Konstitusi Mesir yang baru, disetujui oleh pemilih dalam referendum dua tahap bulan ini, menggantikan Piagam 1971 yang dibekukan tahun lalu setelah protes meluas yang menumbangkan kekuasaan panjang presiden Hosni Mubarak.
Berikut adalah kesamaan dan perbedaan antara kedua dokumen tersebut dalam beberapa isu kunci:
Peran Islam
Kedua konstitusi menetapkan Islam sebagai agama resmi di Mesir dan Hukum Islam, atau syariah, sebagai sumber utama legislasi. Keduanya juga mewajibkan negara untuk “mempertahankan” nilai keluarga tradisional yang berdasarkan Islam.
Namun konstitusi 2012 untuk pertama kalinya mendefiniskan syariah. Dokumen tersebut menetapkan prinsip-prinsip syariah termasuk “bukti, peraturan, yurisprudensi dan sumber-sumber” yang diterima oleh Islam Sunni, sekte Islam mayoritas di Mesir.
Dokumen baru juga memberikan wewenang yang belum pernah ada sebelumnya kepada Al-Azhar, sekolah agama paling dihormati dalam kelompok Islam Sunni, dengan menyatakan bahwa semua hal berkaitan syariah harus dikonsultasikan pada para akademi di sekolah tersebut. Piagam 1971 tidak menyebut-nyebut Al-Azhar.
Hak Asasi Manusia
Kedua dokumen menyatakan bahwa tahanan tidak boleh menjadi target “bahaya fisik maupun moral” dan negara harus menjaga kehormatan diri mereka.
Dalam hal perlindungan hak asasi yang baru, konstitusi 2012 melarang semua bentuk eksploitasi manusia dan perdagangan seks.
Hak Perempuan
Kedua dokumen meminta negara membantu perempuan dalam biaya mengasuh anak dan menyeimbangkan tanggung jawab keluarga dan pekerjaan. Namun dokumen-dokumen ini berbeda dalam hal persamaan antara laki-laki dan perempuan.
Pembukaan konstitusi 2012 menyatakan bahwa Mesir menaati prinsip persamaan “untuk semua warga negara, perempuan dan laki-laki, tanpa diskriminasi atau nepotisme atau perlakuan yang memihak, baik dalam hal hak maupun kewajiban.”
Bagian utama dokumen baru juga mengandung dua pasal yang melarang negara melanggar hak dan kesempatan yang sama bagi warga negara. Namun kedua pasal tersebut tidak secara eksplisit melarang diskriminasi terhadap perempuan.
Konstitusi 1971 menyertakan satu pasal yang mewajibkan negara untuk memperlakukan perempuan dan laki-laki secara sama dalam “ranah politik, sosial, budaya dan ekonomi,” selama perlakuan tersebut tidak melanggar syariah.
Satu pasal lain secara eksplisit melarang diskriminasi gender.
Kebebasan Ekspresi
Kedua piagam menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat secara verbal, tulisan atau gambar, dan kebebasan pers untuk memiliki organisasi berita dan menerbitkan berita secara independen.
Dokumen 2012 melakukan perubahan besar dengan menjamin kemerdekaan berkeyakinan untuk “agama monoteis/samawi” – sebuah referensi untuk Islam, Kristiani dan Yudaisme.
Konstitusi tersebut menyatakan bahwa pengikut agama-agama tersebut memiliki hak untuk melaksanakan ritual keagamaan dan mendirikan tempat ibadah “sesuai aturan hukum.” Undang-undang dasar terdahulu tidak menyebutkan hak-hak agama selain Islam.
Dalam perbedaan lainnya, dokumen yang baru tersebut mencakup larangan terhadap “penghinaan” terhadap nabi-nabi dalam Islam.
Wewenang Presiden
Kedua konstitusi menetapkan presiden sebagai komandan militer tertinggi dan kepala Dewan Pertahanan Nasional, lembaga yang beranggotakan enam menteri Kabinet sipil dan enam pejabat tinggi militer.
Dokumen-dokumen tersebut juga mengatakan bahwa presiden hanya dapat menyatakan perang atas persetujuan parlemen.
Beberapa batasan untuk otoritas presiden ditambahkan pada piagam 2012. Dokumen ini mengurangi masa jabatan presiden dari enam tahun menjadi empat tahun, dan presiden hanya dapat dipilih kembali satu kali, tidak terbatas seperti dalam era Mubarak.
Kandidat perdana menteri yang dicalonkan presiden juga harus disetujui parlemen sebelum diangkat. Sebelumnya, presiden memiliki hak untuk menunjuk atau memecat perdana menteri tanpa veto parlemen.
Piagam 2012 juga mewajibkan presiden untuk berkonsultasi dengan Dewan Pertahanan Nasional sebelum menyatakan perang.
Dokumen ini sama sekali tidak menyebut wakil presiden. Mantan presiden Mubarak memiliki hak untuk mengisi pos tersebut sesuai dokumen 1971, namun ia hanya melakukannya pada hari-hari akhir kekuasaannya.
Kekuasaan Militer
Konstitusi yang baru secara signifikan memperkuat otoritas pasukan bersenjata Mesir. Dokumen itu menyatakan bahwa presiden harus memilih menteri pertahanan dari pejabat tinggi militer. Pilihan tersebut tidak dibatasi sebelumnya.
Di bawah piagam yang baru, kekuasaan untuk menetapkan anggaran pasukan bersenjata dijamin oleh Dewan Pertahanan Nasional, setengah dari anggotanya adalah pejabat militer.
Pejabat senior militer juga mendapat kekuasaan lebih tinggi untuk menyeret warga sipil ke pengadilan militer, namun hanya dalam kasus-kasus kejahatan yang dianggap “membahayakan pasukan bersenjata.”
Selain itu, dokumen 2012 juga menciptakan Dewan Keamanan Nasional yang beranggotakan pejabat senior militer dan menteri Kabinet yang sipil dengan jumlah berimbang.
Dewan tersebut diberikan tugas untuk mengadopsi strategi-strategi keamanan, mengidentifikasi ancaman keamanan dan mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman-ancaman tersebut.
Berikut adalah kesamaan dan perbedaan antara kedua dokumen tersebut dalam beberapa isu kunci:
Peran Islam
Kedua konstitusi menetapkan Islam sebagai agama resmi di Mesir dan Hukum Islam, atau syariah, sebagai sumber utama legislasi. Keduanya juga mewajibkan negara untuk “mempertahankan” nilai keluarga tradisional yang berdasarkan Islam.
Namun konstitusi 2012 untuk pertama kalinya mendefiniskan syariah. Dokumen tersebut menetapkan prinsip-prinsip syariah termasuk “bukti, peraturan, yurisprudensi dan sumber-sumber” yang diterima oleh Islam Sunni, sekte Islam mayoritas di Mesir.
Dokumen baru juga memberikan wewenang yang belum pernah ada sebelumnya kepada Al-Azhar, sekolah agama paling dihormati dalam kelompok Islam Sunni, dengan menyatakan bahwa semua hal berkaitan syariah harus dikonsultasikan pada para akademi di sekolah tersebut. Piagam 1971 tidak menyebut-nyebut Al-Azhar.
Hak Asasi Manusia
Kedua dokumen menyatakan bahwa tahanan tidak boleh menjadi target “bahaya fisik maupun moral” dan negara harus menjaga kehormatan diri mereka.
Dalam hal perlindungan hak asasi yang baru, konstitusi 2012 melarang semua bentuk eksploitasi manusia dan perdagangan seks.
Hak Perempuan
Kedua dokumen meminta negara membantu perempuan dalam biaya mengasuh anak dan menyeimbangkan tanggung jawab keluarga dan pekerjaan. Namun dokumen-dokumen ini berbeda dalam hal persamaan antara laki-laki dan perempuan.
