Tautan-tautan Akses

Korut Kerahkan Pasukan ke Ukraina, Korsel Ancam Kirim Senjata dan Personil


Seorang pria membaca koran yang dipajang di jalan untuk umum di Seoul, 21 Oktober 2024, yang menampilkan liputan tentang keputusan Korea Utara untuk mengerahkan ribuan tentara ke garis depan Ukraina. (Anthony WALLACE / AFP)
Seorang pria membaca koran yang dipajang di jalan untuk umum di Seoul, 21 Oktober 2024, yang menampilkan liputan tentang keputusan Korea Utara untuk mengerahkan ribuan tentara ke garis depan Ukraina. (Anthony WALLACE / AFP)

Korea Selatan memperbarui ancamannya untuk mengirim senjata ke Ukraina, beberapa hari setelah merilis informasi intelijen yang menyatakan bahwa Korea Utara berencana untuk mengerahkan sejumlah besar pasukan untuk mendukung invasi Rusia.

Korea Selatan akan mempertimbangkan untuk mengirimkan “senjata untuk pertahanan dan serangan” kepada Ukraina, demikian menurut kantor berita Yonhap mengutip seorang pejabat senior kepresidenan yang tidak disebutkan namanya, Selasa (22/10).

Yonhap juga melaporkan bahwa Seoul mungkin akan mengirimkan personil militer dan intelijen ke Ukraina untuk menganalisa taktik perang Korea Utara dan membantu menginterogasi warga Korea Utara yang tertangkap.

Dalam sebuah pernyataan, Dewan Keamanan Nasional Korea Selatan menyerukan “penarikan segera” pasukan Korea Utara dari Rusia dan menjanjikan “tindakan balasan bertahap” yang tidak dijelaskan.

Peringatan ini menandai salah satu peringatan terkuat dari Seoul, seiring dengan meningkatnya kekhawatiran akan keterlibatan Korea Utara yang semakin dalam dalam konflik Ukraina.

Pekan lalu, badan intelijen Korea Selatan mengatakan bahwa Korea Utara telah mengirimkan sekitar 1.500 pasukan khusus ke Rusia untuk bergabung dengan perang di Ukraina, dan berencana untuk mengerahkan total 12.000 tentara dari unit elit.

Para pejabat Amerika Serikat dan NATO mengatakan bahwa mereka tidak dapat mengkonfirmasi pengerahan pasukan Korea Utara, namun mereka mengecam kerjasama militer Korea Utara-Rusia, termasuk pasokan artileri dan rudal dari Pyongyang untuk digunakan di Ukraina.

Negara-negara Barat telah lama mendesak Korea Selatan, salah satu eksportir senjata terbesar di dunia, untuk secara langsung mempersenjatai Ukraina. Korea Selatan sebelumnya telah menolak, karena khawatir hal ini dapat mendorong Rusia untuk memperluas hubungan militer dengan Korea Utara, yang mengupayakan senjata canggih untuk menarget Seoul.

Pergeseran strategis Meski demikian beberapa analis yakin bahwa perhitungan strategis Korea Selatan mungkin berubah, karena hubungan Korea Utara-Rusia semakin meningkat meskipun Seoul tetap berhati-hati.

Awal tahun ini, Korea Utara dan Rusia memulihkan perjanjian pertahanan bersama era Perang Dingin, yang membuka pintu untuk kerja sama militer yang lebih luas.

Menurut para analis, dengan mengirimkan pasukan ke Ukraina, militer Korea Utara bisa memperoleh pengalaman berharga di medan perang, mendapatkan dukungan keuangan untuk meningkatkan perekonomian negara yang sedang kesulitan dan menjadi landasan bagi latihan bersama di masa depan dengan Rusia. Ada juga kekhawatiran di Seoul bahwa Pyongyang mencari teknologi militer canggih dari Moskow, yang berpotensi mencakup bantuan untuk program nuklir, rudal, atau satelit.

Kekhawatiran-kekhawatiran ini mungkin menjelaskan respon kuat Korea Selatan terhadap keterlibatan Korea Utara di Ukraina, kata Mason Richey, seorang profesor di Universitas Studi Luar Negeri Hankuk, Korea Selatan.

