Korea Selatan, Kamis (11/10) menarik diri dari rencana mencabut sebagian sanksi-sanksi sepihaknya terhadap Korea Utara, menyusul pernyataan keras Presiden Amerika Donald Trump bahwa Seoul “tidak dapat berbuat apapun” tanpa persetujuan Washington.
Menteri Luar Negeri Kang Kyung-wha, Rabu (10/10) mengatakan bahwa Seoul sedang mempertimbangkan pencabutan sanksi-sanksi yang diberlakukan setelah serangan maut tahun 2010 yang menewaskan 46 pelaut Korea Selatan. Ia menyebutkan tentang niat menciptakan lebih banyak momentum diplomatik bagi pembicaraan mengenai program nuklir Korea Utara.
Kalangan konservatif Korea Selatan bereaksi marah, dan kementerian luar negeri kemudian tidak membesar-besarkan komentarnya itu, dengan menyebutkan dalam suatu pernyataan bahwa pemerintah belum memulai evaluasi penuh mengenai sanksi-sanksi, yang berarti tidak ada keputusan yang akan segera diambil.
Menteri Unifikasi Cho Myoung-gyon menyampaikan pada audit parlemen hari Kamis bahwa belum ada pertimbangan serius untuk mencabut sanksi-sanksi dan hal itu akan sulit dilakukan kecuali apabila Korea Utara mengaku bertanggungjawab atas serangan tahun 2010 itu. Korea Utara dengan sengit telah membantah menenggelamkan kapal Cheonan.
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in yang berhaluan liberal berharap bahwa kemajuan dalam diplomasi nuklir akan memungkinkannya memajukan rencananya yang ambisius untuk berdialog dengan Korea Utara, termasuk di antaranya mengenai berbagai proyek ekonomi bersama serta menghubungkan kembali jalan raya dan jalur kereta api antar-Korea.
Sewaktu menyatakan bahwa membaiknya hubungan antar-Korea mungkin dapat memfasilitasi kemajuan dalam perundingan nuklir yang lebih besar antara Amerika Serikat dan Korea Utara, Cho mengatakan Seoul belum siap untuk mengampanyekan pengurangan tekanan terhadap Korea Utara. [uh]