Korea Utara meluncurkan apa yang tampaknya merupakan misil balistik antarbenua (ICBM) pada Kamis (24/3), demikian disimpulkan pemerintah Jepang dan Korea Selatan. Ini tampaknya merupakan peluncuran misil jarak jauh pertama Pyongyang sejak 2017.
Kementerian Pertahanan Jepang menyatakan misil Korea Utara itu terbang lebih dari 70 menit sebelum mendarat di zona ekonomi eksklusif Jepang, hanya 170 kilometer sebelah barat Prefektur Aomori, Jepang Utara.
Para pejabat Jepang mengatakan rudal itu terbang selama lebih dari 70 menit, dan jatuh di lepas pantai utara Jepang.
Matsumoto Koichiro, dari Kantor Perdana Menteri Jepang, berbicara kepada VOA beberapa jam setelah peluncuran itu.
“Ini adalah tindakan yang tidak bisa ditoleransi, dan kami mengutuk peluncuran ini dengan tegas. Perdana menteri saya akan menghadiri KTT G7 hari ini, dan dia juga akan membahas masalah ini dengan rekan-rekannya dari G7," ujarnya.
Misil itu mencapai ketinggian 6.000 kilometer dan memiliki daya jelajah 1.100 kilometer, menurut pra pejabat Jepang, yang mengatakan senjata itu tampaknya adalah jenis ICBM baru.
Dalam pertemuan darurat Dewan Keamanan Nasional Korea Selatan, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in “mengecam keras” peluncuran itu, dengan menyatakan hal tersebut melanggar moratorium yang ditetapkan sendiri oleh Korea Utara mengenai peluncuran jarak jauh.
Sebagai tanggapan, militer Korea Selatan menembakkan lima misilnya sendiri – yang disebutnya sebagai “unjuk kemampuan dan kesediaan untuk segera merespons dan menjatuhkan hukuman.”
Korea Utara telah berulang kali memperingatkan bahwa negara itu sedang bersiap meluncurkan satelit mata-mata militer. Para pejabat AS menyatakan peluncuran semacam itu pada dasarnya akan merupakan uji coba misil jarak jauh dan mungkin melibatkan sebuah ICBM kuat baru yang kata para pakar dapat membawa banyak hulu ledak.
Korea Utara belum meluncurkan satelit sejak 2016. Uji coba ICBM paling akhirnya dilakukan pada tahun 2017, pada puncak ketegangan antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan mantan presiden AS Donald Trump.
Kim mengumumkan moratorium yang ditetapkannya sendiri mengenai ICBM dan uji coba nuklir pada tahun 2018, di tengah-tengah pembicaraan dengan Trump dan mitranya dari Korea Selatan, Presiden Moon Jae-in. Moratorium itu kini tampaknya tidak berlaku lagi.
Korea Utara telah melakukan 12 uji coba misil tahun ini, termasuk sedikitnya dua yang dikatakannya untuk mempersiapkan peluncuran satelit.
Belum jelas apakah peluncuran terakhir Korea Utara melibatkan satelit. Korea Utara belum mengomentari uji coba itu. Negara tersebut biasanya tidak mengumumkan aktivitas misilnya hingga keesokan paginya di media pemerintah.
Tes ICBM terbaru Korea Utara sebelumnya adalah pada tahun 2017, pada puncak ketegangan dengan Amerika Serikat. Sekitar waktu itu, Presiden AS Donald Trump mengancam akan “menghancurleburkan” Korea Utara.
Tetapi Presiden AS saat ini Joe Biden kemungkinan akan merespons dengan cara yang lebih terukur, kata analis Ramon Pacheco Pardo.
“Kami tahu bahwa AS tidak akan mengancam dengan serangan ke Korea Utara. Jadi, tentu saja itu artinya akan membantu secara signifikan, bukan? Dengan demikian tidak ada yang berpikir bahwa ini akan mengarah pada perang seperti yang diperkirakan akan terjadi oleh sebagian orang pada tahun 2017,” kata Pardo.
Untuk saat ini, satu-satunya pihak yang tampaknya tidak tertarik untuk berbicara adalah Korea Utara. Sejauh ini, pada tahun ini saja, Korea Utara telah melakukan 12 kali peluncuran rudal.
Menurut laporan intelijen AS baru-baru ini, Korea Utara juga dapat segera melakukan uji coba nuklir. [uh/ab/lt]