“Bagi saya, penjelasan yang paling mudah adalah bahwa Korea Selatan menganggap Korea Utara mendapatkan sesuatu yang cukup berharga untuk penempatan pasukan itu, sehingga masuk akal untuk mengambil risiko untuk memberu dampak merugikan kepada Rusia,” kata Richey.

Perhitungan Korea Selatan

Keputusan untuk mempersenjatai Ukraina juga bisa berperan penting dalam prinsip kebijakan luar negeri Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol tentang “perdamaian melalui kekuatan,” kata Ben Engel, yang mengajar ilmu politik dan hubungan internasional di Universitas Dankook di luar Seoul.

“Mereka tidak akan terlihat kuat jika mereka tidak bereaksi. Dan mengirimkan senjata ke Ukraina adalah sesuatu yang secara de facto sudah mereka lakukan,” kata Engel. “Jadi, melakukannya secara eksplisit sepertinya merupakan langkah mudah untuk menunjukkan kekuatan” ujarnya.

Korea Selatan sejauh ini hanya memberikan senjata kepada pihak ketiga, seperti Amerika Serikat dan Polandia, yang secara langsung memasok senjata ke Ukraina.

Para pejabat Korea Selatan sering membela sikap ini dengan mengutip undang-undang domestik yang membatasi ekspor senjata ke zona konflik aktif, meskipun Yoon juga mengisyaratkan bahwa hambatan ini dapat dilewati.

Salah satu cara yang dapat dilakukan Yoon untuk mengatasi pembatasan tersebut adalah dengan menggunakan celah hukum yang dimaksudkan untuk mengizinkan pemberian bantuan kepada negara-negara berkembang, menurut anggota parlemen Korea Selatan, Kim Joon-hyung.

Kim, yang menentang keterlibatan Korea Selatan dalam perang Ukraina, mengatakan bahwa ia akan segera memperkenalkan undang-undang yang akan membatasi langkah tersebut.

Beberapa jajak pendapat publik menunjukkan bahwa mayoritas warga Korea Selatan menentang mempersenjatai Ukraina, meskipun masalah ini masih menjadi perdebatan.

Beberapa analis berpendapat bahwa Korea Selatan mungkin juga sedang mempertimbangkan hasil pemilihan umum Amerika Serikat yang akan datang sebelum mengambil langkah yang menentukan - terutama karena mantan Presiden Donald Trump telah menyatakan bahwa ia akan mengurangi dukungannya untuk Ukraina.

“Tidak ada gunanya menanggapi secara positif himbauan yang dibuat oleh [Presiden Amerika Serikat Joe] Biden dan NATO enam bulan yang lalu jika Trump menang,” kata Jeffrey Robertson, seorang profesor studi diplomatik di Universitas Yonsei Seoul.

Pergeseran jangka panjang

Di luar pertimbangan politik seperti pemilihan umum Amerika Serikat, beberapa ahli memperingatkan bahwa penyelarasan strategis yang semakin dalam antara Korea Utara dan Rusia merupakan tantangan jangka panjang yang mengancam keamanan Korea Selatan.

Hyun Seung-soo, seorang peneliti yang berspesialisasi dalam bidang Rusia di Korea Institute for National Unification, mencatat bahwa hubungan antara Korea Utara dan Rusia berkembang melampaui kerja sama militer jangka pendek.

“Orang-orang cenderung berpikir bahwa Korea Utara hanya akan mengirim sedikit tentara, menerima dukungan ekonomi, dan mendapatkan teknologi militer kecil sebagai imbalannya. Namun, perspektif Kim Jong Un jauh lebih luas dari itu,” kata Hyun.

“Bagi Korea Utara, berperang di Rusia bukan hanya tentang membantu Rusia - ini dianggap sebagai partisipasi dalam perang suci Korea Utara melawan AS,” tambahnya. “Pola pikir mereka bisa jadi adalah bahwa mereka hidup, bertempur, dan mati bersama dengan Rusia.”

Hyun memperingatkan, penyelarasan yang lebih luas ini dapat berdampak serius bagi Korea Selatan.

“Meskipun jumlah pasukan yang dikerahkan mungkin kecil, dampak dari pengerahan pasukan ini sangat signifikan,” kata Hyun. “Ini adalah tindakan Rusia dan Korea Utara yang dapat mengubah peta politik global.” [my/ab]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG