakat untuk bersama-sama memperbaiki ekosistem sungai, pemerintah dan aparat penegak hukum perlu terus didorong untuk menegakkan Undang-undang terhadap pelaku penyebab kerusakan sungai.
“Penegakan hukum yang berkaitan dengan misalkan penyalahgunaan sempadan sungai, digunakan untuk bangunan, ini masih banyak upaya-upaya penegakan hukum yang belum jalan dengan cukup baik. Sebenarnya itu yang salah satu yang ingin kita dorong, yang ingin kita upayakan supaya itu segera dijalankan,” kata Agus Gunawan Wibisono. [pr/ab]