Tautan-tautan Akses

KPAI Temui Walikota Solo dan Cek Kondisi ADHA


Komisioner KPAI (tengah) menemui Walikota Solo (kanan) dan Kepala Dinas Pendidikan Pemkot Solo (kiri). (Foto: VOA/Sasmito)
Komisioner KPAI (tengah) menemui Walikota Solo (kanan) dan Kepala Dinas Pendidikan Pemkot Solo (kiri). (Foto: VOA/Sasmito)

Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI turun tangan langsung ke Solo untuk mengecek kondisi 14 anak dengan HIV/AIDs (ADHA) yang beberapa waktu lalu sempat ditolak bersekolah. KPAI ingin memastikan anak-anak tersebut tetap mendapat hak jaminan pendidikan dan kesehatan.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI melakukan pengecekan langsung kondisi 14 Anak dengan HIV AIDS (ADHA) pasca penolakan bersekolah di Solo. Komisioner KPAI, Retno Listiarti, Rabu (27/2) mengatakan selain ADHA dan pengelola Yayasan Lentera, KPAI juga menemui Walikota Solo dan Dinas terkait. Usai pertemuan, Retno mengungkapkan kunjungannya ini untuk memastikan belasan ADHA mendapat jaminan kesehatan dan pendidikan pasca kasus tersebut.

“KPAI tidak datang secara tiba-tiba ke sini, kita kemarin sudah cek ke lokasi ADHA, kita ngobrol dengan 14 ADHA, pengelola Yayasan Lentera. Kita gali informasi secara mendalam, kita klarifikasi, kemudian hari ini kita ke Pemkot Solo. Hasilnya sama, mereka 14 ADHA sekarang sudah sekolah. Wali kota sudah menjamin mereka akan sekolah yang sudah difasilitasi Pemkot Solo. Enam ADHA belum bersekolah, tiga di antaranya karena kondisi luka di tubuhnya, penyakit kulit, yang akan disembuhkan terlebih dahulu. Senin nanti mereka akan mulai sekolah," kata Retno.

"Hak pendidikan untuk ADHA akan terus dilakukan. Kasus terkait pendidikan ADHA ini kita anggap selesai. Kami memberi catatan, satu, ADHA itu mendapat Kartu Indonesia Pintar KIP, karena mereka banyak juga yang berasal dari luar Solo, bahkan ada yang dari Papua. Ini juga berdampak pada akses hak kependudukan, mereka ternyata juga sudah mendapat akses gartis, mendapat hak jaminan kesehatan di berbagai rumah sakit pemerintah yang ada berkat lembaran surat sakti pemkot Solo terkait data kependudukan ADHA ini,” imbuhnya.

Retno menambahkan peristiwa penolakan oleh orang tua siswa, Komite Sekolah dan Plt Kepala Sekolah salah satu SD Negeri di Solo beberapa waktu lalu terkait keberadaan 14 ADHA di sekolah itu karena faktor kurangnya komunikasi. Apalagi, tegas Retno, sekolah yang dipakai belasan ADHA di Solo itu mengalami regroupingatau penggabungan dengan sekolah negeri lain karena faktor kekurangan siswa.

Banner Kampanye "Akhiri Kekerasan terhadap Anak" di depan ruangan yang digunakan untuk pertemuan KPAI dengan Walikota Solo.(Foto: VOA/Yudha)
Banner Kampanye "Akhiri Kekerasan terhadap Anak" di depan ruangan yang digunakan untuk pertemuan KPAI dengan Walikota Solo.(Foto: VOA/Yudha)

Pertemuan antara KPAI dengan Wali kota Solo dan dinas terkait dilakukan secara tertutup di kompleks Balaikota Solo. Para jurnalis yang datang, tidak diperbolehkan masuk dan hanya bisa menunggu di lobby ruang Wali kota. Spanduk tentang kampanye perlindungan anak tampak terpasang di depan ruangan yang digunakan untuk pertemuan secara tertutup tersebut. Banner itu memuat gambar Wali kota Solo menandatangani plakat berisi tulisan Akhiri Kekerasan terhadap Anak, lengkap dengan logo Pemkot Solo.

Sementara itu, Walikota Solo, Hadi Rudaytmo mengatakan Pemkot Solo sudah melakukan berbagai upaya perlindungan hingga memberikan akses jaminan pendidikan dan kesehatan bagi ADHA di Solo.

“Kami mengapresiasi KPAI ke Solo untuk melakukan klarifikasi. Hasilnya biar KPAI yang menyampaikan. Nanti apapun yang saya katakan dianggap membela diri. Apa yang sudah kami lakukan saya laporkan semuanya,” kata Hadi Ridyatmo.

Juru bicara Pengelola Yayasan Lentera yang merawat ADHA di Solo, Puger Mulyono, saat ditemui beberapa waktu lalu mengatakan data kependudukan sempat menjadi kendala dalam mengurus akses jaminan kesehatan dan pendidikan ADHA. Namun, tegas Puger, Pemkot Solo memberikan kemudahan mengurus data kependudukan bagi ADHA tersebut.

“Kita awalnya terus cari asal usul anak-anak ini, paling nggak data tertulis yang menunjukkan anak ini siapa keluarganya, bukti surat kelahiran, data orang tuanya., Kalau orang tuanya sudah meninggal ya mana surat kematiannya, Lha anak-anak ini aja dibuang sama keuarganya karena kena HIV AIDS. Kontak terputus, komunikasi juga putus," kata Puger.

"Pemkot Solo melalui Dinas kependudukan dan catatan sipil mempermudah kami, (dengan) membuat surat pernyataan tertulis yang menjelaskan daerah asal anak-anak itu. Langkah itu kemudian direspon UNICEF, kalau nggak salah. Lebih mudah lagi, akhirnya anak-anak ini bisa kita masukkan ke satu KK sama pembuatan akta kelahiran. Ini mempermudah untuk mendapat layanan akses kesehatan. Kita periksa ke RS pemerintah, tidak bayar," lanjutnya.

Puger menambahkan, semua dibayar negara melalui dinas sosial. Ada yang opname, kontrol, gratis.

"Itu selembar kertas loh, sakti sekali. Kita dipermudah lagi bisa dapat KIS Kartu Indonesia Sehat dan KIA Kartu Identitas Anak,” imbuhnya.

Puger menunjukkan ada empat lembar Kartu Keluarga dengan satu nama Kepala Keluarga yang berisi 32 data identitas ADHA. [ys/lt]

Recommended

XS
SM
MD
LG