Pembukaan konstitusi 2012 menyatakan bahwa Mesir menaati prinsip persamaan “untuk semua warga negara, perempuan dan laki-laki, tanpa diskriminasi atau nepotisme atau perlakuan yang memihak, baik dalam hal hak maupun kewajiban.”
Bagian utama dokumen baru juga mengandung dua pasal yang melarang negara melanggar hak dan kesempatan yang sama bagi warga negara. Namun kedua pasal tersebut tidak secara eksplisit melarang diskriminasi terhadap perempuan.
Konstitusi 1971 menyertakan satu pasal yang mewajibkan negara untuk memperlakukan perempuan dan laki-laki secara sama dalam “ranah politik, sosial, budaya dan ekonomi,” selama perlakuan tersebut tidak melanggar syariah.
Satu pasal lain secara eksplisit melarang diskriminasi gender.
Kebebasan Ekspresi
Kedua piagam menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat secara verbal, tulisan atau gambar, dan kebebasan pers untuk memiliki organisasi berita dan menerbitkan berita secara independen.
Dokumen 2012 melakukan perubahan besar dengan menjamin kemerdekaan berkeyakinan untuk “agama monoteis/samawi” – sebuah referensi untuk Islam, Kristiani dan Yudaisme.
Konstitusi tersebut menyatakan bahwa pengikut agama-agama tersebut memiliki hak untuk melaksanakan ritual keagamaan dan mendirikan tempat ibadah “sesuai aturan hukum.” Undang-undang dasar terdahulu tidak menyebutkan hak-hak agama selain Islam.
Dalam perbedaan lainnya, dokumen yang baru tersebut mencakup larangan terhadap “penghinaan” terhadap nabi-nabi dalam Islam.
Wewenang Presiden
Kedua konstitusi menetapkan presiden sebagai komandan militer tertinggi dan kepala Dewan Pertahanan Nasional, lembaga yang beranggotakan enam menteri Kabinet sipil dan enam pejabat tinggi militer.
Dokumen-dokumen tersebut juga mengatakan bahwa presiden hanya dapat menyatakan perang atas persetujuan parlemen.
Beberapa batasan untuk otoritas presiden ditambahkan pada piagam 2012. Dokumen ini mengurangi masa jabatan presiden dari enam tahun menjadi empat tahun, dan presiden hanya dapat dipilih kembali satu kali, tidak terbatas seperti dalam era Mubarak.
Kandidat perdana menteri yang dicalonkan presiden juga harus disetujui parlemen sebelum diangkat. Sebelumnya, presiden memiliki hak untuk menunjuk atau memecat perdana menteri tanpa veto parlemen.
Piagam 2012 juga mewajibkan presiden untuk berkonsultasi dengan Dewan Pertahanan Nasional sebelum menyatakan perang.
Dokumen ini sama sekali tidak menyebut wakil presiden. Mantan presiden Mubarak memiliki hak untuk mengisi pos tersebut sesuai dokumen 1971, namun ia hanya melakukannya pada hari-hari akhir kekuasaannya.
Kekuasaan Militer
Konstitusi yang baru secara signifikan memperkuat otoritas pasukan bersenjata Mesir. Dokumen itu menyatakan bahwa presiden harus memilih menteri pertahanan dari pejabat tinggi militer. Pilihan tersebut tidak dibatasi sebelumnya.
Di bawah piagam yang baru, kekuasaan untuk menetapkan anggaran pasukan bersenjata dijamin oleh Dewan Pertahanan Nasional, setengah dari anggotanya adalah pejabat militer.
Pejabat senior militer juga mendapat kekuasaan lebih tinggi untuk menyeret warga sipil ke pengadilan militer, namun hanya dalam kasus-kasus kejahatan yang dianggap “membahayakan pasukan bersenjata.”
Selain itu, dokumen 2012 juga menciptakan Dewan Keamanan Nasional yang beranggotakan pejabat senior militer dan menteri Kabinet yang sipil dengan jumlah berimbang.
Dewan tersebut diberikan tugas untuk mengadopsi strategi-strategi keamanan, mengidentifikasi ancaman keamanan dan mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman-ancaman tersebut.