Evit Kambu, seorang warga di Papua Nugini, kehilangan 18 anggota keluarganya akibat bencana longsor besar yang melanda Desa Yambali, daerah terpencil di utara negara itu, pada Jumat (24/5).
“Ada 18 anggota keluarga saya yang terkubur di bawah puing-puing dan tanah tempat saya berdiri ini. Dan masih banyak lagi anggota keluarga di desa ini, yang tidak bisa saya hitung. Saya adalah pemilik lahan di sini, terima kasih kepada semua orang yang telah datang untuk membantu kami. Tapi saya tidak bisa mengevakuasi jenazah, jadi saya hanya pasrah berdiri di sini,” katanya.
Longsor menerjang desa itu sekitar pukul 3 dini hari, saat sebagian besar warga masih tertidur. Lebih dari 150 rumah terkubur di bawah puing-puing setinggi hampir dua lantai.
Pusat Bencana Nasional Papua Nugini pada Senin (2/5) menyatakan lebih dari 2.000 orang tertimbun tanah longsor dan telah meminta bantuan internasional.
Angka tersebut didasarkan pada estimasi pejabat setempat. Sebelumnya, Badan PBB memperkirakan jumlah korban tewas mencapai lebih dari 670 orang pada hari Minggu (26/5).
Dalam sebuah surat yang dibaca kantor berita Associated Press kepada koordinator perwakilan PBB, Direktur Sementara Pusat Bencana Nasional Papua Nugini, Luseta Laso Mana, menyatakan bahwa tanah longsor tersebut “mengubur lebih dari 2.000 orang hidup-hidup” dan menyebabkan “kehancuran parah” di desa Yambali, provinsi Enga.
Kepala Misi Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) di Papua Nugini, Serhan Aktoprak, mengungkapkan, “Masalahnya, tanahnya sangat dalam. Sangat sulit untuk menemukan jenazah di bawah reruntuhan yang berat. Tanahnya pun masih terus bergeser. Bebatuan terus berjatuhan.”
Ia menambahkan, beberapa penduduk setempat enggan menerima alat berat untuk menyingkirkan puing-puing, demi menjaga keutuhan jenazah.
“Lebih parahnya lagi, ada air yang mengalir di bawah puing-puing dan lantai, tanah, permukaan di mana puing-puing itu berada. Jadi, kami khawatir lumpur ini dapat menyebabkan longsor (susulan),” jelas Aktoprak.
Menurut organisasi-organisasi kemanusiaan di sana, medan yang berbahaya dan sulitnya memperoleh bantuan ke lokasi meningkatkan kekhawatiran bahwa hanya sedikit orang yang bisa ditemukan dalam keadaan selamat. Lokasi yang terpencil dan perang suku di dekat wilayah itu juga menghambat upaya bantuan, tambah mereka.
Negara tetangga Australia pada Senin (27/5) mengumumkan paket bantuan awal senilai A$2,5 juta (setara Rp26 miliar) dan akan mengirimkan para ahli teknis untuk membantu proses evakuasi korban jiwa dan pemulihan di Papua Nugini.
Menteri Pertahanan Australia Richard Marles mengatakan, “Kami akan terus bekerja sama dengan pemerintah Papua Nugini untuk mencari cara terbaik demi memberikan bantuan dalam beberapa hari ke depan.”
Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, Presiden China Xi Jinping dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menawarkan bantuan. [br/jm]
Forum