Pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berinisial MS mengucapkan terima kasih atas dukungan warganet yang mengawal kasus pelecehan seksual dan perundungan yang dialaminya. Namun, ia meminta warganet tidak berkomentar negatif dan menyebarluaskan identitas keluarga pelaku. Ia khawatir keluarga pelaku akan mengalami trauma berkepanjangan akibat tindakan tersebut, terutama anak-anaknya.
"Saya sebagai manusia mempertimbangkan segala aspek, etika dan nilai-nilai kemanusiaan. Saya khawatir keluarga pelaku, seperti istri, anak, dan orang tuanya mendapatkan dampak psikis atau trauma berkepanjangan seperti yang saya alami," tulis SM dalam surat untuk netizen Indonesia, Minggu (5/9/2021).
MS meminta warganet fokus pada kasus pelecehan seksual dan perundungan ketimbang berkomentar negatif dan menyebar identitas keluarga pelaku.
100 Organisasi Desak KPI
Sementara itu, lebih dari seratus organisasi yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Korban Kekerasan Seksual Dalam Negara meminta KPI untuk menjamin hak-hak korban dan memberikan sanksi bagi pelaku kekerasan.
Perwakilan gabungan organisasi dari Koalisi Perempuan Indonesia Wiwik Afifah mengatakan mengatakan kasus ini masuk dalam ranah pidana. Karena itu, ia berharap kasus ini diproses secara hukum agar tidak muncul korban lainnya.
"Ketika ini terus berlangsung maka pelaku akan terus melakukan dan korban akan terus dilecehkan. Sehingga ini harus diselesaikan secara hukum," jelas Wiwik dalam konferensi pers daring, Sabtu (5/9/2021).
Wiwik mendorong pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Ini supaya pelaku pelecehan seksual dapat mendapat hukuman yang adil dan korban mendapat program pemulihan.
Selain itu, ia bersama Masyarakat Peduli Korban Kekerasan Seksual Dalam Negara meminta KPI untuk membentuk tim investigasi independen dengan melibatkan pihak eksternal KPI. Semisal Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komnas Perempuan, YLBHI, dan LBH APIK. Koalisi juga mendesak KPI menonaktifkan terduga pelaku kekerasan hingga proses hukum selesai.
"Selama proses hukum, gambar, foto, video dan segala bentuk visualisasi yang mendokumentasikan proses dan hasil kekerasan fisik, mental dan seksual yang dilakukan oleh pelaku, harus diambil dari penguasaan pelaku dan dipastikan tidak beredar ke publik," tulis Masyarakat Peduli Korban Kekerasan Seksual Dalam Negara.
Kekerasan dan Pelecehan Seksual di KPI
MS mengaku mengalami kekerasan sejak ia bekerja di KPI pada 2011 hingga 2019 oleh sejumlah orang secara sistematis. Ia menyebut dengan lengkap nama dan jabatan tersangka pelaku yang selama bertahun-tahun melakukan kejahatan itu. MS mengaku menderita secara fisik dan mental sehingga berulang kali jatuh sakit, dan berobat ke beberapa klinik kesehatan dan rumah sakit.
MS sebelumnya sudah berusaha melakukan berbagai macam upaya, termasuk melaporkan kekerasan yang terjadi kepada polisi. Namun, hasilnya nihil karena polisi menganggap apa yang terjadi sebaiknya diurus secara internal di lingkungan kantor.
Menanggapi hal itu, Ketua KPI Agung Suprio, mengatakan pihaknya mendorong dan mendukung penyelesaian kasus pelecehan dan perundungan yang terjadi di lingkungan KPI. Ia menyampaikan KPI juga memberikan pendampingan hukum dan menyiapkan pendampingan psikologis terhadap korban.
"Mendukung penuh seluruh proses hukum dan akan terbuka atas informasi yang dibutuhkan untuk penyelidikan kasus ini," jelas Agung Suprio melalui keterangan tertulis pada Jumat (3/9/2021).
Agung menambahkan KPI telah melakukan investigasi internal dengan meminta keterangan dan penjelasan dari pihak terduga pelaku. KPI juga telah membebaskantugaskan terduga pelaku dari semua kegiatan KPI untuk memudahkan proses penyelidikan kepolisian. [sm/em]